Tampilkan postingan dengan label Mindfulness dan Adiksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mindfulness dan Adiksi. Tampilkan semua postingan

Senin, 06 April 2020

Dhyana Corona


Oleh Duddy Fachrudin 

Corona ada dimana-mana 
Tersedia dimana-mana 

Terselubung di antara rasa dalam lidah 
Perlahan manusia menjadi budaknya 

Tak terasa 

### 

Mereka menghiasi piring dan gelasmu 
Semerbak nikmatnya berserakan dalam kemasan warna warni duniamu 

Menjadi teman dalam aktivitasmu 

### 

Teman tapi musuh 
Karena pelan-pelan menjadi pembunuh 

5 juta manusia mati 5 tahun lalu 

Setiap tahun meningkat melesat 
Tapi tetap manusia tak menyadarinya dan tersesat 

### 

Cina, penderitanya nomor satu 
Indonesia nomor tujuh 

Lumayanlah punya peluang masuk liga champion
Yang juaranya diberi hadiah lampion 

Lampion yang menerangi hidupmu yang gelap dan mengap-mengap 

### 

Silent killer
tapi bikin ngiler 

### 

Salah satu dari tiga penyebab kematian paling banyak di negeri ini, 
dan mudah membuat penderitanya terpapar corona yang menjadi selebriti saat ini 

### 

Terjadi inflamasi 
Obstruksi dan dekongesti 

Edema serta plak koronaria 

### 

Emosimu berubah-ubah 
Gaduh gelisah 

Konsentrasi susah 
Jiwa berasa lelah 

### 

Mikir dan dzikir menjadi sulit 

Tak bisa lagi berkelit 

Karena otak terus meminta 
Layaknya seks dan narkoba 

### 

Perilaku menjadi tak terkendali 
Tak bisa lagi menahan diri 

Kata filsuf, 
inilah penyebab manusia mencintai gempita materi 

Tak ada lagi puas diri 

### 

Sorry, corona selebriti yang jadi perbincangan dunia kini,
"Kau belum ada apa-apanya!"

Pongah tingkahnya 

### 

Sombongnya didukung industri kapitalis 

Bisnis ini memang manis 

### 

Sungguh, 
ia tak bersalah 

Karena berlebihannya itu yang amat sangat berbahaya 

Tapi namanya manusia, 
yang penuh dinamika, 
terjebak dan terpedaya 

Seolah tak apa-apa 

Benarkah? Mau mencoba? 

### 

Cukup 4 atau 5 sendok makan setiap hari 
Batas maksimal yang disarankan para ahli 
Kalau mau porsinya lebih 

Terus menerus hingga 60 hari 
Boleh ditambah hingga 120 hari 
Dan lanjutkan lagi dan lagi 

Apa yang terjadi kemudian pada organ hati? 

### 

Merawat tubuh tanda bersyukur 
Tafakur dan tadzakkur 

Kunci urip selaras lan harmonis 

### 

20 tahun lagi 
Cina tetap pole position 
Indonesia standing ovation 

Posisinya melejit 

Maka dalam bahasa sanskrit:
Dhyana

Meditasilah
Puasa dari corona gula 

Sumber gambar: 

Selasa, 05 November 2019

Adiksi Kehidupan dan Mindful Parenting


Oleh Duddy Fachrudin

Mbah Kabat-Zinn bilang kalau mindful parenting itu pekerjaan yang paling abot (berat) di dunia ini, tapi mindful parenting juga pekerjaan yang memiliki potensi kepuasan dan kebahagiaan yang paling dalam sepanjang hidup...

Berat karena di jaman penuh distraksi ini orangtua menghadapi tantangan untuk bisa memberikan perhatian penuh kepada anak-anaknya.

Distraksi bukan hanya dari adiksi akan smartphone, melainkan juga adiksi kehidupan bernama pekerjaan, uang atau materi lainnya, serta ambisi yang membius menghanyutkan sekaligus melupakan.

Tak terasa waktu terus berlalu dan seakan semua baik-baik saja hingga sang anak berkata dalam hatinya: 

"Ayah Bunda kok ga pernah merhatiin aku ya? Ga pernah nanya teman-temanku. Ga pernah tau keterampilan bersepeda ku sudah sampai mana."

Ayah bunda tak pernah ada, meski hanya sebagai sandaran punggungku saat bermain hape setelah lelah bersepeda.

Maka interaksi interpersonal bukan hanya tercipta melalui kata belaka, namun sentuhan dan pelukan hangat akan menanamkan memori indah di hipokampus sang anak. "Aku dicintai," begitu katanya dalam hati.

Dan perhatian yang diberikan orangtua dalam bentuk afeksi yang hangat ini menjadi faktor protektif dari munculnya perilaku negatif pada anak. Sebut saja menggunakan narkoba, seks bebas, tawuran, dan sebagainya yang bersifat reaktif.

Kehangatan, kelembutan, dan cinta dari ayah bunda akan membentuk karakter positif pada anak. Maka sesungguhnya bukan barang mewah atau liburan ke luar negeri yang dibutuhkannya. 

Mereka hanya ingin hati orangtuanya terkoneksi dengan hatinya.

Sumber gambar:

Sabtu, 17 Juni 2017

Cegah Craving & Relapse (Narkoba) dengan MBRP


Oleh Duddy Fachrudin

Penggunaan mindfulness sebagai suatu terapi meluas pada perilaku adiksi. Bowen, Chawla, & Marlat (2011) mengembangkan Mindfulness-Based Relapse Prevention (MBRP) yang memadukan antara terapi kognitif-perilaku dalam upaya relapse prevention (RP) dengan mindfulness meditation. Program tersebut berlangsung selama 8 minggu dan bertujuan meningkatkan kesadaran saat menghadapi pemicu (trigger), mengembangkan pola baru sehingga tidak reaktif, memiliki ketrampilan dalam menghadapi situasi yang dapat memunculkan respon reaktif, meningkatkan penerimaan terhadap craving dan memudahkan untuk melepasnya (letting go). Mindfulness-Based Relapse Prevention didesain sebagai latihan kesadaran bagi penyalahguna Narkoba yang pikirannya terperangkap dalam suatu pola, sehingga terus ada keinginan untuk memakai Narkoba kembali (craving). Latihan-latihan mindfulness meditation dalam MBRP meliputi mindful eating, meditasi deteksi tubuh, meditasi napas dan meditasi SOBER (Stop, Observe, Breath, Expand, Respond), meditasi jalan, meditasi suara, dan meditasi yang dimodifikasi yang berkaitan dengan aspek kognitif/ pikiran. 




Penelitian efektifitas MBRP dilakukan oleh Bowen dkk (2009). Sejumlah 168 partisipan (64% laki-laki) mengikuti program MBRP. Mereka adalah para penyalahguna Narkoba dan zat adiktif lainnya yang dipilih secara random dan bersedia untuk berhenti sementara dari program rehabilitasi yang sedang dijalani. Penelitian dilakukan secara randomized controlled trial dengan mengukur craving, penggunaan Narkoba, penerimaan diri, depresi, kecemasan, dan level mindfulness. Residen melaporkan penggunaan Narkoba 60 hari sebelum program, saat selesai program, dan dua serta empat bulan setelah selesai program (follow up).

Tingkat kehadiran partisipan setiap sesi MBRP rata-rata 65% dan partisipan yang melakukan latihan mindfulness meditation 85% dari total partisipan. Dari 85% tersebut sebanyak 54% yang terus melanjutkan mindfulness meditation setelah 4 bulan program selesai. Berdasarkan hasil feedback kuesioner menyatakan partisipan menilai positif program yang telah dilangsungkan kepada mereka. Jika dibandingkan dengan program standar (as usual), tingkat craving penyalahguna Narkoba lebih rendah pada program MBRP dibanding program standar. Partisipan pada program MBRP juga memiliki tingkat kesadaran dan penerimaan (saat menghadapi pemicu) yang meningkat. 

Saat partisipan selesai mengikuti program MBRP, mereka kembali mengikuti program standar, dan partisipan tidak diwajibkan untuk melatih mindfulness serta mengaplikasikan hasil pembelajaran yang sudah didapat dari MBRP. Hasilnya, penggunaan Narkoba pada partisipan MBRP kembali meningkat dan memiliki skor yang sama dengan partisipan program standar.

Maka, berdasarkan hasil penelitian ini, perlu direkomendasikan bahwa partisipan program MBRP perlu terus berlatih mindfulness meditation setelah program selesai. Selain itu hal yang penting adalah perlunya pengajar yang konsisten dan komunitas yang mendukung dan memberi kesempatan untuk terus melakukan mindfulness meditation.

Penggunaan mindfulness sebagai suatu bentuk terapi pada komunitas penyalahguna Narkoba mendukung program 12 Langkah Narcotic Anonymous (NA). Poin 11 pada 12 Langkah NA menyatakan bahwa doa dan meditasi sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran untuk berhubungan dengan Tuhan. Sehingga dalam program 12 Langkah NA, mindfulness meditation bisa terus dilakukan selama dan bahkan setelah proses pemulihan.
Referensi: 
Bowen, S, Chawla, N, & Marlat, G. W. 2011. Mindfulness-based relapse prevention for addictive behaviors: A clinician’s guide. New York: The Guilford Press.

Bowen S, Chawla N, Collins SE, Witkiewitz K, Hsu S, et al. (2009) Mindfulness-based relapse prevention for substance use disorders: A pilot efficacy trial. Subst Abus, 30, 295-305.

Sumber gambar:
https://muslimvillage.com/2011/09/22/14948/drugs-alcohol-and-muslims/

Minggu, 11 Juni 2017

Phineas Gage dan Narkoba: Otak Rusak, Perilaku Berubah


Oleh Duddy Fachrudin

Kasus kerusakan otak fenomenal terjadi pada Phineas Gage. Damasio (1994) memaparkan, Gage adalah seorang insinyur bangunan yang bekerja untuk perusahaan pembuat jalan kereta api Rutland & Burlington Railroad. Pada musim panas 13 September 1848. Gage mengalami kecelakaan parah yang merusak otaknya. Sebatang besi menembus pipi kirinya melintasi otak di belakang mata menyeruak keluar batok kepalanya. Setelah luka kepalanya sembuh, Gage tampak hidup normal, berbicara secara rasional dan kemampuan berpikirnya tampak utuh, namun terjadi perubahan karakter dan perilaku pada diri Gage. Dahulu Gage dikenal sebagai orang yang sabar, energik, dan cerdas. Setelah kecelakaan tersebut, Gage kehilangan beberapa karakter dan perilaku yang esensial. Gage menjadi pribadi yang kasar, agresif, pemberang, dan temperamental. 

Berbagai kajian dilakukan untuk menemukan penyebab perubahan karakter pada Phineas Gage. Dr. Antonio Damasio dan koleganya melakukan brain-scanning dan menyimpulkan bahwa perubahan karakter dan perilaku Gage karena kerusakan pada bagian korteks prefrontal. Berdasarkan kasus Phineas Gage, dapat disimpulkan kerusakan otak mempengaruhi perubahan karakter dan perilaku individu.

Lesi pada otak tidak hanya terjadi karena kecelakaaan benda fisik. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan pencitraan otak dan neurosains, pengaruh-pengaruh pornografi dan Narkoba dapat mempengaruhi kondisi otak. Berkaitan dengan Narkoba, para peneliti menemukan bahwa penyalahgunaan Narkoba dan zat adiktif lainnya dapat menyebabkan kerusakan parah pada otak. Hasil pemindaian otak penyalahguna Narkoba dan alkohol (zat adikitif lainnya) menampilkan otak yang mengerikan. Otak mereka kurang aktif, lebih kisut, dan kurang sehat. Secara psikologis, sistem kognitif, afektif, dan perilaku yang nampak pada penyalahguna Narkoba adalah mudah lupa, impulsif, sulit fokus, gelisah, agresif, apatis, dan kehilangan minat terhadap masa depan (Amen, 2011).




Setidaknya ada empat bagian otak yang rusak akibat penyalahgunaan Narkoba dan zat aditif lainnya. Bagian-bagian otak tersebut, yaitu korteks prefrontal, lobus temporal, girus singulata dan sistem limbik, serta basal ganglia. Berikut penjelasannya:

Korteks prefrontal merupakan bagian dari otak depan (lobus frontalis). Terjadi penurunan aktivitas korteks prefrontal yang menyebabkan permasalahan psikologis pada penyalahguna Narkoba seperti sulit fokus, sulit mengendalikan impuls, kesulitan dalam melakukan organisasi dan perencanaan, kurang bisa memberikan penilaian dengan baik, serta kurang empati. 

Lobus temporal merupakan salah satu bagian korteks otak yang terletak dekat dengan telinga. Terjadi penurunan aktivitas pada lobus temporal yang menyebabkan seorang penyalahguna Narkoba menjadi berperilaku kasar bahkan dapat berujung pada perilaku kekerasan/ agresif, serta kesulitan dalam belajar. 

Girus singulata terletak antara korteks dengan sistem limbik. Terjadi peningkatan aktivitas pada girus singulata dan sistem limbik (khususnya amigdala) yang menyebabkan penyalahguna Narkoba memiliki pemikiran yang kaku dan sulit memilih alternatif lain. Selain itu emosi menjadi cenderung negatif dan moodiness

Basal ganglia terletak di bagian tengah otak. Terjadi peningkatan aktivitas pada basal ganglia yang menyebabkan perilaku menjadi addict—kecanduan, ketagihan, bahkan pada akhirnya ketergantungan (dependen) terhadap Narkoba.

Otak rusak, perilaku pun berubah. 

“Saya pakai Narkoba 14 tahun, apakah otak saya bisa kembali normal Bro?”, tanya seorang residen di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika nasional (BNN) kepada penulis di sela-sela program komunitas craving & relapse prevention yang dibawakan penulis dan rekan penulis.

Pertanyaan bagus sekali. Dan pembahasannya ada pada artikel berikutnya di sini
Referensi:
Amen, D. G. (2011). Change your brain change your life. Bandung: Qanita.

Damasio, A. (1994). Descartes error: Emotion, reason, and the human brain. Avon Books:New York.

Sumber gambar:
http://www.drugrehabadvisor.com/drug-addiction/crystal-meth-addiction/brain-damage-permanent-meth-addiction/