"Wherever you go, there you are."
Penggunaan mindfulness sebagai suatu terapi meluas pada perilaku adiksi. Bowen, Chawla, & Marlat (2011) mengembangkan Mindfulness-Based Relapse Prevention (MBRP) yang memadukan antara terapi kognitif-perilaku dalam upaya relapse prevention (RP) dengan mindfulness meditation. Program tersebut berlangsung selama 8 minggu dan bertujuan meningkatkan kesadaran saat menghadapi pemicu (trigger), mengembangkan pola baru sehingga tidak reaktif, memiliki ketrampilan dalam menghadapi situasi yang dapat memunculkan respon reaktif, meningkatkan penerimaan terhadap craving dan memudahkan untuk melepasnya (letting go). Mindfulness-Based Relapse Prevention didesain sebagai latihan kesadaran bagi penyalahguna Narkoba yang pikirannya terperangkap dalam suatu pola, sehingga terus ada keinginan untuk memakai Narkoba kembali (craving). Latihan-latihan mindfulness meditation dalam MBRP meliputi mindful eating, meditasi deteksi tubuh, meditasi napas dan meditasi SOBER (Stop, Observe, Breath, Expand, Respond), meditasi jalan, meditasi suara, dan meditasi yang dimodifikasi yang berkaitan dengan aspek kognitif/ pikiran.
Penelitian efektifitas MBRP dilakukan oleh Bowen dkk (2009). Sejumlah 168 partisipan (64% laki-laki) mengikuti program MBRP. Mereka adalah para penyalahguna Narkoba dan zat adiktif lainnya yang dipilih secara random dan bersedia untuk berhenti sementara dari program rehabilitasi yang sedang dijalani. Penelitian dilakukan secara randomized controlled trial dengan mengukur craving, penggunaan Narkoba, penerimaan diri, depresi, kecemasan, dan level mindfulness. Residen melaporkan penggunaan Narkoba 60 hari sebelum program, saat selesai program, dan dua serta empat bulan setelah selesai program (follow up).
Tingkat kehadiran partisipan setiap sesi MBRP rata-rata 65% dan partisipan yang melakukan latihan mindfulness meditation 85% dari total partisipan. Dari 85% tersebut sebanyak 54% yang terus melanjutkan mindfulness meditation setelah 4 bulan program selesai. Berdasarkan hasil feedback kuesioner menyatakan partisipan menilai positif program yang telah dilangsungkan kepada mereka. Jika dibandingkan dengan program standar (as usual), tingkat craving penyalahguna Narkoba lebih rendah pada program MBRP dibanding program standar. Partisipan pada program MBRP juga memiliki tingkat kesadaran dan penerimaan (saat menghadapi pemicu) yang meningkat.
Saat partisipan selesai mengikuti program MBRP, mereka kembali mengikuti program standar, dan partisipan tidak diwajibkan untuk melatih mindfulness serta mengaplikasikan hasil pembelajaran yang sudah didapat dari MBRP. Hasilnya, penggunaan Narkoba pada partisipan MBRP kembali meningkat dan memiliki skor yang sama dengan partisipan program standar.
Maka, berdasarkan hasil penelitian ini, perlu direkomendasikan bahwa partisipan program MBRP perlu terus berlatih mindfulness meditation setelah program selesai. Selain itu hal yang penting adalah perlunya pengajar yang konsisten dan komunitas yang mendukung dan memberi kesempatan untuk terus melakukan mindfulness meditation.
Penggunaan mindfulness sebagai suatu bentuk terapi pada komunitas penyalahguna Narkoba mendukung program 12 Langkah Narcotic Anonymous (NA). Poin 11 pada 12 Langkah NA menyatakan bahwa doa dan meditasi sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran untuk berhubungan dengan Tuhan. Sehingga dalam program 12 Langkah NA, mindfulness meditation bisa terus dilakukan selama dan bahkan setelah proses pemulihan.
Bowen, S, Chawla, N, & Marlat, G. W. 2011. Mindfulness-based relapse prevention for addictive behaviors: A clinician’s guide. New York: The Guilford Press.
Bowen S, Chawla N, Collins SE, Witkiewitz K, Hsu S, et al. (2009) Mindfulness-based relapse prevention for substance use disorders: A pilot efficacy trial. Subst Abus, 30, 295-305.
https://muslimvillage.com/2011/09/22/14948/drugs-alcohol-and-muslims/
Otak manusia bersifat plastis atau biasa dikenal dengan neuroplastisitas. Konsep neuroplatisitas merujuk pada kemampuan otak untuk berubah secara struktural dan fungsional akibat dari input lingkungan (Setiabudhi dalam Sutanto, 2015). Penelitian dari suatu tim neurosains yang meneliti otak seorang biksu bernama Richard Matthieu di Prancis. Penelitian berlangsung selama 4 tahun, yaitu dari tahun 2008-2012. Richard Matthieu melakukan mindfulness meditation dan dipasang konektor di kepalanya untuk melihat aktivitas otaknya selama melakukan mindfulness meditation. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas yang luar biasa di bagian korteks prefrontal otak Richard (Ulfah, 2010).
Penelitian Sara Lazar, seorang neurosaintis dari Harvard melakukan penelitian dengan membandingkan otak kelompok meditator dan non-meditator. Kelompok meditator adalah orang umum yang biasa melakukan meditasi selama kurang lebih satu jam setiap harinya. Lazar menemukan di beberapa area kortikal otak kelompok meditator lebih tebal daripada kelompok non-meditator. Salah satu area kortikal yang lebih tebal adalah korteks prefrontal (Baime, 2011).
Perbedaan aktivitas atau volume yang terjadi pada otak subjek penelitian merupakan bentuk dari sifat otak yang plastis. Pelatihan-pelatihan otak seperti
mindfulness menjadi pembeda otak individu sebelum dan sesudah pelatihan otak tersebut. Sifat plastis juga sebenarnya terjadi pada otak penyalahguna Narkoba saat individu tersebut berhenti menggunakan Narkoba. Otak tersebut akan perlahan kembali normal, namun dengan berlatih
mindfulness dapat menjadi katalis otak tersebut lebih cepat kembali normal bahkan menjadi lebih baik kualitasnya.
Konsep
mindfulness berawal dari melepaskan penderitaan yang dialami manusia. Penderitaan tersebut dapat berupa stres, depresi, cemas, konflik interpersonal, kebingungan, khawatir berlebihan dan ketakutan-ketakutan irasional (Mace, 2008). Mindfulness dipercaya dapat mengurangi penderitaan dan mempromosikan kesejahteraan (Grossman & Van Dam, 2011).
Menurut Mace (2008),
mindfulness menekankan pada kesadaran, menjadi sadar sepenuhnya pada apa yang terjadi saat ini, dengan mengalihkan pengalaman yang lain, diterima sepenuhnya tanpa penilaian.
Mindfulness merupakan suatu keterampilan dalam memberikan perhatian dengan berfokus pada satu tujuan, saat ini, dan tidak menilai (Kabat-Zinn, 1990).
Mindfulness sangat berorientasi pada hidup saat ini. Konsep hidup pada saat ini (
living in the present) berbeda dengan hidup untuk saat ini (
living for the present). Hidup untuk saat ini dapat membuat seorang individu berperilaku dengan tidak mempertimbangkan konsekuensi yang terjadi di masa depan. Hidup pada saat ini mengembangkan perilaku berdasarkan kontrol diri dan pencapaian tujuan yang lebih efektif (Brown, Ryan, & Creswell, 2007).
Tujuan utama dari berlatih
mindfulness adalah untuk mengolah kesadaran agar tidak reaktif, serta penerimaan atas suatu hal/ objek. Ketika hal tersebut meningkat, maka individu akan lebih mudah untuk melepas objek tersebut. Brahm (2013), menyatakan usaha dalam
mindfulness diarahkan untuk melepas dan mengembangkan pikiran yang cenderung tidak melekat. Salah satu yang perlu dilepas adalah yang menjadi beban dalam pikiran manusia. Saat seseorang membiarkan hal-hal berlalu dalam pikiran, maka akan terasa jauh lebih lega dan lebih bebas.
Narkoba menjadi suatu zat yang sulit dilepaskan dari pikiran, karena pengaruhnya yang memicu pengeluaran dopamin secara berlebihan. Efek dopamin yang membuat nikmat (efek candu) ini yang melekat pada tubuh dan pikiran, sehingga penyalahguna Narkoba mengulangi penggunaan Narkoba. Berlatih mindfulness bertujuan menghilangkan kemelekatan individu penyalahguna Narkoba terhadap kenikmatan yang muncul akibat pengeluaran dopamin yang berlebihan.
Cek pelatihan/ event mindfulness terbaru di sini >>>
Baime, M. (2011, Juli). This is your brain on mindfulness. Shambala Sun. http://www.nmr.mgh.harvard.edu/~britta/SUN_July11_Baime.pdf diakses pada tanggal 2 Februari 2015.
Brahm, A. 2008. Superpower mindfulness. Jakarta: Ehipassiko Foundation
Brown, K. W., Ryan, R. M., & Creswell, J. D. (2007). Mindfulness: Theoretical foundations and evidence for its salutary effects. Psychological Inquiry, 18(4), 211-237, doi: 10.1080/10478400701598298.
Grossman, P., & Van Dam, N. T. (2011). Mindfulness, by any other name...: Trials and tribulations of sati in western psychology and science. Contemporary Buddhism, 12(1), 219-239, doi: 10.1080/14639947.2011.5648 41.
Kabat-Zinn, J. (1990). Full catastrophe living: Using the wisdom of your body and mind to face stress, pain, and illness. New York: Bantam Dell.
Mace, C. (2008). Mindfulness and mental health: Therapy, theory, and science. New York: Routledge.
Setiabudhi, T. (2015). Neuroplatisitas dan tai chi. Dalam J. Sutanto (Ed.), The dancing leader 4.0: Tai chi dan kesehatan otak, senam berbasis neuroplastisitas (hh. 1-48). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Ulfah, N. (2010, September). Otak manusia siapa yang paling bahagia di dunia. Detik.com. http://health.detik.com/read/2010/02/09/160046/1296057/766/otak-manusia-yang-paling-bahagia-di-dunia/ diakses tanggal 13 November 2014
http://healingtraumacenter.com/neuroplasticity-and-rewiring-the-brain/