Tampilkan postingan dengan label Marah dan Mindfulness. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Marah dan Mindfulness. Tampilkan semua postingan

Senin, 06 Juli 2020

11 Film Asyik Tentang Mindfulness



Oleh Duddy Fachrudin 

All this anger, man... It just begets greater anger.

Kemarahan memunculkan kemarahan yang lebih besar. 

Premis tersebut tesaji dalam film Three Billboards Outside Ebbing, Missouri, sebuah kisah tentang ketidakrelaan, kurangnya penerimaan, kemarahan, dan ambisi yang meletup-letup dari seorang ibu atas kematian remaja putrinya. 

Pusaran konflik tak hanya pada kehidupan dirinya dengan para polisi yang menurutnya "tidak cakap" dalam menangani kasus anaknya. Sang ibu bernama Mildred ini pun memiliki masalah dengan dirinya sendiri yang suka minum alkohol. Kemudian seorang polisi yang rasis, dan kepala polisi yang rapuh karena kanker. 

Banyak sekali hikmah terkait mindfulness dalam film ini, seperti belajar untuk tidak reaktif, tidak menghakimi, mengembangkan kedermawanan, penerimaan, dan belajar untuk melepas (letting go) dari masa lalu. 

Three Billboards Outside Ebbing, Missouri yang memenangi berbagai penghargaan di OSCAR 2018 merupakan satu dari 11 film asyik tentang mindfulness yang sayang untuk dilewatkan. Berikut daftar ke-11 film yang bisa kita tonton di saat jeda dari kesibukan sekaligus upaya untuk mengembangkan kemampuan mindfulness kita.

  1. Capernaum (2018, IMDB: 8,4)
  2. 27 Steps of May (2019, IMDB: 8,2)
  3. Spiderman: Far From Home (2019, IMDB: 7,5)
  4. Seven Years in Tibet (1997, IMDB: 7,1)
  5. Peaceful Warrior (2006, IMDB: 7,3)
  6. How to Train Your Dragon (2010, IMDB: 8,1)
  7. Le Grand Voyage (2004, IMDB: 7,2)
  8. A Street Cat Named Bob (2016, IMDB: 7,3)
  9. Three Billboards Outside Ebbing, Missouri (2017, IMDB: 8,2)
  10. The Lives of Others (2006, IMDB: 8,4)
  11. Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (2020, IMDB: 7,5)
Semuanya bagus dan sarat akan pembelajaran. Namun jika boleh memilih highly recommended, tiga terbaik maka pilihannya jatuh pada Le Grand Voyage, sebuah road movie perjalanan haji seorang ayah dan anaknya menggunakan mobil dari Prancis. Lalu The Lives of Others, kisah tentang polisi intel di era Jerman Timur yang melakukan pengamatan pada kehidupan seorang penulis. Dan tentu saja Three Billboards Outside Ebbing, Missouri. 


Sumber gambar: 

Minggu, 23 September 2018

Seni Mengungkapkan Marah


Oleh Duddy Fachrudin

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Berilah wasiat kepadaku.” Nabi menjawab,“Janganlah engkau marah.” Laki-laki tadi mengulangi perkataannya berulang kali, beliau (tetap) bersabda,“Janganlah engkau marah.” (HR. Bukhari).

Laa taghdob.

Jangan marah, dua kata yang jika bisa dipraktikkan akan berbuah surga berupa kedamaian dan ketenangan jiwa. Oleh karenanya kita dianjurkan untuk dapat mengendalikan marah.

“Orang yang kuat tidaklah yang kuat dalam bergulat, namun mereka yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Malik).

Untuk tidak marah merupakan suatu hal yang menantang (bukan sulit loh). Maka jika kita belum bisa ke arah itu, sesungguhnya marah boleh-boleh saja. Asalkan dengan syarat: bukan karena nafsu dan marahnya terkendali atau berkesadaran.
     
Mari kita bahas keduanya.

Seorang klien berusia 21 tahun menceritakan pengalaman traumatisnya kepada saya. Wajahnya  memerah, otot-ototnya menegang, nafasnya tidak beraturan. Perubahan fisiologis tersebut menunjukkan memori itu masih sangat melekat dan menimbulkan efek yang tidak nyaman.

Ketika kelas 4 SD, ia pernah membolos. Ayahnya mengetahui hal tersebut dan memarahinya. Sebongkah kayu diambilnya lalu dihantamkan pada pipi kanan anaknya yang masih berusia 10 tahun ketika itu.

Marah sang ayah sangat membekas bagi sang anak. Menimbulkan luka batin baginya hingga saat ini.

Marah kepada anak karena ia melanggar aturan adalah benar. Namun untuk kasus di atas jelas menunjukkan marah yang tidak terkendali, destruktif, dan memiliki efek negatif berkepanjangan. 

Pada akhirnya marah sang ayah kepada anaknya hanya "memberi efek takut" jika suatu saat sang anak coba-coba melanggar aturan. Marah sang ayah yang awalnya "mungkin" untuk mendidik sikap anaknya beralih karena nafsu. Dan marah karena nafsu membuat ketidaknyamanan jiwa, baik individu yang melakukannya dan juga objek yang terkena marah. 

Maka, MARAH memerlukan seni, yaitu saat marah lakukanlah hal ini:

Mindful, amati dan sadari perasaan marah, jangan bereaksi terburu-buru baik secara fisik maupun verbal
Accept, terima perasaan marah
Release, alirkan dan lepaskan energi marah seiring dengan hembusan nafas atau gerakan lembut
AHA, berikan respon marah yang konstruktif serta memunculkan AHA (hikmah positif)
Humble, tarik nafas kembali lalu berikan senyuman kepada diri sendiri, orang lain (yang kita marahi), serta semesta ini

Siap mengungkapkan marah dengan seni MARAH?

Sumber gambar:
http://yourdost.com/blog/2016/08/effective-communication-when-you-are-angry.html