Tampilkan postingan dengan label Mitologi Yunani. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mitologi Yunani. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 Januari 2020

ἐν παντὶ μύθῳ καὶ τὸ Δαιδάλου μύσος (Bagian 2, Habis)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Dan dendam melahirkan kecemasan kronis. Kata "kronis" tersebut sejatinya diambil dari nama Kronos. 

Sakit hati yang berkronologis. Kronos yang menikahi Rea dihantui kecemasan bahwa keturunannya juga akan mengkhianati dirinya. Ia memakan semua anaknya, kecuali Zeus yang disembunyikan Rea dan ditukar batu. 

Maka hanya batu dan Zeus yang tak lekang oleh siklus dendam berkesinambungan. 

Lalu mengapa manusia terlahir dengan luka yang siap untuk menganga karena pusaran dosa? 

Bukankah kita suci dan terlahir dalam kondisi nan fitri, tapi mengapa kita begitu terpesona pada daya tarik yang kekuatannya akan membuka kembali luka lewat jalan duka. 

Kehilangan karena mencari yang telah dimiliki. Kelelahan karena mengejar pada yang berlari sejengkal saja di belakang kita: masalah. 

Sebenarnya apapun itu nama sandingannya secara metonimia, masalah adalah masalah. Ia selalu akan membersamai kita saat ini dan sesaat kemudian segera bermetamorfosa menjadi masa lalu, bukan?

Maka masalah yang tersisa pastilah sejengkal di belakang, dan ia akan terus ikut berlari selama kita terus berlari. 

Bahkan maslah takkan pernah menjauh sedikitpun, kecuali kita berhenti dan berbalik untuk menghadapi. 

Sayangnya bagi sebagian besar dari kita, konsep itu masih terus betah menjadi sekedar wacana yang terangkum dalam kalimat inspiratif nan kontemplatif dari para "coach" kehidupan. 

Sejujurnya sayapun masuk kategori kelompok pelari, yang sesekali mencoba berani untuk berhenti, belajar menghadapi, dan... pada akhirnya memilih untuk melanjutkan balap lari dengan masalah yang kalau demikian tentu tidak akan pernah kalah, meski juga tak punya peluang untuk menang. 

Kondisi semacam ini tak perlu terlalu berimajinasi tinggi untuk mengetahui hasil akhirnya. Sudah jelas kita akan terkapar kelelahan dan ditimbuni masalah yang telah menyertai kita di sepanjang "pelarian"...


Sumber gambar:

ἐν παντὶ μύθῳ καὶ τὸ Δαιδάλου μύσος (Bagian 1)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Sejarah peradaban manusia terlahir dari luka. Tentang khianat pada realita. Tentang ketakutan Kronos akan arti niscaya hingga ia ingin menciptakan keadaan nirkala.

Timeless... tanpa waktu. 

Dan Kronos pun rela memakan semua anaknya dari Rea karena tersandera dalam kutukan masa lalu. 

Masa lalu yang tak terbunuh oleh waktu. Malah masa lalu itu bertumbuh seiring dengan semesta yang menua. Semesta dan sejarah dari segalanya. 

Dalam karyanya Theogonia. Asal usul segala sesuatu diceritakan oleh Hesiodos. 

Dia mulai dengan Khaos, suatu entitas yang tak berbentuk dan misterius. Dari Khaos ini muncullah Gaia atau Gê (Dewi Bumi) serta beberapa makhluk dewata primer lainnya, di antaranya adalah Eros (Cinta), Tartaros (Perut Bumi), Erebos (Kegelapan), dan Niks (Malam). 

Niks bercinta dengan Erebos dan melahirkan Aither (Langit Atas) dan Hemera (Siang). Tanpa pasangan pria (partenogenesis), Gaia melahirkan Uranus (Dewa Langit) dan Pontos (Dewa Laut). 

Uranus kemudian menjadi suami Gaia. Dari hubungan mereka, terlahirlah para Titan pertama, yang terdiri dari enam Titan pria, yaitu Koios, Krios, Kronos, Hiperion, Iapetos, dan Okeanos, serta enam Titan wanita, yaitu Mnemosine, Foibe, Rea, Theia, Themis, dan Tethis. 

Karena satu dan lain hal Gaia berselisih pandang dengan Uranus yang mengisolasi anak-anak mereka yang buruk rupa (Cyclops, raksasa bermata satu). Gaia murka dan meminta Kronos menyiksa ayahnya yang "kabur" dari kenyataan dan tak ingin terperangkap oleh keadaan. Karena Uranus dianggap Kronos--anaknya sendiri, sebagai pengecut, maka Kronos memotong penis Uranus. 

Maka setiap kisah mitos pastilah mencemari Daidalos... beratnya menanggung derita dunia yang menua dengan begitu banyak noda nista dan begitu banyak semburan ludah berbisa dari kata-kata beracun yang mematikan.

Sumber gambar: