Tampilkan postingan dengan label Otak Rusak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Otak Rusak. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 Juni 2017

Narkoba, Mindfulness, dan Neuroplatisitas Otak


Oleh Duddy Fachrudin

Otak manusia bersifat plastis atau biasa dikenal dengan neuroplastisitas. Konsep neuroplatisitas merujuk pada kemampuan otak untuk berubah secara struktural dan fungsional akibat dari input lingkungan (Setiabudhi dalam Sutanto, 2015). Penelitian dari suatu tim neurosains yang meneliti otak seorang biksu bernama Richard Matthieu di Prancis. Penelitian berlangsung selama 4 tahun, yaitu dari tahun 2008-2012. Richard Matthieu melakukan mindfulness meditation dan dipasang konektor di kepalanya untuk melihat aktivitas otaknya selama melakukan mindfulness meditation. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas yang luar biasa di bagian korteks prefrontal otak Richard (Ulfah, 2010).




Penelitian Sara Lazar, seorang neurosaintis dari Harvard melakukan penelitian dengan membandingkan otak kelompok meditator dan non-meditator. Kelompok meditator adalah orang umum yang biasa melakukan meditasi selama kurang lebih satu jam setiap harinya. Lazar menemukan di beberapa area kortikal otak kelompok meditator lebih tebal daripada kelompok non-meditator. Salah satu area kortikal yang lebih tebal adalah korteks prefrontal (Baime, 2011).

Perbedaan aktivitas atau volume yang terjadi pada otak subjek penelitian merupakan bentuk dari sifat otak yang plastis. Pelatihan-pelatihan otak seperti mindfulness menjadi pembeda otak individu sebelum dan sesudah pelatihan otak tersebut. Sifat plastis juga sebenarnya terjadi pada otak penyalahguna Narkoba saat individu tersebut berhenti menggunakan Narkoba. Otak tersebut akan perlahan kembali normal, namun dengan berlatih mindfulness dapat menjadi katalis otak tersebut lebih cepat kembali normal bahkan menjadi lebih baik kualitasnya. 

Konsep mindfulness berawal dari melepaskan penderitaan yang dialami manusia. Penderitaan tersebut dapat berupa stres, depresi, cemas, konflik interpersonal, kebingungan, khawatir berlebihan dan ketakutan-ketakutan irasional (Mace, 2008). Mindfulness dipercaya dapat mengurangi penderitaan dan mempromosikan kesejahteraan (Grossman & Van Dam, 2011). 

Menurut Mace (2008), mindfulness menekankan pada kesadaran, menjadi sadar sepenuhnya pada apa yang terjadi saat ini, dengan mengalihkan pengalaman yang lain, diterima sepenuhnya tanpa penilaian. Mindfulness merupakan suatu keterampilan dalam memberikan perhatian dengan berfokus pada satu tujuan, saat ini, dan tidak menilai (Kabat-Zinn, 1990). Mindfulness sangat berorientasi pada hidup saat ini. Konsep hidup pada saat ini (living in the present) berbeda dengan hidup untuk saat ini (living for the present). Hidup untuk saat ini dapat membuat seorang individu berperilaku dengan tidak mempertimbangkan konsekuensi yang terjadi di masa depan. Hidup pada saat ini mengembangkan perilaku berdasarkan kontrol diri dan pencapaian tujuan yang lebih efektif (Brown, Ryan, & Creswell, 2007). 

Tujuan utama dari berlatih mindfulness adalah untuk mengolah kesadaran agar tidak reaktif, serta penerimaan atas suatu hal/ objek. Ketika hal tersebut meningkat, maka individu akan lebih mudah untuk melepas objek tersebut. Brahm (2013), menyatakan usaha dalam mindfulness diarahkan untuk melepas dan mengembangkan pikiran yang cenderung tidak melekat. Salah satu yang perlu dilepas adalah yang menjadi beban dalam pikiran manusia. Saat seseorang membiarkan hal-hal berlalu dalam pikiran, maka akan terasa jauh lebih lega dan lebih bebas. 

Narkoba menjadi suatu zat yang sulit dilepaskan dari pikiran, karena pengaruhnya yang memicu pengeluaran dopamin secara berlebihan. Efek dopamin yang membuat nikmat (efek candu) ini yang melekat pada tubuh dan pikiran, sehingga penyalahguna Narkoba mengulangi penggunaan Narkoba. Berlatih mindfulness bertujuan menghilangkan kemelekatan individu penyalahguna Narkoba terhadap kenikmatan yang muncul akibat pengeluaran dopamin yang berlebihan.

Cek pelatihan/ event mindfulness terbaru di sini >>>

Referensi:
Baime, M. (2011, Juli). This is your brain on mindfulness. Shambala Sun. http://www.nmr.mgh.harvard.edu/~britta/SUN_July11_Baime.pdf diakses pada tanggal 2 Februari 2015.

Brahm, A. 2008. Superpower mindfulness. Jakarta: Ehipassiko Foundation

Brown, K. W., Ryan, R. M., & Creswell, J. D. (2007). Mindfulness: Theoretical foundations and evidence for its salutary effects. Psychological Inquiry, 18(4), 211-237, doi: 10.1080/10478400701598298.

Grossman, P., & Van Dam, N. T. (2011). Mindfulness, by any other name...: Trials and tribulations of sati in western psychology and science. Contemporary Buddhism, 12(1), 219-239, doi: 10.1080/14639947.2011.5648 41.

Kabat-Zinn, J. (1990). Full catastrophe living: Using the wisdom of your body and mind to face stress, pain, and illness. New York: Bantam Dell.

Mace, C. (2008). Mindfulness and mental health: Therapy, theory, and science. New York: Routledge.

Setiabudhi, T. (2015). Neuroplatisitas dan tai chi. Dalam J. Sutanto (Ed.), The dancing leader 4.0: Tai chi dan kesehatan otak, senam berbasis neuroplastisitas (hh. 1-48). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Ulfah, N. (2010, September). Otak manusia siapa yang paling bahagia di dunia. Detik.com. http://health.detik.com/read/2010/02/09/160046/1296057/766/otak-manusia-yang-paling-bahagia-di-dunia/ diakses tanggal 13 November 2014

Sumber gambar:
http://healingtraumacenter.com/neuroplasticity-and-rewiring-the-brain/

Minggu, 11 Juni 2017

Phineas Gage dan Narkoba: Otak Rusak, Perilaku Berubah


Oleh Duddy Fachrudin

Kasus kerusakan otak fenomenal terjadi pada Phineas Gage. Damasio (1994) memaparkan, Gage adalah seorang insinyur bangunan yang bekerja untuk perusahaan pembuat jalan kereta api Rutland & Burlington Railroad. Pada musim panas 13 September 1848. Gage mengalami kecelakaan parah yang merusak otaknya. Sebatang besi menembus pipi kirinya melintasi otak di belakang mata menyeruak keluar batok kepalanya. Setelah luka kepalanya sembuh, Gage tampak hidup normal, berbicara secara rasional dan kemampuan berpikirnya tampak utuh, namun terjadi perubahan karakter dan perilaku pada diri Gage. Dahulu Gage dikenal sebagai orang yang sabar, energik, dan cerdas. Setelah kecelakaan tersebut, Gage kehilangan beberapa karakter dan perilaku yang esensial. Gage menjadi pribadi yang kasar, agresif, pemberang, dan temperamental. 

Berbagai kajian dilakukan untuk menemukan penyebab perubahan karakter pada Phineas Gage. Dr. Antonio Damasio dan koleganya melakukan brain-scanning dan menyimpulkan bahwa perubahan karakter dan perilaku Gage karena kerusakan pada bagian korteks prefrontal. Berdasarkan kasus Phineas Gage, dapat disimpulkan kerusakan otak mempengaruhi perubahan karakter dan perilaku individu.

Lesi pada otak tidak hanya terjadi karena kecelakaaan benda fisik. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan pencitraan otak dan neurosains, pengaruh-pengaruh pornografi dan Narkoba dapat mempengaruhi kondisi otak. Berkaitan dengan Narkoba, para peneliti menemukan bahwa penyalahgunaan Narkoba dan zat adiktif lainnya dapat menyebabkan kerusakan parah pada otak. Hasil pemindaian otak penyalahguna Narkoba dan alkohol (zat adikitif lainnya) menampilkan otak yang mengerikan. Otak mereka kurang aktif, lebih kisut, dan kurang sehat. Secara psikologis, sistem kognitif, afektif, dan perilaku yang nampak pada penyalahguna Narkoba adalah mudah lupa, impulsif, sulit fokus, gelisah, agresif, apatis, dan kehilangan minat terhadap masa depan (Amen, 2011).




Setidaknya ada empat bagian otak yang rusak akibat penyalahgunaan Narkoba dan zat aditif lainnya. Bagian-bagian otak tersebut, yaitu korteks prefrontal, lobus temporal, girus singulata dan sistem limbik, serta basal ganglia. Berikut penjelasannya:

Korteks prefrontal merupakan bagian dari otak depan (lobus frontalis). Terjadi penurunan aktivitas korteks prefrontal yang menyebabkan permasalahan psikologis pada penyalahguna Narkoba seperti sulit fokus, sulit mengendalikan impuls, kesulitan dalam melakukan organisasi dan perencanaan, kurang bisa memberikan penilaian dengan baik, serta kurang empati. 

Lobus temporal merupakan salah satu bagian korteks otak yang terletak dekat dengan telinga. Terjadi penurunan aktivitas pada lobus temporal yang menyebabkan seorang penyalahguna Narkoba menjadi berperilaku kasar bahkan dapat berujung pada perilaku kekerasan/ agresif, serta kesulitan dalam belajar. 

Girus singulata terletak antara korteks dengan sistem limbik. Terjadi peningkatan aktivitas pada girus singulata dan sistem limbik (khususnya amigdala) yang menyebabkan penyalahguna Narkoba memiliki pemikiran yang kaku dan sulit memilih alternatif lain. Selain itu emosi menjadi cenderung negatif dan moodiness

Basal ganglia terletak di bagian tengah otak. Terjadi peningkatan aktivitas pada basal ganglia yang menyebabkan perilaku menjadi addict—kecanduan, ketagihan, bahkan pada akhirnya ketergantungan (dependen) terhadap Narkoba.

Otak rusak, perilaku pun berubah. 

“Saya pakai Narkoba 14 tahun, apakah otak saya bisa kembali normal Bro?”, tanya seorang residen di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika nasional (BNN) kepada penulis di sela-sela program komunitas craving & relapse prevention yang dibawakan penulis dan rekan penulis.

Pertanyaan bagus sekali. Dan pembahasannya ada pada artikel berikutnya di sini
Referensi:
Amen, D. G. (2011). Change your brain change your life. Bandung: Qanita.

Damasio, A. (1994). Descartes error: Emotion, reason, and the human brain. Avon Books:New York.

Sumber gambar:
http://www.drugrehabadvisor.com/drug-addiction/crystal-meth-addiction/brain-damage-permanent-meth-addiction/