Tampilkan postingan dengan label DBT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DBT. Tampilkan semua postingan

Kamis, 06 November 2025

Dialektika: Strategi Sederhana Untuk Mencegah Bunuh Diri



Oleh Duddy Fachrudin

Pilu termangu membaca lini masa tentang mereka yang memilih untuk mengakhiri hidupnya. Sejenak berita ini bersirobok dengan ingatan tentang Marsha Linehan yang selalu berjuang untuk tidak mati layaknya pecundang.

Oma Marsha, seorang psikolog juga penyintas BPD (borderline personality disorder), pernah didiagnosis skizofrenia dan mendapat intervensi elektrokonvulsif alias pengobatan yang menghantarkan aliran listrik ke kepala manusia.

Ia berjuang untuk mengalahkan sekaligus berdamai dengan masalahnya. Dialektika rasa dikembangkan untuk menyeimbangkan segala gelisah dan hidupnya yang nirmakna. 


"Rasanya hidup ini terlalu berat. Aku sudah tidak kuat."

Premis pertama berupa thanatos, hasrat untuk meninggalkan jasmani. Apalagi disertai dengan: Aku mau mati saja.

Dan aku mau melihat akhir dari petualangan One Piece.

Kalimat kedua ialah eros, dorongan untuk hidup. Mereka seolah bertentangan. Namun sejatinya tiada yang meniadakan. Integrasi keduanya melahirkan dialektika yang membuat sudut pandang jiwa menjadi luas.

Hal inilah yang dibangun lalu dikembangkan oleh Oma Marsha. Pikirannya mengajaknya untuk bunuh diri. Dan kemudian ia berkata: i did not want to die a coward.

Perlahan Oma Marsha bangkit lalu memilih untuk melanjutkan hidup dengan penuh makna. Dengan bekerja sebagai psikolog ia banyak bertemu dengan mereka yang juga memiliki masalah yang sama. Dikembangkannya suatu intervensi psikologi bernama Dialectical Behavior Therapy yang tujuan awalnya adalah menstabilkan perilaku-perilaku destruktif seperti melukai diri dan bunuh diri.

Maka belajar dari rentetan berita pilu serta Marsha Linehan pada akhirnya membawa kita pada suatu tugas perkembangan manusia yang perlu dipenuhi di usia remaja, yaitu kemampuan dalam berpikir abstrak.

Kemampuan ini memungkinkankan individu menyerhanakan suatu konsep, menganalisis, lalu menemukan solusi atas permasalahan tersebut. Keterampilan ini juga jika dilatih terus menerus akan melahirkan metakognitif, yang merupakan bagian dari HOTS, high order thinking skills.

Apapun masalah itu yang seringkali membuatmu termangu, keluh tak akan membantu. Berjalanlah dalam diam lalu berkata: aku diciptakan Tuhan dengan kasih sayang, dan aku tidak akan mati layaknya pecundang.

Terima kasih Oma Marsha.

Sumber gambar:
https://drsafehands.com/blog/dialectical-behavioral-therapy/

Sumber video:

Selasa, 10 September 2024

Hari Pencegahan Bunuh Diri: Dialektika Fufu Fafa


Oleh Duddy Fachrudin 

Berat tak terasa dalam sukma bergembira
Sudah yang berlalu menggelora bahagia
Berat terasa lepaskan semua

Cerita kelabu kini cerah dan ceria
Gelap tlah berlalu engah kini menggelora
Berat terasa lepaskan semua

(Ayushita)

Lagu Fufu Fafa yang dinyanyikan Ayushita 11 tahun lalu berkisah tentang dua keadaan yang dialami seorang manusia. Ada kelabu, ada ceria. Berat terasa, kemudian menggelora bahagia. Fufu Fafa! Di saat ada fufu, di sana ada fafa. Intinya, dalam kehidupan manusia, sejatinya ada tesis dan antitesis. keduanya merupakan suatu kebenaran. Dialektika!

Sigmund Freud memberikan contoh dialektika mengenai eros dan thanatos. Eros merupakan dorongan untuk hidup, sementara thanatos sebaliknya, dorongan untuk mati. Konsep ini bisa dijelaskan dengan pengalaman kita dulu saat masih sekolah. Ketika masuk sekolah, ada keinginan untuk libur. Sementara saat libur, rindu sekolah.

Tesis dan antitesis selalu hadir dalam hidup manusia, bukan untuk saling menegasikan, tapi memperkaya sudut pandang. Karena setelah melihat keduanya, manusia dapat mengelaborasi atau mengintegrasi yang kemudian mewujud dalam sebuah refleksi. 

Jadi, wajar sebenarnya ada dorongan untuk mati. Namun, perlu diingat juga bukan berarti yang ingin mati juga benar-benar tidak ingin hidup. Loh-loh…

Kembali lagi pada konsep dialektika, aku ingin mati saja… dan aku ingin melihat timnas Indonesia bisa tampil di Piala Dunia. Kalau kita lihat secara gestalt pernyataan itu, maka dibalik keinginan untuk mati, ada dorongan untuk hidup.

Jadi, diterima saja bahwa faktanya saat ini pikiran bunuh diri berseliweran dalam ruang imaji manusia. Hal terpenting ialah memunculkan dorongan untuk tetap hidup pada mereka. Hal-hal sederhana bisa menjadi eros, seperti ingin makan burjo di Warmindo, melihat akhir dari One Piece, mendaki gunung, atau ya… ingin tahu kisah selanjutnya dari fufufafa di negeri ini. Khusus yang ini ialah drama fufufafa, bukan judul lagu Ayushita, Fufu Fafa.

Dalam satu sesi konseling dan psikoterapi dengan pendekatan Dialectical Behavior Therapy (DBT), Marsha Linehan berkisah tentang dialektika ini:

Saat kliennya ingin bunuh diri, Oma Linehan bertanya dan meminta pendapatnya, bagaimana jika kliennya mengetahui saudara atau keponakannya ingin mengakhiri hidupnya. Kliennya kemudian menjawab bahwa ia ingin menolongnya, mencegahnya dari bunuh diri. Akan diajaknya saudaranya untuk bercerita, menemui psikolog, dan memberikan dukungan apapun agar ia tetap hidup.

Lihat. Seorang manusia yang ingin mati pun akan mencegah seseorang dari bunuh diri!

Fufu Fafa, bukan?

Sumber gambar: