Tampilkan postingan dengan label Gratitude. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gratitude. Tampilkan semua postingan

Senin, 09 April 2018

Tidak Ada yang Kebetulan... (Sebuah Keajaiban)



Oleh Derie Imani

Saya masih ingat betul...
Ingat dengan jelas kejadian saat itu...
Sekejap bulu kuduk saya merinding...
Momen yang akhirnya membuat saya tertegun dan tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun, hanya terus menyimak sebuah video berdurasi lebih dari setengah jam tersebut di handycam pribadi yang baru saya temukan kembali setelah sekian lama.

Seakan tak percaya itu saya lima tahun lalu...
Berbicara dengan seseorang...
Pembicaraan serius menyangkut masa depan...
Yah itu saya... Dan saya masih terpaku melihatnya...

Saya masih terus memperhatikan video itu. Saya seakan kembali terbawa dalam ruang dan waktu yang sama. Saya di lima tahun yang lalu, yang baru menyelesaikan kuliah, yang terbebas dari beban rutin dan tugas kuliah, terlepas dari tanggung jawab “minta” uang kepada orang tua, dan berusaha untuk hidup mandiri. Ternyata tidak mudah!

Kejadian sore itu kembali mengingatkan saya dengan awal saya bertemu dengan orang-orang hebat jauh sebelum video tersebut direkam dan akhirnya menjadi sebuah kenyataan. Kebetulankah? Atau memang sudah alur dan skenario Sang Maha Pencipta membuatnya seperti itu?

Pada tahun 2010 saya bertemu dengan suami dari dosen saya di STMB Telkom (Sekolah Tinggi Manajemen Bisnis Telkom) Bandung. Berawal sebagai mentor di bisnis yang saya kerjakan bersama teman saya, hingga akhirnya kami bersama tim sering melakukan sharing dan diskusi untuk perkembangan bisnis tersebut dengan beliau.

Sosok tersebut adalah Dr. Tauhid Nur Azhar, seorang Akedemisi, Pembicara, Ustad, Dosen, dan Koki. Jujur saja hingga saat ini saya masih bingung dengan profesinya. Orang ini seakan menguasai bidang ilmu yang mempuni di segala lini.

Sekilas ia bisa menceritakan idenya di dunia teknologi dihubungkan dengan kajian kesehatan, dijembatani dengan nilai seni yang tinggi namun bisa dibalut dengan kebesaran Sang Pencipta.

Jika anda baru mengenalnya anda pasti akan terkesima dan mungkin merasa kurang banyak belajar. Atau beliau yang sebenarnya sudah menjadi ensiklopedia berjalan? Di saat itulah saya sering berkunjung dan bersilahturahmi ke rumahnya di kawasan Gegerkalong Bandung.

Hingga pada suatu hari Pak Tauhid menerima tamu sosok pemuda yang secara tampilannya memang tidak terlihat seperti anak muda pada umumnya, yang terlihat lebih modis menggunakan jeans atau kaos bergambar band kesayanganya.

Sosok pemuda ini sederhana, menggunakan kacamata, rambut terpotong rapih, menggunakan celana bahan dan kemeja dilapisi jaket dari bahan kain yang menyerupai seperti jas. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, suaranya pelan dan tenang, sesekali ia melontarkan senyum dengan lawan bicaranya.

Bersambung... Next >>>

Sumber gambar:
http://spiritualproductreviews.com/manifestation-miracle-review-and-bonus/

Jumat, 30 Maret 2018

Aku Bertanya (Sebuah Puisi)



Oleh Duddy Fachrudin

Aku bertanya:
apakah ada cinta
di dunia yang gegap gempita
yang sibuk dalam menampilkan rupa

Aku bertanya:
dimanakah sesungguhnya rumah
yang tak ada sedikitpun derita
yang menyinarkan cahaya

Dia menjawab:
cinta itu ada
bahkan melimpah ruah
saat hati berada dalam ruang titik atau koma

Dia menjawab:
duduklah di batu-batu cadas
sejenak merasa dan mengamati pohon meranggas
lalu mendaras rindu menyelaras kalbu

Sumber gambar:
http://www.copyright.com/learn/top-10-misconceptions-about-copyright/question-mark/







Rabu, 28 Maret 2018

Sikap Mindfulness: Sabar, Syukur, dan Sejatinya Kehidupan


Oleh Hamzah Abdurahman

Perpisahan kedua orang tua membuat saya memendam rasa. Kesal dan sedih bergantian mengisi ruang hati. Namun, apa yang saya pendam tak pernah sedikitpun tercurahkan. Apa daya, Freud memang benar, memendam rasa sama saja membiarkan emosi saya meledak. Dan pada tahun 2017, akun sosial media saya menjadi saksi bahwa diri berada dalam puncak emosi. Mereka saya hentikan. Pada tahun itu pula, impian, ambisi, dan cita-cita saya meredup. Saya menjadi sering mengalami stres yang biasanya ditandai dengan rasa sakit di tengkuk kepala, tidur tidak tenang, dan sering bermimpi aneh.

Namun ternyata, seperti kata pepatah, “Saat kematian, disitulah ada kehidupan baru.” Benar rupanya, ketika saya sedang terpuruk dan kondisi kesehatan menurun, justru saya dipertemukan dengan orang-orang yang inspiratif. Dr. Tauhid Nur Azhar dan Dr. Yono Budhiono merupakan dua diantaranya.

Berawal dengan seringnya saya mengikuti sesi kedua sosok inspiratif tersebut di kelas Masa Persiapan Pensiun (MPP), kunci kesehatan sesungguhnya terletak pada kemampuan kita dalam mengelola stres melalui sabar dan syukur. Begitu Dr. Tauhid memaparkan kepada para peserta dan saya sebagai panitia.

Kemudian pada sesi Dr. Yono, saya mengukur tingkat stres saya. Hasilnya saya tergolong individu yang mudah sekali stres. Dr. Yono, menjelaskan saya termasuk tipe A+, yaitu individu yang ambisius, gigih, tekun, namun rentan stres. Beliau kemudian menyarankan saya untuk mengatur ulang perjalanan hidup saya dalam mencapai impian-impian saya serta meminta saya untuk tidak memendam emosi.

Pada titik ini, saya teringkat akan orang paling mulia yang pernah hidup di dunia ini, yaitu Muhammad Saw. Beliau selalu sehat, bahkan diriwayatkan hanya 2 kali mengalami sakit selama hidupnya. Apa rahasia beliau? Padahal beliau memiliki target, impian, dan berbagai aktivitas yang sangat banyak. Selain itu beliau mengalami berbagai penolakan saat menyampaikan kebenaran.

Thoif salah satunya. Sebuah daerah dimana Sang Nabi disiksa dan dilempari batu. Namun segala rintangan tak membuatnya menyerah untuk terus menyampaikan misinya. Dan tidak ditemukan dalam satu riwayatpun jika Rasulullah pernah mengalami stres.

Artinya, kondisi psikologis beliau tidak seperti kebanyakan orang yang ketika mendapat penolakan langsung turun semangatnya. Kala rintangan menghadang, orang nomor satu menurut Michael Hart tersebut memanjatkan doa seraya memasrahkan diri kepada Tuhan.

Ketenangan. Hal ini yang sedang saya upayakan untuk senantiasa hadir.

Maka, ketika gundah gulana melanda, sabar dan syukur adalah obatnya. Dan ketika penolakan, cemoohan, dan rintangan menghadang, kita terus melangkah untuk meraih cita. Hingga akhirnya kita menerima apapun yang Allah Swt. berikan dengan penuh cinta dan hati yang lapang. Inilah sejatinya kehidupan.

Sumber gambar:
http://ulamasedunia.org/2016/06/28/ketenangan-adalah-anugerah-allah-buat-golongan-beriman/

Kamis, 22 Maret 2018

Authentic Problem Based Learning (Cinta Itu Ada Di Sekelilingmu) (Bagian 3, habis)



Oleh Tauhid Nur Azhar

Tulisan sebelumnya dapat dibaca di sini...

Salah seorang mahasiswa penulis termangu saat penulis menanyakan bagaimana sekiranya ada salah seorang penumpang di kereta ini mengalami serangan asma?

Kejutan terindah yang kami alami adalah ketika satu scene film besutan Allah Ta'ala, Sang Sutradara Agung diputarkan di hadapan kami.

Dengan musik latar pengamen buta muda belia menyanyikan lagu Ungu dengan suara sengau mendayu, "Allahu Akbar … Allah Mahabesar …." Kemudian seorang nenek renta memunguti botol dan gelas-gelas plastik air kemasan dan memasukkannya ke dalam kantong. Ia akan mendapatkan seribu-dua ribu rupiah dari upayanya di kereta itu, tetapi ia akan mendapatkan miliaran ganjaran kelak di surga sana.

Betapa tidak, perbuatannya itu menyelamatkan kita dari kerusakan lingkungan dan merosotnya akhlak untuk bekerja keras dan mensyukuri nikmat hidup yang telah diberikan.

Nenek itu adalah "orang suci" yang sudah sewajarnya dijadikan teladan bagi keempat puluh calon dokter yang ikut dalam perjalanan kali ini.

Bandung dan kantong-kantong permukimannya mungkin belum ideal bagi sebagian besar warganya, tetapi dengan kemampuan mensyukuri nikmat dan memanifestasikan doa dalam bentuk aktif berupa upaya maksimal untuk mengoptimalkan kondisi yang diterima saat ini, insya Allah para "stake holder" KRD ini juga akan menumpang kereta yang sama ke surga.

Dalam pengapnya himpitan kehidupan dan sistem yang mungkin membonsaikan cinta, justru cinta dan bahagia tumbuh dengan suburnya. Cinta itu bagaikan lumut, ia menghijau indah di permukaan sebuah batu yang kasar, keras, dan kelabu. Dengan cinta, batu itu jadi berwarna, indah dalam tegarnya, dan tegar dalam indahnya.

Terkadang, banyak hal yang luput kita rasakan dan gagal kita orbitkan menjadi sebuah kebahagiaan. Akan tetapi, bagi banyak orang lain yang bernapas dalam pengapnya himpitan kehidupan, kehadiran para gadis cantik calon dokter pada suatu siang di sebuah gerbong yang panas membekap adalah kebahagiaan.

Sang nenek pengumpul botol air kemasan sepanjang hidupnya belum pernah melihat mojang-mojang cantik kecuali dalam sinetron di TV tetangga, siang itu dia merasa bahagia. Satu hari indah telah dihadirkannya.

Dihadirkannya? Ya, karena kebahagiaan, keindahan, dan cinta sesungguhnya kitalah yang diberi hak dan kewajiban untuk menghadirkannya dalam kehidupan. Jangan salahkan siapa-siapa jika cinta dan bahagia tak kunjung datang menyapa. Mungkin kita terlalu "jutek" baginya, sehingga dia kehilangan keberanian untuk menghampiri kita.

Jika kita mampu mendapat manisan dalam hidup, mengapa kita terus-menerus menelan "asam cuka?" Jangan "asam" pada kehidupan karena dia akan ikut terfermentasi pula, akibatnya kita seolah akan tinggal dalam sebuah toples yang berisi aneka buah-buahan, tapi sayangnya masam semua!

Sumber gambar:
https://www.facebook.com/356259904513318/photos/a.358326877639954.1073741829.356259904513318/377062262433082/?type=3&theater

Authentic Problem Based Learning (Cinta Itu Ada Di Sekelilingmu) (Bagian 2)



Oleh Tauhid Nur Azhar

Tulisan sebelumnya dapat dibaca di sini...

Setiba di bagian dalam gerbong suasana semakin hiruk pikuk, setiap orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Setelah mendapat tempat berdiri yang cukup nyaman mulailah pandangan ditebarkan ke sekeliling gerbong.

Subhanallah, alangkah beragamnya para penumpang KRD ini. Ada seorang ibu yang sebelah matanya ditutup perban (mungkin pasca menjalani operasi katarak), tak terhitung banyaknya ibu-ibu yang membawa anak kecil (usia balita), demikian pula dengan kakek-kakek dan bapak-bapak yang terlihat keletihan dan terdiam terpekur dalam lamunannya masing-masing.

Salah seorang mahasiswa penulis melaporkan bahwa ada satu keluarga muda yang memanfaatkan perjalanan dengan KRD ini sebagai ajang silaturahmi keluarga yang penuh kehangatan.

Hal yang paling menghebohkan, adalah banyaknya orang yang menjadi kreatif dalam mempertahankan kehidupan (how to survive). Banyak sekali pedagang yang lalu-lalang di dalam kereta dan menawarkan berbagai jenis barang yang, bahkan sama sekali, sering di luar dugaan kita.

Ada pedagang minuman, buah mangga, camilan, ali agrem atau donat Sunda, kaitan penggantung gorden, lem cucurut (kecoa), lakban, hekter, klip, baterai jam tangan, sampai voucher isi ulang dan perdana juga ada. Lalu, dapat dijumpai pula serombongan pengamen, pengamen tuna netra, dan juga pengamen karaoke dangdut. Semua berjuang dan bekerja keras.

Malah ada satu peristiwa yang sangat menarik, saat penjual ali agrem yang dagangannya masih sangat banyak dan kurang laku, dihampiri oleh seorang pedagang koran yang dagangannya tampak laris. Pedagang koran ini minta dibungkuskan beberapa ali agrem dan membayarnya kontan. Tampaknya solidaritas semacam ini, telah berkembang menjadi budaya yang sangat kokoh di kalangan kaum yang disebut "terpinggir" ini.

Setiap butir peluh yang meleleh dan setiap aroma asam yang menguar dari tubuh-tubuh mereka yang penat seolah menjadi zat kimia pemersatu yang melekatkan hati dan merapatkan jiwa dalam hangatnya kebersamaan. Mereka bahu membahu mengurai simpul-simpul kesulitan hidup yang rumit.

Keempat puluh calon dokter itu tertegun, dalam gerbong yang penuh sesak itu. Mereka membayangkan betapa dengan mudahnya Mycobacterium tuberculose (TBC) berlompatan dari satu saluran napas ke saluran napas yang lain. Jamur kulit bersuka ria menumbuhkan spora-spora dan hyfa-nya di antara kulit-kulit yang bergesekan.

Andai ada virus semacam flu burung, maka satu kereta ini menjadi rumah barunya. Sungguh suatu ironi, di mana kelelahan sendi-sendi lutut dan tulang belakang karena banyak berdiri dan menghirup udara polusi yang kaya radikal bebas dan miskin oksigen akan menuai badai rematik di usia senja.

Bersambung ke sini...

Sumber gambar:
https://www.facebook.com/356259904513318/photos/a.358326877639954.1073741829.356259904513318/377062262433082/?type=3&theater

Authentic Problem Based Learning (Cinta Itu Ada Di Sekelilingmu) (Bagian 1)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Sebagai seseorang yang mendapat amanah untuk menjadi dosen mata kuliah Psikososial Kompleks di Fakultas Kedokteran Unisba, penulis berkewajiban menghantarkan para mahasiswa untuk lebih memahami realitas psikososial yang dihadapi oleh para calon mitranya kelak.

Secara teoretis kondisi psikososial akan sangat memengaruhi profil kesehatan suatu masyarakat atau komunitas. Agar para mahasiswa dapat lebih menghayati kandungan dari mata kuliah yang mereka ikuti, penulis merancang bentuk perkuliahan yang dapat dikategorikan sebagai authentic problem based learning, alias belajar dari kehidupan sesungguhnya.

Untuk itu, pada kesempatan pertama, sekitar 40 orang calon dokter diajak untuk mengobservasi kehidupan urban. Proses observasi dilakukan dengan mengamati profil penumpang kereta rel diesel (KRD) kelas ekonomi dengan jurusan Bandung-Cicalengka.

Mengapa dipilih kereta ini? Dengan menumpangi KRD, kita dapat mengamati banyak hal sekaligus, perubahan ekosistem dari daerah pusat kota sampai dengan tumbuhnya kota-kota satelit dan semakin menyusutnya areal lahan hijau. Kita pun dapat mengamati karakter dari beragam penumpang dan pengguna jasa KRD lainnya.

Keempat puluh calon dokter ini tampak sangat modis dan harum. Mereka menjadi pemandangan aneh di Stasiun Bandung, terlebih pada saat mereka antri tiket KRD ekonomi, raut wajah sang petugas tiket nyata sekali mencerminkan keheranan.

Setelah menunggu beberapa saat, KRD tak kunjung menampakkan "batang hidungnya", padahal menurut petugas yang ditanyai, semestinya KRD, apabila sesuai jadwal akan berangkat dari Stasiun Bandung pukul 10.30.

Kegelisahan dan ketidaknyamanan mulai tampak menghiasi wajah-wajah para calon dokter. Mereka berulang kali bertanya, mana kereta yang akan mereka tumpangi. Akhirnya, dari arah barat masuklah serangkaian kereta dengan gerbong dicat biru oranye yang telah lusuh dan dihela oleh sebuah lokomotif diesel tua berseri BB 303 17. Kecemasan sepintas membayang di wajah para calon dokter itu, seolah tak percaya bahwa inilah kereta api yang harus mereka naiki.

Di dalam rangkaian gerbong tersebut tampak penuh sesak dengan aneka jenis penumpang. Ada yang duduk dan lebih banyak lagi yang berdiri bergelantungan. Perjuangan untuk menaiki kereta pun dimulai, karena waktu singgahnya yang singkat maka setiap penumpang yang ada di emplasemen stasiun berusaha keras untuk masuk terlebih dahulu.

Dalam kondisi seperti ini, seorang manusia akan lebih memprioritaskan kepentingan dirinya terlebih dahulu. Bahkan keinginan untuk mengamankan kepentingannya ini mampu merobohkan norma, etika, dan rasa belas kasihan. Banyak orang tua didesak begitu saja oleh sekelompok penumpang yang jauh lebih muda, sehat, dan kuat. Setiap orang berusaha semampunya agar tidak tertinggal kereta api.

Bersambung ke sini...

Sumber gambar:
https://www.facebook.com/356259904513318/photos/a.358326877639954.1073741829.356259904513318/377062262433082/?type=3&theater

Minggu, 11 Maret 2018

Aku Jatuh Cinta (A Mindful Journey)

Eiffel Tower

Oleh Duddy Fachrudin

Tanggal 2 April 1770, Johann Wolfgang von Goethe tiba di Strasbourg untuk melanjutkan studi ilmu hukum dari Universitas Leipzig ke Universitas Strasbourg. Ia berada di sana selama 1 tahun 4 bulan. Pada masa yang singkat tersebut, Goethe jatuh cinta pada seorang gadis, anak dari seorang pastur bernama Friederike yang dikenalnya di desa Sesenheim. Goethe kemudian menuliskan perasaannya pada sebuah sajak di atas: Liebesgedichte für Friederike, Sajak Cinta untuk Friederike.

Apakah aku mencintaimu, aku tak tahu
Aku hanya melihat wajahmu sekali saja
Aku memandang di matamu sekali itu
Akan membebaskan hatiku dari semua derita
Apakah aku mencintaimu, aku tak tahu


Strasbourg bukanlah Paris yang dikenal dengan kota cinta—kota para pecinta, tempat mereka mencari inspirasi dan cinta. Namun memang Strasbourg merupakan gerbang masuk ke Paris, jadi wajar aura-aura cinta sudah terasa oleh Goethe, walaupun ia tidak berada di Paris. Begitulah Paris dengan pesona cintanya disamping berbagai mahakarya seni dan arsitektur indahnya menggoda manusia untuk mengunjungi kota tersebut.

Bagaimana jika kita berandai-andai dan mengaktifkan imajinasi untuk pergi ke Paris, mencari sesuatu, pemikiran, dan cinta? Baiklah kalau begitu, biarkan aku yang memulainya:

Pagi itu aku melangkah menuju sebuah menara berketinggian 300 meter. Menara tersebut disusun dari 15 ribu keping metal yang dipateri menjadi satu. Beratnya mencapai 7 ribu ton serta bertumpu pada empat kaki penyangga dengan fondasi dasar dari beton. Gustave Eiffel membangunnya pada tahun 1889. Akhirnya aku sampai dan kemudian naik lift hingga puncak Eiffel dan melihat dengan indahnya pemandangan kota Paris. Di situ pula aku memulai kontemplasi tentang kehidupan dan cinta.

Sesaat aku memikirkan kehidupanku: kuliah, kerja, dan cinta. Hal terakhir ini yang memang ingin aku cari. Terlihat di jalanan para pasangan yang saling bergandengan tangan, berpelukan, mesra. Di antara mereka, pasangan berusia madya: pria bermantel coklat dan wanita bersyal merah yang paling membuatku tertegun. Ketika aku melewatinya, terlihat wajah wanita itu pucat dan tangan kiri pria memeluk hangat pasangannya itu. Mungkin, wanita itu sedang sakit, ujarku dalam hati, dan sang pria dengan setia mengantar wanitanya pergi ke mana pun pergi.

Kemudian aku memandangi sebuah keluarga: ayah, ibu, dan 3 orang anak bercanda ria ketika aku mampir sejenak di restoran Les Deux Magots, tempat di mana Sartre, Beauvoir dan Camus biasa berdiskusi. Aku keluar dari Les Deux Magots sambil membayangkan bagaimana keluargaku nanti: istri dan anak-anakku. Aku kemudian menuju sebuah katedral, duduk di bangku taman, dan mengambil sebuah buku dari ranselku: Notre-Dame de Paris: 1482. Tahun 1831 Victor Hugo menulis novel yang mengisahkan katedral Notre-Dame yang ada di depanku. Aku memandanginya lama, indah.

Hari mulai tenggelam. Matahari segera menghilang. Aku kembali berjalan dan berhenti di sebuah taman, lalu duduk. Kemudian aku membaca Rousseau berjudul Walden. Buku ini yang menginspirasi behavioris BF Skinner untuk menulis Walden II, kisah tentang masyarakat impian yang teratur oleh postulat-postulat behavioristik. Sambil membaca aku membayangkan Indonesia, tanah air yang bisa dibilang jauh dari harapan Rousseau dan Skinner dalam bukunya.

Matahari benar-benar ingin lenyap, sudah condong ke barat. Aku mulai bergegas. Sebelum pergi dari taman, aku membaca Liebesgedichte für Friederike. Perlahan kata demi kata aku baca: Apakah aku mencintaimu, aku tak tahu... Aku hanya melihat wajahmu sekali saja... Aku memandang di matamu sekali itu... Akan membebaskan hatiku dari semua derita... Apakah aku mencintaimu, aku tak tahu. Sajak yang benar-benar menyentuh hati.

Sayang, setelah Goethe memperoleh gelar dari Universitas Strasbourg, ia menemui Friderike untuk yang terakhir dan kembali ke Frankrut. Friederike menyangka bahwa Goethe akan kembali ke Strasbourg, namun ternyata tidak. Kemudian ia memberinya surat perpisahan kepada Goethe yang sangat membuatnya sedih: Jawaban surat perpisahan dari Friederike mengoyak hatiku... Aku sekarang baru pertama kali merasa kehilangan... Begitulah ekspresi kesedihan Goethe yang tertuang dalam tulisannya.

Aku menutup Liebesgedichte für Friederike, membuka roti dan memakannya, sambil memandangi taman yang dipenuhi para pasangan. Mereka mengobrol dan bercanda. Rotiku habis dan matahari sudah tenggelam. Lampu taman menyala jingga membuat suasana menjadi semakin romantis. Aku menengok ke sebelahku: tak ada siapa-siapa. Tak ada cinta yang bisa diajak berbagi, layaknya para pasangan itu. Aku melamun: seseorang... siapakah seseorang yang akan berada disampingku, menemani duduk di taman sambil makan roti dan membaca sastra? Aku kemudian teringat sebuah lirik lagu berjudul Tentang Seseorang yang melantun indah di film Ada Apa Dengan Cinta:

Cinta hanyalah cinta
Hidup dan mati untukmu
Mungkinkah semua tanya kau yang jawab

Dan tentang seseorang
Itu pula dirimu
Ku bersumpah akan mencinta


Tek.. tek.. tek.. Aku membuka mata, melihat jam weker berdetak yang terletak di sebelah monitor komputerku. Pukul 3.30 pagi. Mimpi. Aku bermimpi. Aku masih terbengong-bengong setengah sadar, mencoba merangkai kembali mimpiku.

Aku bangun dari kasurku, berjalan menuju pintu, membukanya. Kunyalakan lampu kamar mandi, lantas kubasahi wajahku yang kusut, lalu berwudlu, segarnya air pagi. Lalu kugelar sajadah, kupakai pakaian terbaikku. Allahu Akbar... dalam keheningan aku bersujud dan bersyukur. Mungkin inilah jawaban dari-Nya tentang pertanyaan yang ada dalam mimpiku yang akan membebaskan hatiku dari semua derita kehidupan. 

Referensi:
Susanto, S. (2005). Menyusuri Lorong-lorong Dunia. INSISTPress: Yogyakarta.

Sumber gambar:
https://easytripguide.com/trip-to-pairs-experience-boat-tour-in-paris/

Senin, 05 Maret 2018

Mindful Couple: Terima Kasih Istriku (Belajar dari Perempuan)



Oleh Duddy Fachrudin

Perempuan datang atas nama cinta
Bunda pergi karena cinta
Digenangi air racun jingga adalah wajahmu
Seperti bulan lelap tidur di hatimu
Yang berdinding kelam dan kedinginan

Ada apa dengannya?
Meninggalkan hati untuk dicaci

Lalu sekali ini aku lihat karya surga dari mata seorang hawa

Ada apa dengan cinta?
Tapi aku pasti akan kembali dalam satu purnama
Untuk mempertanyakan kembali cintanya

Bukan untuknya
Bukan untuk siapa
Tapi untukku

Karena aku ingin kamu
Itu saja

(dibacakan Rangga di ending “Ada Apa Dengan Cinta”)

Pernahkah terbesit mempelajari perempuan? Tidak. Itulah yang saya pikirkan dulu. Namun kini seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia saya perlu mempelajarinya, mengenalinya, dan memahaminya. Pertanyaannya bagaimana dan dengan cara seperti apa?

Mengapa tidak mulai saja dengan melihat dan mengenali perilaku ibu?

Ibu: sifat, karakter, dan perilaku seorang wanita tercermin dari seorang ibu. Dialah orang pertama yang khawatir akan kondisi anak-anaknya. Ibu pula yang menolong kita pertama kali saat kita sakit. Kasih sayangnya tertumpah ruah. Cintanya tak bisa diukur karena begitu tulusnya ia mencintai kita. Tak heran Rasulullah Saw. menyebut kata “ibu” tiga kali sebagai orang yang paling penting bagi kita sebelum kata “ayah”.

Berikutnya, kita bisa mempelajari perempuan dari istri kita. Bagi yang telah menikah pasti dapat merasakan perbedaan antara kita sebagai suami dengan istri kita. Tidak mudah memahami satu sama lain, karena kadang ego masing-masing dapat mengalahkannya. Sang istri mengharapkan suaminya tidak hanya bekerja, tapi juga ikut membantu mengurus anak. Sementara sang suami bersikeras tak mau membantu karena ketika tiba di rumah selepas bekerja energi fisik dan psikisnya sudah terkuras sehingga tak ada waktu untuk menyambut permohonan istrinya. Itulah kenyataannya. Oleh karenanya, alm. Sophan Sophian mengatakan bahwa pernikahan adalah manajemen ketidakcocokan.

Mempelajari perempuan tidak lepas dari wanita-wanita pilihan yang pernah hidup di dunia ini. Kisahnya tertulis dalam artikel maupun buku-buku yang tak pernah lekang oleh waktu. Mereka adalah wanita-wanita terbaik yang memiliki kualitas surga. Misalnya saja Ibunda Khadijah, yang selalu setia menemani dan menjadi teman curhat Rasulullah Saw., manusia paling mulia itu mengalami guncangan saat awal-awal menerima wahyu.

Perempuan berbeda dengan laki-laki. Value utama perempuan adalah yang berkaitan dengan perasaan dan hubungan (relationship), sementara laki-laki menekankan power, competence, dan achievement, begitu kata John Gray, penulis “Men Are From Mars, Women Are From Venus”.

Maka sebagai seorang laki-laki, kita harus bisa memahami perempuan dari setiap kata yang terucap, dari raut wajah yang tergurat, dan dari air mata yang mengalir menuruni kedua pipinya. Dengan memahaminya, perbedaan bukan menjadi penghalang. Justru perasaan cinta dan sayang akan semakin besar.

Begitukah?

Mungkin...

Karena bagi seorang laki-laki, yang terpenting adalah meniatkan diri untuk menjadi pasangan terbaik baginya, bukan?

Dalam ending “Ada Apa Dengan Cinta”, kepergian Rangga untuk melanjutkan sekolah ke New York membanjiri air mata Cinta. Sesungguhnya, jauh-dekatnya jarak antara dua orang yang saling mencintai tidak akan membedakan rasa. Rasa itu tetap sama jika kita meniatkan cinta ini sebagai satu pijakan untuk meraih cinta-Nya.

Maka perempuan... ijinkanlah setiap bulir air mata yang menetes adalah karena-Nya. Dengan begitu tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tak ada yang perlu dirisaukan. Jalani saja perjalanan cinta ini dengan sederhana. Itu saja...

Saat kekhawatiran tiada, kebersyukuran terbit dan ia tak akan pernah terbenam. 

Sumber gambar:
http://momandwife.com/2011/10/free-printable-thank-you-card-download/

Kamis, 01 Maret 2018

Mindful Couple: Terima Kasih Suamiku...


Oleh Nita Fahri Fitria 

Saat ini kita tengah dibuat berdebar dengan mewabahnya penyakit difteri dan isu pelakor (perebut laki orang). Yang disebutkan kedua mungkin jauh lebih membuat jantung berdebar bagi para istri. Jika difteri bisa dicegah dengan menjaga kesehatan dengan baik melalui vaksin, maka para istri bertanya, “Mungkinkah pelakor juga bisa dibasmi dengan vaksin?”. Seandainya ada vaksin untuk mencegah hadirnya pelakor, sepertinya akan laris diborong oleh ibu-ibu.

Karena sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang pas untuk kasus “wabah pelakor” ini, maka mari kita sejenak merenungkan, “Kira-kira apakah yang bisa menyebabkan seseorang tergelincir dari janji suci pernikahannya?”

Rupanya sudah banyak riset yang berusaha menjawab fenomena yang ujungnya adalah perselingkuhan ini. Beberapa riset menyimpulkan ada beberapa faktor yang umum dinyatakan sebagai penyebab seseorang berselingkuh. Mereka diantaranya yaitu berkurangnya rasa kasih sayang terhadap pasangan atau merasa sudah kehilangan rasa kasih sayang dari pasangannya (merasa diabaikan).

Lalu, bagaimana agar cinta dari pasangan tidak memudar? Solusi dari pertanyaan ini adalah “vaksin” perselingkuhan, terutama yang disebabkan hadirnya pelakor dalam kehidupan rumah tangga. Dan apakah “vaksin” itu? Apakah ia adalah penampilan yang selalu cantik di depan suami? Atau selalu memasakkan makanan kesukaan suami? Atau...?

Maka untuk menjawabnya, mari kita sejenak memutar masa-masa awal kita bergenggaman tangan usai akad nikah dengan pasangan kita. Indahnya...

Pada saat itu jantung kita berdebar dua atau tiga kali lipat dibanding biasanya. Lalu semua warna menjadi tampak indah, dan suara yang terdengar di telinga ibarat lantunan melodi lagu kesayangan. Apapun yang dilakukan dan diucapkan pasangan kita bak puisi penyair tersohor yang indahnya mengelus-elus kalbu. Rasanya kita tidak membutuhkan hal lain di dunia ini. Cukup melihat senyumnya yang aduhai yang membuat pipi merona, itulah surga. Seluruh tubuh dan jiwa ini bertasbih kepada-Nya. Berucap syukur tak terhingga karena telah diberikan pasangan dalam hidup.

Jika pada saat awal pernikahan kita begitu bahagia karena cinta, maka bagaimana dengan saat ini?

Berbahagialah jika kita masih merasakan keindahan, kenikmatan, dan kebersyukuran seperti yang dirasakan saat masa awal pernikahan. Namun, jika hal itu mulai berubah maka perlu kita perlu “disuntik vaksin” cinta yang bukan hanya mencegah dan mengenyahkan badai perselingkuhan, tapi juga semakin membuat kehidupan rumah tangga mengasikkan.

Maka vaksin tersebut adalah merasa cukup.

Merasa cukup berarti kita lebih bersyukur terhadap apa yang sudah kita miliki dan yang akan kita terima di kemudian hari. Dan merasa cukup itu menyederhanakan kehidupan yang kita jalani.

Karena sederhana itu indah, maka cukupkan kriteria bahagia kita dengan melihat senyum pasangan kita. Dan tambahkan rasa syukur kita setiap harinya terhadap segala sikap baik dan khilafnya. Bukankah Allah berjanji akan menambah nikmat dari-Nya jika kita pandai bersyukur?

Inilah vaksin sederhana bernama qanaah. Merasa cukup dengan apa yang Allah karuniakan pada kita, dalam hal ini berupa pasangan yang apa adanya dia. Pasangan kita yang Allah anugerahkan. Dia, dan bukan yang lain. Cukupkan rasa bahagia kita dengan dia, yang Allah kirimkan dengan cara yang indah setelah episode panjang dalam pulahan kali gelaran sajadah yang basah dengan linangan air mata kita saat menantinya hadir.

Vaksin ini juga memerlukan tambahan dosis, yaitu tawakal: berserah kepada takdir terbaik dari-Nya. Dia yang pertemukan kita dengan pasangan kita, dan jika Dia hendak ambil dengan berbagai cara, maka amatlah mudah karena Dia lah Dzat Yang Maha Kuasa. Dan jika Dia berkehendak bahwa pasangan kita adalah cinta sejati hingga ke surga, maka tak ada satu pelakor pun yang sanggup memisahkan kita.

Maka mari kita titipkan dengan penuh rasa syukur, yakin, dan berserah seutuhnya rumah tangga kita kepada Sang Pemilik Cinta sejati.

Cek pelatihan mindfulness terbaru di sini >>>

Sumber gambar:
https://www.thefreshquotes.com/love-you-husband/thank-you-for-being-you-for-sharing-your-love-with-me-i-love-you-husband/

Jumat, 17 November 2017

Modul Mindfulness untuk Meningkatkan Well-Being (Unduh Gratis)

Modul Mindfulness

Oleh Duddy Fachrudin

Menyambung tulisan sebelumnya mengenai penggunaan mindfulness dalam meningkatkan kesejahteraan (well-being) perawat, maka tentu sebagian besar dari Anda bertanya, “Bagaimana langkah-langkah intervensinya (mindfulness)?”

Bagi Anda, praktisi dan profesional kesehatan, peneliti, dosen, atau siapapun yang tertarik dengan mindfulness dapat mengunduh modul mindfulness yang saya susun dalam rangka penelitian tesis saya, “Program Mindfulness untuk Meningkatkan Kesejahteraan Subjektif Perawat”.

Anda dapat mengunduh modul ini di laman Buku Gratis.

Selamat membaca dan semoga mendapatkan manfaat dari modul ini.

Cek pelatihan mindfulness terbaru di sini >>>

Minggu, 12 November 2017

Buku Mindfulness: Unduh Buku Gratis


Oleh Duddy Fachrudin

“Begitu nikmatnya saat melepas diri yang penuh nafsu dan diri yang gaduh gelisah. Dalam diri yang tenang dan damai, maka akan mudah tercipta cahaya yang indah. Cahaya yang yang sinarnya siap menerangi berbagai sudut semesta.”




Untaian kata itu hanya bagian kecil dari keseluruhan kata dalam buku “Inner Peace, Hidup Bahagia Mati Lebih Bahagia”, sebuah buku yang bertemakan psikologi dan spiritual yang dikemas dengan bahasa sederhana.

Buku ini dapat Anda baca dengan mengunduhnya terlebih dahulu di laman Buku Gratis.

Selamat membaca dan semoga mendapatkan manfaat dari buku ini.

Cek pelatihan mindfulness terbaru di sini >>>


Kamis, 28 September 2017

Mindful Couple: Bersyukurlah Ketika Anda Patah Hati, Loh Mengapa?


Oleh Tauhid Nur Azhar

…too much love will kill you… (Queen),
cinta ini membunuhku… (d’Masiv)

Tahukah anda bahwa para ilmuwan neurosains baru saja mendefinisikan sebuah fenomena fisiologis yang unik di saat seseorang mengalami tekanan batin yang berat. Tekanan tersebut dapat ditimbulkan oleh masalah-masalah yang terkait dengan proses interaksi dan komunikasi sosial, termasuk persoalan hubungan cinta antara dua orang yang tengah dimabuk asmara.

Hasil pengamatan di beberapa negara ditemui sindrom “putus cinta” ini seringkali menimbulkan gangguan yang menyerupai gejala serangan jantung, infark miokardium akut. Timbul serangan rasa nyeri di daerah dada yang menjalar ke punggung, lambung, dan daerah lengan sebelah kiri. Dapat pula diikuti dengan kesulitan bernafas (sesak), keluarnya keringat dingin, dan tubuh terasa lemas.

Sindroma ini dikenal sebagai sindroma Takotsubo atau miokardiopati Takotsubo. Dr. Ilan Wittstein, MD kardiolog dari The John Hopkins University Medical School dan kawan-kawan, menemukan kasus takotsubo terjadi akibat adanya akumulasi neuropeptida otak yang merupakan keturunan katekolamin. Turunan katekolamin yang kerap dijumpai serta memiliki efek simpatik secara sistemik antara lain adalah epinefrin dan norepinefrin.

Tetapi di dalam kasus Takotsubo ternyata tidak hanya epinefrin dan norepinefrin saja yang kadarnya melonjak drastis, melainkan juga molekul-molekul peptida kecil dan neurotransmiter seperti metaneprin, normetaneprin, neuropeptida Y, dan peptida natriuretik turut melonjak secara drastis.

Akumulasi produksi faktor kimiawi yang terjadi di saat amigdala menerima data yang “,menyakitkan” serta “gagal” meregulasi emosi negatif, akan menyebabkan efek kardiak berupa fibrilasi sesaat yang diikuti dengan “pingsan”nya sejumlah sel-sel otot jantung. Jadi putus cinta, ditolak, ataupun patah hati memang bisa membuat jantung “klenger” atau “semaput” !

Apakah sindroma ini berbahaya? Tergantung kepada seberapa luasnya daerah otot jantung yang “semaput”. Jika daerah yang mengalami kardiomiopati sesaat itu cukup luas, maka bisa saja akibatnya fatal.

Mengingat fungsi utama jantung adalah mensuplai kebutuhan oksigen untuk seluruh sistem tubuh, termasuk otak, maka keadaan jantung “mogok” bekerja ini dapat menimbulkan hipoksia (kekurangan oksigen) di jaringan. Jika kekurangan oksigen ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama maka jaringan yang amat bergantung pada asupan oksigen akan tertganggu bahkan rusak permanen.

Tetapi catatan klinis Dr. Ilan Wittstein dan kawan-kawan yang telah dipublikasikan di jurnal New England Journal of Medicine (2005), menunjukkan bahwa kasus-kasus kardiomiopati akibat kejutan psikologis ini biasanya bersifat reversible, alias dapat pulih kembali.

Kondisi jantung pun pada umumnya baik dan tidak disertai dengan kerusakan yang bersifat kronis. Cara membedakan dengan serangan jantung pada umumnya pun relatif mudah. Pada sindroma kardiomiopati Takotsubo tidak ditemukan adanya peningkatan kadar enzim-enzim penanda kerusajan jaringan otot jantung seperti CK dan CK-MB.

Siapa saja yang mungkin mengalami sindroma Takotsubo? Orang-orang yang memiliki tingkat stres harian sudah sangat tinggi, orang-orang yang kinerja otaknya lebih didominasi oleh sirkuit amigdala, dan orang yang memiliki tipologi kepribadian rentan terhadap stres.


Maka syukurilah peristiwa “patah hati”, cari hikmahnya dan jangan terlalu disesali. Sebab “patah hati” pasti adalah karunia Allah yang belum kita sadari maknanya. Jika disesali maka QS. Ibrahim ayat 7 akan berlaku, dimana nikmat jika disesali akan berubah menjadi azab. Nah, salah satu manifestasi azab itu mungkin sindroma jantung “klenger” yang dinamai Takotsubo!

Referensi:
Wittstein, I. S., Thiemann, D. R., Lima, J. A. C., Baughman, K. L., Schulman, S. P., Gerstenblith, G., Wu, K. C., Rade, J. J., Bivalacqua, T. J., Champion, H. C. (2005). Neurohumoral features of myocardial stunning due to sudden emotional stress. New England Journal of Medicine, 352 (6), 539-548.

Sumber gambar:
https://mysendoff.com/2011/05/dying-of-a-broken-heart/

Kamis, 14 September 2017

Joyful Learning: Bagaimana Mindfulness Diterapkan di Sistem Pendidikan Finlandia


Oleh Duddy Fachrudin

Bermain sebanyak 206 pertandingan dan mencetak 129 gol di berbagai kompetisi dalam rentang 1992-1999 menjadikan Jari Litmanen seorang legend di Ajax Amsterdam. Mengenakan nomor punggung 10, Litmanen berhasil menjalankan perannya sebagai fantasia atau playmaker dengan sangat baik. Bersama para pemain hebat lainnya seperti Marc Overmars, Edgar Davids, Edwin van Der Sar, Clarence Seedorf, De Boer bersaudara, Danny Blind, dan Patrick Kluivert, Litmanen membawa Ajax dua kali ke final Liga Champions. Ajax berhasil mengalahkan AC Milan di tahun 1995, namun satu tahun berikutnya kalah adu penalti melawan Juventus. Meskipun kalah, pada tahun 1996, Jari Litmanen menjadi top skor Liga Champions dengan torehan 9 gol. Pada ajang Ballon d’Or tahun 1995, Litmanen berada di posisi ketiga dibawah George Weah dan Jurgen Klinsmann.

Jari Litmanen bukan berasal dari Brasil atau Argentina yang terkenal menghasilkan pemain-pemain top dunia. Pemain yang pernah membela Barcelona dan Liverpool itu berasal dari sebuah negara Eropa Timur bernama Suomi atau Finlandia.       

Finlandia, sebuah negara yang memiliki luas wilayah 1/6 dari luas Indonesia, namun jumlah penduduknya ½ dari total penduduk Jakarta itu mulai saya kenal karena melihat aksi Jari Litmanen di pertengahan tahun 1990. Mendengar Finlandia terasa asing bagi saya yang saat itu masih seorang anak Sekolah Dasar (SD). Jika mendengar Finlandia yang terbayang hanya seorang Jari Litmanen.

Namun saat ini, mendengar Finlandia bukan hanya teringat Litmanen. Mendengar Finlandia langsung terasosiasi akan sistem pendidikannya. Hal ini tidak terlepas dari pencapaian Negeri Tanpa Malam di Programme for International Student Assesment (PISA). Pada empat edisi PISA (2000, 2003, 2006, 2009), anak-anak Finlandia menduduki peringkat mengagumkan di bidang Sains, Membaca, dan Matematika. Sementara pada edisi 2012 dan 2015, peringkat Finlandia mulai melorot di bawah negara-negara Asia seperti Singapura, Shanghai China, Hongkong, dan Jepang.  

Turunnya pencapaian tersebut bukan berarti kita tidak perlu belajar dari sistem pendidikan Finlandia. Justru kita perlu mengambil pelajaran dari apa yang sudah dilakukan oleh para pakar pendidikan di negara itu. Hal ini juga yang sedikit saya bahas ketika mengisi training untuk seluruh Guru Bimbingan Konseling SMA/SMK Kota Yogyakarta.

Sistem pendidikan di Finlandia tidak hanya (bahkan mungkin benar-benar tidak) menekankan pada pencapaian. Proses belajar dan mengajar dibuat dengan mengutamakan kebahagiaan. Intinya belajar dan mengajar itu harus menyenangkan, tidak ada beban, dan membuat ketagihan.


Dalam buku “Teach Like Finland”, Timothy D. Walker, seorang guru SD di Finlandia merangkum 33 strategi sederhana yang diterapkan oleh guru dan siswa selama program belajar mengajar. Dari 33 strategi tersebut, terdapat strategi-strategi yang sangat berkaitan dengan mindfulness. Satu strategi dibahas Tim di awal bab bukunya, yaitu pentingnya mengistirahatkan pikiran. Oleh karenanya, setelah belajar 1 jam pelajaran (45 menit), para siswa beristirahat selama 15 menit. Dengan pola 45 dan 15 ini, mereka tetap dapat menjaga fokus saat belajar.

Strategi ini mirip dengan teknik Pomodoro yang dikembangkan oleh Franscesco Cirillo. Pada teknik Pomodoro, kita mengerjakan tugas selama 25 menit lalu beristirahat selama 3-5 menit. Pola tersebut dilakukan hingga tugas selesai dikerjakan. Setelah tugas tuntas, kita beristirahat 15-30 menit, lalu mengerjakan tugas berikutnya.  

Perlunya jeda selama belajar atau mengerjakan tugas tertentu adalah agar otak kita tidak terbebani dan menjadi stres. Jeda atau istirahat merupakan momen melepas lelah. Jeda pula saat-saat meletakkan atau mengendapkan apa yang telah dipelajari atau yang sudah dikerjakan. Kita dapat melakukan hal-hal ringan selama istirahat atau jeda seperti membuat kopi, mendengarkan musik, hingga bermeditasi. Bagi anak-anak Finlandia, 15 menit jeda merupakan saat-saat untuk tertawa, melompat-lompat, termasuk berimajinasi.  

Selain strategi mengistirahatkan pikiran, setidaknya ada beberapa strategi lain terkait mindfulness yang diterapkan di sekolah-sekolah Finlandia. Strategi tersebut yaitu memberikan sedikit Pekerjaan Rumah (PR) (yang bahkan PR tersebut dapat dikerjakan hanya selama 30 menit), menyederhanakan ruang kelas, menjaga ketenangan dan kedamaian kelas, menghirup udara segar, bermain di alam liar (lingkungan yang masih benar-benar alami), dan finding flow dengan cara menikmati proses, atau tidak berorientasi pada hasil akhir serta mengaitkan satu ilmu dengan ilmu lainnya. Strategi yang terakhir ini dapat membawa siswa-siswa Finlandia pada holistic atau integrated education yang menghasilkan integrated intelligence yang akan saya bahas lain waktu.

Sebagai penutup tulisan ini, kita perlu merenungi kembali makna “less is more”. Sebuah idiom yang erat dengan mindfulness. Dan Finlandia menerapkannya pada waktu belajar sekolah yang hanya 5 jam saja.
Referensi:
Walker, T. D. (2017). Teach like Finland: 33 strategi sederhana untuk kelas yang menyenangkan(Wicakso, F., terj). Jakarta: Grasindo (Karya asli terbit tahun 2017)

Sumber gambar:
https://finland.fi/life-society/american-teacher-gets-lost-found-finland/

Selasa, 25 April 2017

Mindful Parenting: Esensi Surat Luqmān untuk Relasi Ayah dan Anak (Bagian 3, Habis)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Maka Ayahanda saya dengan pribadi lurusnya yang sederhana, memaknai syukur itu dengan terus berjalan lurus dan mencintai yang dikerjakan nya dengan tulus,semata sebagai bagian dari caranya untuk mengoptimalkan fungsi kehadiran dirinya bagi kemaslahatan yang menjadi elemen kecil Rahmat bagi semesta.

Tugas kita adalah mensyukuri apa yang telah kita miliki dan terintegrasi dalam konsep "diri".

Tidak bersyukur alias kufur, tidak akan mengurangi sedikitpun kebesaran dan keagungan Allah Swt., melainkan hanya mereduksi ruang sadar kita yang akan segera diisi penuh oleh rasa kecewa dan mengubah hidup menjadi sebuah perjalanan tanpa makna.

Luqmān : 12


وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

“Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, "Bersyukurlah kepada Allah! Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji.”




Dan pada akhirnya yang dapat diamalkan dari sikap dan teladan adalah ilmu dan tentu saja Iman.

Dengan ilmu dunia akan menjadi kitab yang berisi ayat-ayat qauniyah yang terus ditulis dan tak habis-habis dibaca serta dipelajari.

Dan dari ilmu yang merangkai mozaik cinta berupa tanda-tanda yang menenangkan jiwa, bukankah dengan berzikir tenanglah hati, akan terbangun fondasi iman yang kokoh.

Maka orang berilmu dan beriman akan memiliki kesadaran dan keluasan wawasan dalam memetakan tujuan kehidupan.

Matahari bukan lagi sekedar matahari, bukan juga sekedar reaktor termonuklir dengan reaksi fusi dan paket kuanta berupa cahaya hasil eksitasi elektronnya belaka,tapi menjadi tanda cinta yang menunjukkan adanya sistematika terencana yang pada hakikatnya mewartakan kehadiran dan keberadaan Allah Swt. 

Lalu saya pun terngiang kembali QS Mujadalah ayat 11 tentang derajat orang beriman dan bertaqwa dalam perspektif kejembaran wawasan dalam memaknai kehidupan. 

Al-Mujādalah : 11


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Demikianlah yang dapat sedikit saya tuliskan saat saya belajar mensyukuri nikmat yang telah Allah karuniakan berupa kebersamaan yang amat berharga dengan Ayahanda yang telah hadir sebagai guru utama kehidupan saya.

Dan kini sedikit demi sedikit saya mulai dapat mengerti, mengapa Ayah menamai saya Tauhid.

Rupanya nama itu adalah doa agar saya menjadi manusia yang tidak akan lupa pada akarnya, pada tujuan hidupnya, dan pada tempat di mana kita semua berawal dan kelak akan berakhir. Wallahu alam bissawab.

Sumber gambar:
http://www.huffingtonpost.com/loren-kleinman/f-is-for-father-and-forgiveness_b_6219940.html

Mindful Parenting: Esensi Surat Luqmān untuk Relasi Ayah dan Anak (Bagian 2)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Maka bahagia dalam definisi Ayah saya yang bersahaja dan sederhana saja, adalah saat kita mampu mensyukuri apapun yang telah kita miliki.

Maka sayapun merasakan betapa nikmatnya piknik dengan bekal seadanya di tepi batang sungai, memancing udang, dan menjelajahi gunung, danau, dan pantai serta larut dalam pesona mengingat-Nya. Sederhana. 

Luqmān : 8


إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتُ النَّعِيمِ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan mendapat surga-surga yang penuh kenikmatan.”

Tetapi tentu saja pergulatan dalam hiduplah yang sesungguhnya menjadi media ujian bagi kita. Dinamika dan volatilitas yang menjadi keniscayaan makhluk sebagaimana tergambarkan antara lain dalam konsep termodinamika dengan entalpi, entropi, dan kalori yang senantiasa menyertai reaksi konversi energi adalah contoh indah tentang mencari model keseimbangan.

Ayahanda mengajarkan dengan caranya bahwa hidup adalah persoalan keseimbangan, homeostasis bahasa ilmiahnya.

Dan keseimbangan maknawiah itu baru dapat dicapai jika kita mampu menginternalisasi nilai-nilai yang termaktub dalam panduan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. 




Maka sholat dan zakat adalah persoalan kesadaran tentang keberadaan dan konsep dasar soal kepemilikan.

Sholat adalah jalan membangun karakter yang ditandai dengan akhlaq mulia, berindikator tidak keji dan mungkar.

Sedangkan zakat adalah upaya konstruktif membangun logika bahwa kepemilikan tidak dapat melekat pada ruang dan waktu dan dapat dimanipulasi serta tereliminasi dari kehidupan semudah bulir air yang terevaporasi panas mentari yang datang merambat melalui proses konveksi. 

Maka berbagi dan berbuat baik bagi sesama adalah jalan keselamatan yang selalu ditawarkan untuk segera dikerjakan.

Dan sampai akhir hayatnya Ayahanda saya selalu berusaha tuntas menolong dan membantu dengan segenap potensi yang dimilikinya agar dapat menjadi manfaat bagi sesama. Menjadi bagian dari solusi,meski sangat menyadari adanya keterbatasan diri. Orientasinya satu, akhirat kelak yang akan menjadi bukti.

Luqmān : 4


الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ

“(yaitu) orang-orang yang melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan mereka meyakini adanya akhirat.”

Dan kini saya jadi mengerti, bahwa konsep menolong, membantu, dan bekerja untuk memberikan kebermanfaatan inilah bentuk syukur yang paling kongkret.

Mensyukuri apa yang telah dimiliki. Bukankah potensi yang melekat pada kita adalah "apa" yang telah kita miliki? Kita sebagai manusia pilihan dari ratusan juta sel nutfah dan dilengkapi akal untuk menjadi makhluk prokreasi yang didapuk sebagai Khalifah yang bertugas menghadirkan Rahmah bagi semesta sekalian alam. 

Baca berikutnya di sini

Sumber gambar:
http://www.huffingtonpost.com/loren-kleinman/f-is-for-father-and-forgiveness_b_6219940.html

Mindful Parenting: Esensi Surat Luqmān untuk Relasi Ayah dan Anak (Bagian 1)



Oleh Tauhid Nur Azhar

Sepeninggal Ayahanda tercinta saya banyak merenung dan menafakuri berbagai ayat dalam Al Quran terkait dengan hubungan anak dan orang tua.

Entah mengapa saya terus mengulang-ulang mengkaji QS Luqmān yang bagi saya saat itu terasa benar mewakili segenap ungkapan rasa yang tengah melanda hati dan pikiran.

Diawali dengan penjelasan tentang keutamaan Quran dan diisi dengan prinsip-prinsip dasar hidup yang dinasehatkan Luqmān pada anaknya melalui untai diksi berfrasa indah yang teramat menyentuh kesadaran. Sungguh hidup itu perlu pegangan dan pemetaan tujuan.

Prinsip dasar Luqmān untuk setia dan loyal pada satu nilai yang menjadi tujuan segenap hasrat dalam kehidupan yangg dibatasi dimensi ruang dan waktu, jugalah yang senantiasa diajarkan Ayahanda sejak saya masih berusia sangat dini.

Maka mungkin saja ini alasan beliau menamai saya Tauhid.

Dasar akidahlah yang membedakan hidup kita itu akan dapat dimaknai indah atau justru hanya ruang waktu yang terisi rangkaian musibah.

Sedari kecil saya diajak Ayah berkelana untuk membangun pola pikir sistematis konstruktif, dengan konstruksi Tauhid sebagai kerangka acuan utamanya.

Betapa banyak kebesaran Allah SWT beliau perlihatkan pada saya melalui perjalanan susur daerah aliran sungai Toraut di Doloduo Bolaang Mongondow sana.

Betapa keindahan dan keramahan alam dan manusia beliau perlihatkan saat saya diajaknya berjalan 3 hari 3 malam dari Sulawesi Utara menembus rimba raya tropika menuju Sulawesi Tengah yang saat itu bahkan jalur tersebut nyaris tak terjamah.




Pada saat berjalan tertatih di tebing karang nan tinggi Teluk Tomini dengan latar belakang Gunung Tinombala yang tinggi menjulang, rasa kecil, bahkan teramat kecil di hadapan Sang Khaliq begitu nyata terasa memenuhi rongga dada.

Keangkuhan dan kesombongan sontak runtuh, segenap daya dan upaya luruh dalam tasbih memuji ke-Agungan-Nya. Tak hanya lutut yang bergetar karena diserang rasa takut, tapi juga hati bergetar hebat melihat maha karya Allah yang sedemikian hebat.

Saat bertemu dengan ketulusan manusia-manusia yang berjuang dan mengelola Rahmah sebagai amanah yang merupakan bagian dari barokah, yang tersisa hanya kagum dan hormat pada kebijakan yang mereka tunjukkan.

Sungguh perjalanan demi perjalanan bersama Ayahanda ke segenap antero dunia menyadarkan saya tentang arti pentingnya menghargai sesama manusia dan makhluk Allah yang pada hakikatnya adalah guru bagi kita untuk mengenal Sang Maha Pencipta.

Luqmān : 18


وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.”

Maka Ayah dengan caranya sesungguhnya kini saya sadari sepenuhnya tengah mengajari saya tentang memaknai hidup dan memberi nilai tambah pada waktu dan ruang yang pasti akan berlalu.

Kita ini makhluk ∆t, yang tak kuasa menolak untuk terus maju dan menua serta menuju titik yang satu.

Maka Ayahanda dengan sedikit kata dan tak berbunga lewat kalimat berima, mengajari saya tentang konsep bijak dan bajik.

Orang bijak pasti berlaku bajik, maslahat bagi ummat, berkarya dan berguna bagi sesama sebagaimana hadist Rasululullah Saw. tentang indikator kemuliaan manusia.

Maka mengisi hidup dengan karya dan kebermanfaatan adalah cara mengkonstruksi bahagia dan surga. Interaksi akan terbangun jika ada silaturahmi dan sinergi yang maujud dalam aksi untuk mengoptimasi potensi.

Ini adalah bentuk rasa syukur dan perwujudan dari konsep sabar yang sebenarnya. Maka Ayah mengajari saya lewat contoh dalam bentuk berkarya tanpa banyak bicara, jujur dalam bersikap, ikhlas dalam bekerja, dan itu semua dikanalisasi dalam kesatuan gerak yang dipandu niat.

Bukankah niat itu adalah penegasan terhadap tujuan paling hakiki?

Baca berikutnya di sini

Sumber gambar:
http://www.huffingtonpost.com/loren-kleinman/f-is-for-father-and-forgiveness_b_6219940.html