Tampilkan postingan dengan label Neurofisiologi Mindfulness. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Neurofisiologi Mindfulness. Tampilkan semua postingan

Kamis, 10 Desember 2020

Jeda untuk Hati: Sebuah Renungan Pagi




Oleh Tauhid Nur Azhar

Waktu adalah dimensi yang malar. Selalu maju seiring dengan nalar dan sadar. 

Tentu masing-masing kita berbeda kadar, berbeda cara menakar, dan juga berbeda dalam hal nilai yang mengakar. Tetapi kita semua meyakini bahwa waktu dan ruang adalah keniscayaan yang terintegrasi dengan esensi dan eksistensi. Keberadaan dan nilai keberadaan. 

Saya pribadi menyadari di masa-masa penuh ujian ini begitu banyak merasakan kebaikan dan ketulusan dari banyak orang, yang bahkan tidak kita kenal sebelumnya. 

Kebersamaan dalam mengarungi ujian mempererat kepedulian dan menumbuhkan nilai-nilai persaudaraan yang memanusiakan kembali manusia. Akar keberadaan untuk memberi kebermanfaatan menjadi semakin terasakan. 

Bahkan secara resiprositas, saat seorang kawan mengalami kesulitan dan kita merasa kurang optimal dalam membantu, ada rasa bersalah yang terasa mengganggu. 

Mungkin ini adalah nilai kesadaran yang menyeruak dari pemahaman terhadap esensi dan eksistensi. Kehadiran di ruang waktu yang terus maju dan jejaring interaksi yang terjadi di dalamnya. 

Kemampuan prokreasi dan komunikasi yang berpadu dalam orkestrasi fungsi eksekusi (executive function), membuat simfoni nan harmoni dari semua fungsi neurofisiologi dan endokrinologi dalam menghadirkan kreasi berupa komposisi yang penuh arti dalam memaknai perjalanan hidup ini. 

Tak dapat dipungkiri, Sunatullah dan Fitrah makhluk adalah menua, menjadi renta. Berdegenerasi dan mengalami transformasi fungsi. Meski sulit dan berat untuk dijalani, apalagi dimengerti, tetapi sesuai takdir semua akan terjadi. 

Perjalanan hidup akan menghadirkan pengalaman dan pembelajaran. Tak pelak ini adalah peran organik dari organa sensuum alias indera, juga thalamus, limbik, dan area asosiatif di korteks otak. 

Master Chef PFC (prefrontal cortex) akan meramunya menjadi berbagai keputusan dan kebijaksanaan yang kemudian menjadi bagian tak terpisahkan dari kualitas hidup kita. Termasuk di dalamnya persoalan kepemimpinan, pengelolaan potensi, dan juga adaptasi serta proses pelatihan dalam menghadapi berbagai ujian. 

Dinamika emosi dan pengembangan konsep perilaku menjadi bahan baku yang selalu harus diracik dan dijaga agar tidak "over" atau "under" cook. Dan itu menantang sekali. 

Kita memainkan sebuah komposisi rumit dalam orkestra grand philharmonic dalam pentas kehidupan, dengan partitur yang setiap halaman berikutnya dapat berubah sesuai dengan berbagai pola interaksi dinamis yang terjadi, dimana sebagian besarnya justru di luar kendali kita. 

Maka uncertainty menjadi satu variabel yang "memaksa" kita untuk terus belajar beradaptasi dan membangun keyakinan sebagai "core value" yang pada gilirannya akan menghadirkan konsep IMAN. 

Ada jejaring fungsi, interaksi, dan koordinasi yang direncanakan, diciptakan, dan dijalankan oleh Supra Sistem yang mengawali, menghadirkan, dan mengakhiri. Di titik inilah kewaskitaan yang maujud dalam kepekaan terhadap gejala dan tanda dapat menjadi konstruksi keluhuran manusia. 

Kemampuan membangun perspektif dengan visi (vision) secara utuh. Dan perjalanan, pengalaman, serta pembelajaran yang disertai dengan permenungan, kontemplasi, serta upaya mawas diri dan kemauan untuk menerima "kehadiran" Yang Hakiki menjadi kata kunci.

Sumber gambar:

Senin, 29 Juni 2020

Dilema WBP dan Neurobiologi Mindfulness



Oleh Duddy Fachrudin

Terbersit wajah garang namun ringkih dan penuh dengan kecemasan itu. Beberapa kata yang keluar dari mulutnya menyiratkan bahwa dirinya akan berubah. Meski kemudian ada ragu yang mengayun di sela-sela rongga dadanya.

Suatu waktu, saya berkesempatan memberikan intervensi psikologi berbasis logoterapi dan mindfulness kepada calon Warga Binaan Permasyarakatan (WBP) yang sebentar lagi bebas di salah satu lembaga permasyarakatan (lapas) di Yogyakarta. Mengajak mereka untuk menemukan makna dan belajar melepas masa lalu tidaklah mudah. Sesulit membantu mereka untuk berhenti menghakimi dan mensyukuri makanan yang selalu hadir di setiap pagi meski hanya nasi dan sebuah tempe mayit.

Di ruangan yang panas itu kami menjalankan sesi demi sesi. Mencoba beradaptasi lalu bermeditasi. Segala kecamuk rasa berkelindan bertautan menghasilkan resultan yang hanya mereka dan Tuhan tahu.

Satu yang pasti dan ditakuti serta dikhawatiri: Aku cemas mas, takut kalau tidak ada yang menerimaku lagi. Takut juga kalau aku kembali ke lingkungan yg nggak bener lagi.

Yang bilang itu ya pencuri, pembunuh, pemerkosa. Yang bukan hanya sekali masuk penjara.

Bahkan ada seorang WBP banjir air mata karena berlebihnya rasa bersalah. Perasaan berdosa membuncah hingga menyasar sisi terdalam sukma seiring berharap dalam seuntai tanya: Apakah untukku tersedia maaf?

Dinamika dan pergolakan jiwa orang yang melakukan kesalahan seperti halnya WBP, yang benar-benar merasa bersalah serupa hutan rimba yang belum terjamah oleh manusia. Sulit bisa menaksir dari pengamatan sesaat perubahan yang terjadi setelah menjalani masa "jeda" di balik jeruji penjara.

Saat diwawancarai Bang Andy Noya, kita bisa melihat sepintas dari raut wajah John Kei, bahwa penyesalan dan perubahan itu nyata. Namun pemberitaan belakangan ini membuat orang-orang kembali mempertanyakan sekaligus meragukannya.

Dalam kajian neurosains, salah satu bagian otak yg mempengaruhi dalam hal bertindak baik, benar, sesuai moral dan etika adalah Anterior Cortical Cortex (ACC).

Bagian otak ini menjadi selebritis yang manis dan selalu menjadi perhatian para saintis saat meneliti meditator yang sedang atau seusai bermeditasi. Saat dilakukan pemindaian dengan alat pemindai otak, kita bisa melihat sejauhmana aktivitas pada area tersebut.

Umumnya, hasil pemindaian menunjukkan warna yang menyala tanda rewire atau peningkatan aktivitas. Hasil ini juga ditunjukkan pada area otak lainnya, seperti PFC, dlPFC, insula, dan hippocampal.

Pengukuran brain marker bisa diintegrasikan dengan biomarker lainnya, seperti telomer, keadaan tekanan darah pada jantung, kualitas mitokondria yang berada dalam sel, hingga kadar hormon kortisol dan adrenalin.

Idealnya kuantifikasi yang telah diperoleh dilanjutkan dalam pengamatan secara kualitatif sehingga mix methode ini bisa menghasilkan data yang valid, terukur, dan benar adanya.

Ternyata perubahan itu memang tidak instan layaknya mie. Perubahan sejalan dengan perkembangan hidup manusia (life-span development) yang sejatinya terus ada hingga individu itu tiada.

Dan manusia sejatinya memang terus menjadi baru, baik itu pikiran, rasa, hingga, perilaku. Baru memperbarui kualitas sesuai Key Performance Indicator (KPI) manusia.

By the way, KPI nya manusia memangnya apa saja?

Sumber gambar:

Rabu, 15 April 2020

Saat Bala Melahirkan Waskita (Bagian 2, Habis)



Oleh Tauhid Nur Azhar 

Kecerdasan kognitif terkanalisasi dalam saluran berprioritas tinggi untuk memodulasi, bahkan memanipulasi berbagai potensi untuk mempertahankan eksistensi. 

Kebijakan didominasi upaya terkonstruksi mempertahankan eksistensi, bahkan melalui cara-cara yang bersifat agresi, ekspansi, okupasi, dan terkadang semua itu disertai sifat destruksi. 

Angkara yang bersimaharaja, berkelindan dengan banjir neurotransmiter pengeksitasi dan melahirkan ketrampilan berseni tinggi dalam proses mengeksploitasi berbagai hal yang semestinya dimaknai sebagai potensi untuk berbagi. 

Domain qualia atau roso yang sebenarnya merupakan representasi akumulasi kecerdasan dalam modul intelijensia qolbiyah, kini menyusut kisut, terpojok ke sudut, tergantikan oleh pusaran vorteks kusut yang berasal dari olah pikir yang kalut. 

Ketidakseimbangan stream konektomik antar wilayah pengambilan keputusan strategik, mengakibatkan lahirnya turbulensi sistemik. PFC dan Insula sulit berkolaborasi dengan area Basal Ganglia. 

Hipokampal area teralienasi dalam kepungan arus deras kecemasan yang membanjir deras, dari hulu Batang Otak yang telah tererosi dan daya dukung rasionalnya terdegradasi. 

Konflik keluarga sesama trah prosensefalon yang rukun sejak embrional kini meruncing. Telensefalon tak lagi bertegur sapa dengan diensefalon. Neokorteks dan PFC tak lagi hangat bercerita dengan thalamus dan hipokampus. 

Apalagi jika bicara di tingkat wangsa keturunan tuba neuralis: prosensefalon, mesensefalon, dan rhombencephalon yang telah berdiferensiasi dan mengalami spesifikasi fungsi meski sudah semestinya terus menyambung silaturahmi dan membina komunikasi karena toh bersama menjalankan banyak fungsi. 

Grup WA keluarga menjadi panas, banyak kasus unfriend dan unfollow di berbagai media di mana bagian-bagian fungsional otak semestinya saling berinteraksi untuk membangun sinergi. 

Maka tak heran jika jonggring salaka bernama qualia terdampak panasnya olakan kawah Chandradimuka yang meletupkan nafsu membara dari dasar dapur magma naluri manusia. 

Dan kini di saat langit mendadak sepi dan riuh rendah jalanan tak lagi bersahutan. Ada bisikan halus yang perlahan terdengar semakin keras. Bahkan semakin lama semakin tegas. Mungkin agar selain mulai berpikir cerdas, juga harus bertindak gegas, sekaligus belajar bersikap ikhlas. 

Pageblug meredam nafsu kemayu untuk tampil oke selalu, ia menggantikan itu dengan panggilan cumbu rayu untuk bersatu dan melangkah secara padu. 

Kearifan dan welas asih kembali mendapat pentas yang pantas untuk tak sekedar menyintas, tapi juga menjadi bagian dari solusi tuntas. 

Mari kita lihat bagaimana kini manusia lebih peduli pada saudara dibanding pada dirinya sendiri. Empati lahir dalam bentuk partisipasi untuk saling mensubstitusi dan melengkapi apa yang kini banyak tak lagi dimiliki. 

Kolaborasi hadir nyaris tanpa koordinasi karena yang berbicara adalah frekuensi hati. OFC, PFC, ACC, dan Insula tak lagi menjadi sekedar kuda penghela, melainkan ber tiwikrama menjadi maruta (angin) yang memutar kincir peniup akasa (langit) yang menjadi media lahirnya dahana (api). 

Daya guna bertenaga untuk mengubah petaka menjadi penyubur banthala (bumi) dengan berpandu kerlip kartika (bintang) ilmu yang menjadi navigasi dalam proses mencari jati diri. 

Maka pageblug ini adalah medan kurusetra dimana angkara akan berguguran disapu sifat Asta Brata yang merepresentasi jiwa ksatria dalam setiap dimensi spiritual manusia. 

Lihatlah ksatria-ksatria muda dari berbagai tlatah bangsa, kini menyatu bersama, mengikhlaskan diri dalam jalan dharma bagi kepentingan ummat manusia. 

Inilah mungkin makna qualia semesta yang datang bersama bala yang seolah merenggut rasa aman maya, dan menghempaskan kita ke dasar nalar tak berkadar. 

Dan di saat terkapar, terlihatlah kerlip berpendar di tubir sadar... selalu ada jalan keluar, jika ada kekuatan untuk bersandar. 

La haula wala quwwata illa billahil aliyil adzim,  lafadz hauqalah yang menisbatkan bahwa kita semua tak bisa terlepas dari kuasa dan ketentuan Allah.

Sumber gambar:

Senin, 06 April 2020

Dhyana Corona


Oleh Duddy Fachrudin 

Corona ada dimana-mana 
Tersedia dimana-mana 

Terselubung di antara rasa dalam lidah 
Perlahan manusia menjadi budaknya 

Tak terasa 

### 

Mereka menghiasi piring dan gelasmu 
Semerbak nikmatnya berserakan dalam kemasan warna warni duniamu 

Menjadi teman dalam aktivitasmu 

### 

Teman tapi musuh 
Karena pelan-pelan menjadi pembunuh 

5 juta manusia mati 5 tahun lalu 

Setiap tahun meningkat melesat 
Tapi tetap manusia tak menyadarinya dan tersesat 

### 

Cina, penderitanya nomor satu 
Indonesia nomor tujuh 

Lumayanlah punya peluang masuk liga champion
Yang juaranya diberi hadiah lampion 

Lampion yang menerangi hidupmu yang gelap dan mengap-mengap 

### 

Silent killer
tapi bikin ngiler 

### 

Salah satu dari tiga penyebab kematian paling banyak di negeri ini, 
dan mudah membuat penderitanya terpapar corona yang menjadi selebriti saat ini 

### 

Terjadi inflamasi 
Obstruksi dan dekongesti 

Edema serta plak koronaria 

### 

Emosimu berubah-ubah 
Gaduh gelisah 

Konsentrasi susah 
Jiwa berasa lelah 

### 

Mikir dan dzikir menjadi sulit 

Tak bisa lagi berkelit 

Karena otak terus meminta 
Layaknya seks dan narkoba 

### 

Perilaku menjadi tak terkendali 
Tak bisa lagi menahan diri 

Kata filsuf, 
inilah penyebab manusia mencintai gempita materi 

Tak ada lagi puas diri 

### 

Sorry, corona selebriti yang jadi perbincangan dunia kini,
"Kau belum ada apa-apanya!"

Pongah tingkahnya 

### 

Sombongnya didukung industri kapitalis 

Bisnis ini memang manis 

### 

Sungguh, 
ia tak bersalah 

Karena berlebihannya itu yang amat sangat berbahaya 

Tapi namanya manusia, 
yang penuh dinamika, 
terjebak dan terpedaya 

Seolah tak apa-apa 

Benarkah? Mau mencoba? 

### 

Cukup 4 atau 5 sendok makan setiap hari 
Batas maksimal yang disarankan para ahli 
Kalau mau porsinya lebih 

Terus menerus hingga 60 hari 
Boleh ditambah hingga 120 hari 
Dan lanjutkan lagi dan lagi 

Apa yang terjadi kemudian pada organ hati? 

### 

Merawat tubuh tanda bersyukur 
Tafakur dan tadzakkur 

Kunci urip selaras lan harmonis 

### 

20 tahun lagi 
Cina tetap pole position 
Indonesia standing ovation 

Posisinya melejit 

Maka dalam bahasa sanskrit:
Dhyana

Meditasilah
Puasa dari corona gula 

Sumber gambar: 

Sabtu, 15 April 2017

Mindful Diet: Tubuh Sehat dan Berat Badan Turun serta Stabil dengan Revolusi Perut


Oleh Duddy Fachrudin

Tidak dipungkiri menjadi sehat dan memiliki berat badan yang ideal dan selalu stabil merupakan dambaan setiap orang.

Berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut seperti dengan olahraga, tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, dan melakukan diet seperti diet karbo, diet vegan, diet paleo, diet Atkins, diet Mayo, diet OCD, dan diet yang dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi pribadi.

Selain itu tidak ketinggalan untuk menjaga emosi dan rekreasi di sela-sela kesibukan pekerjaan.

Tentu banyak alasan memiliki tubuh ideal dan selalu sehat.

Alasan tersebut dapat berupa agar penampilan selalu terlihat indah, faktor pekerjaan, atau karena memang mengupayakan untuk selalu sehat sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat yang telah diberikan-Nya.

Mengupayakan di sini berarti senantiasa memelihara kesehatan dan mencegah dari datangnya sakit, khususnya yang ditimbulkan akibat kelalaian diri sendiri dan gaya hidup yang tidak sehat.

Mengapa memelihara kesehatan begitu penting?

Nabi Muhammad Saw., orang paling mulia yang pernah hidup bersabda, “Seorang yang bertakwa boleh-boleh saja kaya, tetapi baginya kesehatan lebih baik dari kekayaan (harta benda), dan (ketahuilah) bahwa ketenangan jiwa, lebih baik dari kenikmatan apapun.” (HR Ahmad, Ibnu Majah).

Kesehatan lebih baik daripada kekayaan, yang berarti nikmat sehat menjadi lebih utama ketimbang memiliki harta benda.

Menariknya Dalai Lama, seorang tokoh spiritual mengungkapkan pendapatnya mengenai kesehatan dan uang. Beliau seolah menegur kita yang terlalu berambisi dengan uang.

“Sewaktu ditanya apakah yang paling membingungkan di dunia ini, Dalai Lama menjawab: ‘Manusia. Karena dia mengorbankan kesehatannya hanya demi uang, lalu dia mengorbankan uangnya demi kesehatan...’”

Dalam era informasi digital yang serba cepat ini secara langsung mempengaruhi gaya hidup manusia. Gaya hidup pada era ini ibarat suatu kompetisi, siapa yang lebih cepat dialah yang menang dan memiliki banyak harta.

Oleh karena itu tidak heran jika gaya hidup serba cepat ini juga dilakukan orang saat makan dan minum serta sambil melakukan aktivitas lain atau memakan makanan instan.

Ini hanya contoh kecil dari kebiasaan yang tidak sehat dan akan memperburuk kualitas kesehatan manusia.

Uang dimiliki, namun tubuh keropos dan akhirnya satu per satu penyakit bermunculan. Di usia senja, tabungan yang dimiliki habis untuk biaya pengobatan kesehatan kita. Tentu, bukan ini yang kita inginkan bukan?

Upaya promotif dan preventif perlu dilakukan minimal untuk diri kita sendiri.

Selain beragam upaya yang telah dijabarkan di awal tulisan, ijinkan penulis memperkenalkan sebuah metode yang dinamakan Revolusi Perut (RP).

Program ini merupakan program kesehatan fisik dan psikologis dalam upaya mengembangkan gaya hidup sehat berbasis aplikasi mindfulness dan neurosains.

Program RP menekankan cara makan, minum, bergerak, bernapas, dan tidur yang dianjurkan oleh pakar kesehatan dan berdasarkan jurnal-jurnal ilmiah. Pada program ini tidak ada pengurangan porsi makan, tidak menggunakan pengganti makan, tidak menggunakan suplemen, tidak olahraga berat, apalagi sedot lemak.




Uji coba program Revolusi Perut pada diri penulis sendiri. Program berlangsung sejak Januari 2016, dan intens mulai bulan Maret hingga Agustus 2016. Hasilnya berat badan yang awalnya 68 Kg turun sebanyak 13 Kg dan kemudian stabil di angka 55 Kg.

Program ini kemudian dilakukan oleh seorang partisipan wanita berusia 23 tahun yang juga memiliki berat badan 68 Kg.

Partisipan tersebut melaporkan:

“Hasilnya selama 1 bulan mempraktikkan RP berat badanku yang awalnya 68 kg turun jadi 64, dan setelahnya stabil. Perut jadi lebih kecil dan badan terasa lebih ringan serta tidak mudah lelah. Kemudian tidur lebih nyenyak dan secara emosi lebih rileks.”


Revolusi Perut masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut oleh penulis. Bagi yang tertarik mengikuti program Revolusi Perut dapat menghubungi penulis (lihat About).

Cek pelatihan mindfulness terbaru di sini >>>

Sumber gambar:
Dokumen penulis

Sabtu, 08 April 2017

Efek Negatif dari Pikiran Mengembara


Oleh Duddy Fachrudin

Pikiran yang mengembara identik dengan melamun, tidak fokus, dan pikiran itu tidak berada pada saat ini. Pikiran tersebut kembali pada masa lalu atau melayang jauh ke masa depan.

Seseorang yang pikirannya mengembara menjadi tidak mindful terhadap apa yang sedang dikerjakannya.

Seringkali pikiran yang “melompat-lompat” itu membuat pemiliknya mengembangkan kekhawatiran, kecemasan, atau kekecewaan. Hal ini yang dapat menganggu kehidupan individu itu sendiri, karena hidup yang dipenuhi dengan perasaan-perasaan itu menjadi tidak berkualitas. 

Pikiran yang suka berkelana dan mengembara di sini bukan suatu pemikiran ide-ide kreatif atau visi masa depan yang kemudian dieksekusi dalam suatu produk yang berkualitas atau aksi yang positif yang bermanfaat bagi banyak orang.

Pikiran mengembara ibarat suatu pikiran yang terjebak dalam suatu perangkap. Pikiran tersebut melibatkan ego individu, yang artinya ego atau aku sangat mendominasi dalam pikiran.

Sebagai contoh seorang wanita yang sebentar lagi menikah merasa cemas dan khawatir pernikahannya tidak berlangsung baik. Ia memiliki pikiran “aku tidak cukup baik sebagai seorang istri”. Pikiran tersebut muncul karena ia melihat berita-berita perceraian di televisi.




Pikiran yang mengembara tidak hanya membuat gelisah dan gundah gulana hingga berujung nestapa serta tidak bahagia.

Pikiran tersebut dapat mempengaruhi kondisi kesehatan fisik yang menjadi semakin buruk. Sebuah penelitian dari Epel, dkk. (2012) menyebutkan pikiran yang mengembara memiliki hubungan dengan penuaan sel.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan orang yang pikirannya sering mengembara memiliki telomer yang lebih pendek pada sel darah putih. Telomer merupakan bagian dari kromosom dari suatu sel dan berfungsi sebagai pelindung pada ujung kromosom.

Semakin telomer cepat rusak, maka kromosom dan juga sel juga akan cepat rusak. Pola tersebut akan mempercepat penuaan. 

Pikiran yang mindful merupakan antitesis dari pikiran yang mengembara.

Jika pikiran yang mengembara dapat mempercepat penuaan, maka semakin sering berlatih mindfulness dan mengembangkan pikiran yang mindful maka dapat menghambat penuaan.

Mindfulness dapat menjadi obat antiaging yang alami dan murah. 
Referensi:
Epel, E. S., Puterman, E., Lin, J., Blackburn, E., Lazaro, A., & Berry Mendes, W. (2012). Wandering minds and aging cells. Clinical Psychological Science, XX(X), 1-9, doi: 10.1177/2167702612460234.

Sumber gambar:
https://askabiologist.asu.edu/plosable/cellular-fountain-youth