Tampilkan postingan dengan label Mindfulness dan Kurikulum Pendidikan Dokter. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mindfulness dan Kurikulum Pendidikan Dokter. Tampilkan semua postingan

Selasa, 08 Oktober 2019

Menjalani Koas dengan Mindful


Oleh Duddy Fachrudin

Syahdan, Rizki telah selesai menempuh 8 semester di Fakultas Kedokteran (FK) dengan nilai yang sangat memuaskan. Orangtua dan saudara-saudara tercintanya begitu bangga. Bahkan kucing dan ayam peliharaannya juga ikut senang ketika mengetahui majikannya akan menapaki langkah berikutnya untuk menjadi seorang dokter.

Koas. Fase yang begitu ditunggu sejak awal masuk FK kini benar-benar ada di hadapannya. Setiap hari, Rizki begitu merindukan tahap ini. Dalam tidurnya ia seringkali bermimpi sedang berinteraksi dengan pasien dan konsulen di Rumah Sakit.

Namun, saat asyik-asyik pulang ke Dermayu dan memberi butiran jagung untuk ayam kesayangannya, terbersit satu kebingungan yang menjadi kendalanya saat itu. Apa ya yang perlu jadi bekalku agar bisa sukses menjalani koas?

Dalam gelisahnya ia teringat dr. Ayat yang juga memiliki pesantren di pesisir Karangampel. Buya Ayat--begitu panggilannya, memiliki pemahaman ilmu yang luas sehingga banyak orang berdatangan untuk meminta nasihat kepadanya.

Tak terkecuali pemuda satu ini. Ia datang ke padepokan Buya Ayat sambil membawa ayam goreng kampung--yang rupanya adalah ayam kesayangannya. Tak lupa sambal bawang dan lalapan ia bawa untuk menambahkan kelezatan pada ayam goreng kampungnya.

Sesampainya di Karangampel, Rizki disambut baik oleh Buya Ayat yang kebetulan saat itu memang sedang tidak bekerja. Ia terlihat sedang leyeh-leyeh sambil sesekali mencorat coret sebuah kanvas. Rupanya Buya Ayat sedang menulis kaligrafi. Ia tuangkan hobinya di saat sore dimana senja menyapanya.

Bau sambal bawang dan ayam goreng membuatnya berhenti dari menggores tinta. Kepalanya menengok ke kanan dan kiri mencari tanda hadirnya stimulus yang merangsang saraf olfaktoriusnya.

Rizki pun tiba dan disambut Buya Ayat dengan sukacita. Aha, ini dia rupanya sumber kebahagiaanku hari ini, ujar Buya polos.

Sambil makan ayam goreng kesayangan, Rizki menuturkan keluh kesahnya. Sambil memohon ia berkata, Buya, berikan aku nasihat, agar koas ini berjalan lancar...

Buya tak langsung menanggapi permintaan orang di depannya. Mulutnya masih penuh dengan ayam, sambal bawang, dan nasi. Setelah menegak air kelapa yang dipetik dari belakang rumahnya, Buya berkata:

Gini aja ya, sebenarnya tidak ada rumus kesuksesan. Cuma aku kasih tips aja menurutku. Ini boleh dilakukan boleh tidak...

Jalani koas dengan KOAS. Apa itu KOAS?

K: Kindness, kamu mengembangkan kebaikan kepada pasien, teman-teman, konsulen, dan siapapun yang kamu temui selama stase. Wis pokoe berbuat baik, hadirkan cinta dan kasih sayang.

O: Open Mind, kamu harus terbuka, jangan sok pinter. Jadilah seperti bayi yang penasaran saat ketemu objek baru. Matanya berbinar-binar dapat ilmu baru. Supaya open mind, kosongkan gelasmu, jadilah bodoh, supaya belajar terus.

A: Awareness, eling, sadar, menyadari posisimu sebagai calon dokter dengan segala tanggungjawabnya. Lalu menyadari pasien adalah seorang manusia yang perlu kita perlakukan sebagai manusia. Menyadari segala hal. Kesadaran ini kunci dari berfungsinya kecerdasan.

S: Sincerity, tulus, ikhlas dalam menjalani semuanya. Ga perlu apa untungnya saya kalau begini, apa ruginya saya kalau begitu. Koas ini satu tahap untuk dirimu menjadi dokter sejati. Sebuah fase latihan di kawah candradimuka agar kamu jadi dokter yang mengabdi pada kemanusiaan dengan ikhlas.

Rizki mendengarkan seksama pencerahan dari Buya Ayat. Wajahnya sumringah seakan memiliki makna akan kehidupan bernama koas yang sebentar lagi dijalaninya.

Tak terasa sajian ayam kesayangan Rizki yang ikhlas dijadikan ayam goreng sudah habis. Sore itu benar-benar indah, seindah hamparan mimpi yang biasa mampir dalam malam-malam Rizki.

Mimpi?

Rizki terbangun. Jam di hape-nya menunjukkan pukul 7 pagi.

Waduh, PBL blok 3.1 nih...

Langsung berkemas ia, cuci muka seadanya, lalu memakai sepatu. Keluar dari kosnya bertemu dengan Tito.

Ki, mau kemana?

Sambil terburu-buru Rizki menjawab Tito.

PBL cuy...

Tito terheran-heran, Lu PBL ga pake celana...?

Sumber gambar:

Selasa, 10 Juli 2018

Sikap Mindfulness: Menilai itu... Jahat


Oleh Duddy Fachrudin

Maka pernahkah kita berpikir untuk mau mencoba sekedar melihat, mendengar, merasakan, dan mendeskripsikan tanpa melibatkan penilain subjektif? 
(dr. Tauhid Nur Azhar, pemateri workshop "Mindfulness in Medical Education")

Terlepas dari judulnya yang juga "jahat" (karena menilai), topik ini memang perlu dikaji secara mendalam dan komprehensif oleh kita sebagai mahluk yang bereksistensi dan beraktualisasi serta memiliki peran kehidupan di dunia.

Setelah belajar bersama dalam workshop "Mindfulness in Medical Education" kemarin, kawan saya, dokter Hapsoro menyampaikan kepada saya bahwa penting bagi kita untuk tidak terburu-buru memberikan penilaian terhadap suatu situasi atau, diri sendiri, atau orang lain.

Penilaian yang tergesa-gesa biasanya muncul dari suatu persepsi sempit tanpa memandang suatu hal lebih luas. Atau bisa juga hasil dari suatu prasangka, value, atau belief yang terlekat amat kuat dalam pikiran manusia.  Dan tentu ada upaya comparing, sehingga tidak jarang menilai adalah mempolarisasi pikiran menuju satu titik tertentu.

Ya. Saat menilai, divergent thinking kurang dilibatkan.

"Kamu bodoh...", padahal dia hanya belum dapat menjawab suatu pertanyaan.

"Kamu tidak mungkin sukses...", padahal dia hanya gagal dalam satu ujian mata kuliah.

"Teman-teman saya tidak ada yang peduli pada saya...", padahal hanya karena konflik dengan seorang teman di masa lalu.

Menilai itu jahat, karena menilai adalah kata-kata. Dan kata-kata bukankah sebuah do'a?

Prof. Sutejo Kuwat dari Undip, dalam suatu sesi pelatihan peningkatan kualitas dosen wali pun berpesan kepada mereka yang berprofesi sebagai guru atau dosen agar melatih kualitas emosi dan tidak sering menyalahkan mahasiswa.

Maka saat menilai atau menghakimi, tidak ada lagi yang namanya empati.

Sumber gambar:
https://thequotes.com/quotes/541408

Kamis, 22 Maret 2018

Authentic Problem Based Learning (Cinta Itu Ada Di Sekelilingmu) (Bagian 3, habis)



Oleh Tauhid Nur Azhar

Tulisan sebelumnya dapat dibaca di sini...

Salah seorang mahasiswa penulis termangu saat penulis menanyakan bagaimana sekiranya ada salah seorang penumpang di kereta ini mengalami serangan asma?

Kejutan terindah yang kami alami adalah ketika satu scene film besutan Allah Ta'ala, Sang Sutradara Agung diputarkan di hadapan kami.

Dengan musik latar pengamen buta muda belia menyanyikan lagu Ungu dengan suara sengau mendayu, "Allahu Akbar … Allah Mahabesar …." Kemudian seorang nenek renta memunguti botol dan gelas-gelas plastik air kemasan dan memasukkannya ke dalam kantong. Ia akan mendapatkan seribu-dua ribu rupiah dari upayanya di kereta itu, tetapi ia akan mendapatkan miliaran ganjaran kelak di surga sana.

Betapa tidak, perbuatannya itu menyelamatkan kita dari kerusakan lingkungan dan merosotnya akhlak untuk bekerja keras dan mensyukuri nikmat hidup yang telah diberikan.

Nenek itu adalah "orang suci" yang sudah sewajarnya dijadikan teladan bagi keempat puluh calon dokter yang ikut dalam perjalanan kali ini.

Bandung dan kantong-kantong permukimannya mungkin belum ideal bagi sebagian besar warganya, tetapi dengan kemampuan mensyukuri nikmat dan memanifestasikan doa dalam bentuk aktif berupa upaya maksimal untuk mengoptimalkan kondisi yang diterima saat ini, insya Allah para "stake holder" KRD ini juga akan menumpang kereta yang sama ke surga.

Dalam pengapnya himpitan kehidupan dan sistem yang mungkin membonsaikan cinta, justru cinta dan bahagia tumbuh dengan suburnya. Cinta itu bagaikan lumut, ia menghijau indah di permukaan sebuah batu yang kasar, keras, dan kelabu. Dengan cinta, batu itu jadi berwarna, indah dalam tegarnya, dan tegar dalam indahnya.

Terkadang, banyak hal yang luput kita rasakan dan gagal kita orbitkan menjadi sebuah kebahagiaan. Akan tetapi, bagi banyak orang lain yang bernapas dalam pengapnya himpitan kehidupan, kehadiran para gadis cantik calon dokter pada suatu siang di sebuah gerbong yang panas membekap adalah kebahagiaan.

Sang nenek pengumpul botol air kemasan sepanjang hidupnya belum pernah melihat mojang-mojang cantik kecuali dalam sinetron di TV tetangga, siang itu dia merasa bahagia. Satu hari indah telah dihadirkannya.

Dihadirkannya? Ya, karena kebahagiaan, keindahan, dan cinta sesungguhnya kitalah yang diberi hak dan kewajiban untuk menghadirkannya dalam kehidupan. Jangan salahkan siapa-siapa jika cinta dan bahagia tak kunjung datang menyapa. Mungkin kita terlalu "jutek" baginya, sehingga dia kehilangan keberanian untuk menghampiri kita.

Jika kita mampu mendapat manisan dalam hidup, mengapa kita terus-menerus menelan "asam cuka?" Jangan "asam" pada kehidupan karena dia akan ikut terfermentasi pula, akibatnya kita seolah akan tinggal dalam sebuah toples yang berisi aneka buah-buahan, tapi sayangnya masam semua!

Sumber gambar:
https://www.facebook.com/356259904513318/photos/a.358326877639954.1073741829.356259904513318/377062262433082/?type=3&theater

Authentic Problem Based Learning (Cinta Itu Ada Di Sekelilingmu) (Bagian 2)



Oleh Tauhid Nur Azhar

Tulisan sebelumnya dapat dibaca di sini...

Setiba di bagian dalam gerbong suasana semakin hiruk pikuk, setiap orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Setelah mendapat tempat berdiri yang cukup nyaman mulailah pandangan ditebarkan ke sekeliling gerbong.

Subhanallah, alangkah beragamnya para penumpang KRD ini. Ada seorang ibu yang sebelah matanya ditutup perban (mungkin pasca menjalani operasi katarak), tak terhitung banyaknya ibu-ibu yang membawa anak kecil (usia balita), demikian pula dengan kakek-kakek dan bapak-bapak yang terlihat keletihan dan terdiam terpekur dalam lamunannya masing-masing.

Salah seorang mahasiswa penulis melaporkan bahwa ada satu keluarga muda yang memanfaatkan perjalanan dengan KRD ini sebagai ajang silaturahmi keluarga yang penuh kehangatan.

Hal yang paling menghebohkan, adalah banyaknya orang yang menjadi kreatif dalam mempertahankan kehidupan (how to survive). Banyak sekali pedagang yang lalu-lalang di dalam kereta dan menawarkan berbagai jenis barang yang, bahkan sama sekali, sering di luar dugaan kita.

Ada pedagang minuman, buah mangga, camilan, ali agrem atau donat Sunda, kaitan penggantung gorden, lem cucurut (kecoa), lakban, hekter, klip, baterai jam tangan, sampai voucher isi ulang dan perdana juga ada. Lalu, dapat dijumpai pula serombongan pengamen, pengamen tuna netra, dan juga pengamen karaoke dangdut. Semua berjuang dan bekerja keras.

Malah ada satu peristiwa yang sangat menarik, saat penjual ali agrem yang dagangannya masih sangat banyak dan kurang laku, dihampiri oleh seorang pedagang koran yang dagangannya tampak laris. Pedagang koran ini minta dibungkuskan beberapa ali agrem dan membayarnya kontan. Tampaknya solidaritas semacam ini, telah berkembang menjadi budaya yang sangat kokoh di kalangan kaum yang disebut "terpinggir" ini.

Setiap butir peluh yang meleleh dan setiap aroma asam yang menguar dari tubuh-tubuh mereka yang penat seolah menjadi zat kimia pemersatu yang melekatkan hati dan merapatkan jiwa dalam hangatnya kebersamaan. Mereka bahu membahu mengurai simpul-simpul kesulitan hidup yang rumit.

Keempat puluh calon dokter itu tertegun, dalam gerbong yang penuh sesak itu. Mereka membayangkan betapa dengan mudahnya Mycobacterium tuberculose (TBC) berlompatan dari satu saluran napas ke saluran napas yang lain. Jamur kulit bersuka ria menumbuhkan spora-spora dan hyfa-nya di antara kulit-kulit yang bergesekan.

Andai ada virus semacam flu burung, maka satu kereta ini menjadi rumah barunya. Sungguh suatu ironi, di mana kelelahan sendi-sendi lutut dan tulang belakang karena banyak berdiri dan menghirup udara polusi yang kaya radikal bebas dan miskin oksigen akan menuai badai rematik di usia senja.

Bersambung ke sini...

Sumber gambar:
https://www.facebook.com/356259904513318/photos/a.358326877639954.1073741829.356259904513318/377062262433082/?type=3&theater

Authentic Problem Based Learning (Cinta Itu Ada Di Sekelilingmu) (Bagian 1)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Sebagai seseorang yang mendapat amanah untuk menjadi dosen mata kuliah Psikososial Kompleks di Fakultas Kedokteran Unisba, penulis berkewajiban menghantarkan para mahasiswa untuk lebih memahami realitas psikososial yang dihadapi oleh para calon mitranya kelak.

Secara teoretis kondisi psikososial akan sangat memengaruhi profil kesehatan suatu masyarakat atau komunitas. Agar para mahasiswa dapat lebih menghayati kandungan dari mata kuliah yang mereka ikuti, penulis merancang bentuk perkuliahan yang dapat dikategorikan sebagai authentic problem based learning, alias belajar dari kehidupan sesungguhnya.

Untuk itu, pada kesempatan pertama, sekitar 40 orang calon dokter diajak untuk mengobservasi kehidupan urban. Proses observasi dilakukan dengan mengamati profil penumpang kereta rel diesel (KRD) kelas ekonomi dengan jurusan Bandung-Cicalengka.

Mengapa dipilih kereta ini? Dengan menumpangi KRD, kita dapat mengamati banyak hal sekaligus, perubahan ekosistem dari daerah pusat kota sampai dengan tumbuhnya kota-kota satelit dan semakin menyusutnya areal lahan hijau. Kita pun dapat mengamati karakter dari beragam penumpang dan pengguna jasa KRD lainnya.

Keempat puluh calon dokter ini tampak sangat modis dan harum. Mereka menjadi pemandangan aneh di Stasiun Bandung, terlebih pada saat mereka antri tiket KRD ekonomi, raut wajah sang petugas tiket nyata sekali mencerminkan keheranan.

Setelah menunggu beberapa saat, KRD tak kunjung menampakkan "batang hidungnya", padahal menurut petugas yang ditanyai, semestinya KRD, apabila sesuai jadwal akan berangkat dari Stasiun Bandung pukul 10.30.

Kegelisahan dan ketidaknyamanan mulai tampak menghiasi wajah-wajah para calon dokter. Mereka berulang kali bertanya, mana kereta yang akan mereka tumpangi. Akhirnya, dari arah barat masuklah serangkaian kereta dengan gerbong dicat biru oranye yang telah lusuh dan dihela oleh sebuah lokomotif diesel tua berseri BB 303 17. Kecemasan sepintas membayang di wajah para calon dokter itu, seolah tak percaya bahwa inilah kereta api yang harus mereka naiki.

Di dalam rangkaian gerbong tersebut tampak penuh sesak dengan aneka jenis penumpang. Ada yang duduk dan lebih banyak lagi yang berdiri bergelantungan. Perjuangan untuk menaiki kereta pun dimulai, karena waktu singgahnya yang singkat maka setiap penumpang yang ada di emplasemen stasiun berusaha keras untuk masuk terlebih dahulu.

Dalam kondisi seperti ini, seorang manusia akan lebih memprioritaskan kepentingan dirinya terlebih dahulu. Bahkan keinginan untuk mengamankan kepentingannya ini mampu merobohkan norma, etika, dan rasa belas kasihan. Banyak orang tua didesak begitu saja oleh sekelompok penumpang yang jauh lebih muda, sehat, dan kuat. Setiap orang berusaha semampunya agar tidak tertinggal kereta api.

Bersambung ke sini...

Sumber gambar:
https://www.facebook.com/356259904513318/photos/a.358326877639954.1073741829.356259904513318/377062262433082/?type=3&theater

Selasa, 13 Februari 2018

Ketika Cinta Akhirnya Merubah Segalanya (Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran Bagian 6, Habis)

Miracle of Love

Oleh Duddy Fachrudin

Artikel sebelumnya : Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran Bagian 5

Kang Tauhid Nur Azhar kembali melanjutkan kisahnya:

"Jika setidaknya kehadiran saya dapat membahagiakan orang-orang terdekat yang jelas dan nyata membesarkan saya dengan cinta dan keikhlasan yang luar biasa, mengapa saya tidak berlaku sama dengan mereka? Bahkan lebih semestinya, meski kini saya sadar sepenuhnya bahwa itu pasti tidak bisa.

Setiap cinta punya kualitas yang berbeda. Walhasil saya seperti melihat sedikit harap. Ada lorong cahaya sempit dimana berkas cahaya berpendar di ujungnya. Usai sholat Ashar saya tertidur dalam posisi bersandar di dinding kamar yang panas. Sebentar saja. Nyaris tak terasa. Momen theta singkat mungkin. Bling-bling begitu rasanya.

Dan saya mulai membuka tumpukan modul yang bertahun-tahun menemani dan tidak bisa dimengerti. Lalu saya melihat huruf-huruf dan gambar struktur tubuh serta berbagai rumus seolah menari dalam pusaran cahaya. Telinga saya mendengar ada alunan nada lembut berintensitas rendah dan di latarnya terdengar suara beberapa dosen yang tengah bercerita saat mengajar.

Tetiba semua itu terserap dalam otak saya. Dan believe or not, saya kemudian paham.

Setelah tahun-tahun kegelapan yang membuat saya berjalan hanya dengan meraba saja, kini seolah saya dilempar ke dalam sebuah ruangan bercahaya.

Rupanya selama ini memori itu ada. Tersimpan di sudut terjauh dan terbalut debu kegelisahan yang tak berkesudahan. Lampu-lampu harapan yang semula berpijar mulai padam dan tertelan dalam kelam. Tapi kini cinta membuat segalanya menjadi nyata. Debu gelisah mulai tersaput oleh Rahmah dan setumpuk rasa bersalah mulai basah oleh sejuknya mata air kenangan kasih sayang yang telah begitu banyak orang-orang tercinta curahkan.

Tetiba saya mengerti hampir semua pelajaran yang telah saya lalui.

Dan ujian 9 mata kuliah dalam 2 hari itu berhasil saya lalui. Lulus.

Pak Dekan mengatakan bahwa keajaiban telah terjadi. Dunia telah mendapatkan keajaiban katanya. Jawa Tengah tidak hanya memiliki Borobudur. Tapi juga ada semangat pantang mundur yang ajaibnya tidak hanya dimiliki oleh diri sendiri, melainkan dapat ditularkan kepada kita semua. Demikian kata beliau.

Sejak saat itulah hingga hari ini saya "jatuh cinta" pada beliau, orang yang sangat saya hormati. Beliaulah yang mengangkat saya sebagai Dosen PNS di FK Undip bukan karena prestasi akademis saya, melainkan karena beliau ingin menunjukkan pada adik-adik angkatan bahwa perubahan bisa datang dari niat dan cinta.

Karena niat dan cinta itu pulalah saya mendapat beasiswa QUE Project dari World Bank. Dan kembali saya ternganga tak menduga karena Chicago University, Brown, George Washington, Harvard-MIT, sampai Anchorage University di Alaska mengundang saya untuk bergabung dengan mereka sebagai Ph.D student. Apa yang mereka nilai dari saya?

Sampai sekarang saya terus bertanya-tanya... mungkin ini yang namanya mindful living ya?

Who knows?"

Kisah dari Kang Tauhid Nur Azhar yang merupakan lulusan FK Undip menutup artikel "Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran". So, apa yang bisa diterapkan dari cara-cara sederhana dalam mindful learning agar Anda ketagihan belajar?

Sumber gambar:
https://www.yogajournal.com/lifestyle/6-wise-new-years-intentions

Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 5)

Cinta, suatu hal yang mengalahkan segalanya...

Oleh Duddy Fachrudin

Cara terakhir dalam mindful learning untuk mahasiswa kedokteran, tiada lain adalah mengembangkan cinta.

Kelima, Cinta.
Segalanya akan mudah jika ada cinta, termasuk bagi mahasiswa kedokteran yang "diminta" orangtuanya untuk menjadi dokter. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Ijinkan saya mengisahkan cerita yang sangat inspiratif dari Kang Tauhid Nur Azhar yang merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Undip berikut:

"Konsep ini (Cinta) meski dulu saya tidak tahu namanya pernah saya terapkan di masa studi saya. Saya pernah begitu terkejut dan terpuruk dengan cara belajar di Fakultas Kedokteran yang sangat berat dan kompetitif serta tidak memberi ruang bagi kesalahan dan kelemahan. Akibatnya saya nyaris frustasi di 2 semester pertama. IPK saya 1.9. Malah semester 1 cuma 1.4. Nilai E dan D bertaburan layaknya bintang di langit.

Memang bukan hanya saya aja sih, sekitar 60% teman seangkatan bernasib sama. Kami golongan Nasakom yang kemudian termarjinalkan dalam kompetisi percaperan pada teman seangkatan dan adik kelas. Cewek-cewek yang jadi idola saat itu nilainya juga nilai langit semua. Maklum mereka kan bidadari ya. Kami mengulang hampir semua pelajaran dan para Dewi melenggang ke kelas yang lebih tinggi.

Kemudian pada semester 4 ada proses saringan pertama yang disebut Terminasi. Jika gagal melewatinya dengan IPK 2.00 maka selamat tinggal bidadari FK. Para Terminator, demikian sebutannya memang dapat kesempatan untuk memperbaiki nilai-nilainya. Maka pada semester 4 adalah masa yang paling berat. Daya hidup merosot. Apakah pilihan saya masuk FK (yang merupakan pilihan orangtua) ini sudah benar?

Akhirnya tibalah D-Day yang menentukan nasib Terminator, yudisium PPD (Program Pendidikan Dasar). Nama saya dibacakan terakhir karena ternyata saya tidak lulus 9 mata kuliah.

Ada 1 kesempatan terakhir yang diberikan kepada semua Terminator, yaitu ujian Remedial yang akan diselenggarakan dalam waktu 2 hari. Ya, apapun mata kuliahnya yang tidak lulus, maka Remedial hanya tersedia di 2 hari itu saja.

Saya terhenyak, seperti semua teman-teman yang hadir saat itu. Mereka menatap saya dengan prihatin, "Bagaimana mungkin dia menyelesaikan ujian 9 mata kuliah dalam 2 hari dan lulus?"

Saya hanya terdiam. Beringsut ke ruang yudisium dan pulang. Di rumah masuk kamar dan sholat Dhuhur lalu berkemas dan membereskan semua baju dan buku. Menatap sekeliling kamar yang telah ditempati sekitar 2 tahun dan mulai memikirkan rencana mencari sekolah yang baru.

Terbayang wajah Ayahanda dan Ibunda yang begitu bangga saat nama saya diumumkan diterima di FK Undip yang saat itu tengah berjaya di Indonesia. Padahal sebenarnya, saya sedikit kecewa karena saya sudah diterima di IPB dan merasa pilihan FK ini sekedar memenuhi kehendak orangtua. Namun kemudian, dari titik itulah saya sadar bahwa pilihan dalam hidup itu bukan soal membuat kita bahagia, tetapi akan jauh akan jauh berkualitas rasa bahagia itu jika kita juga bisa membahagiakan orang lain. Apalagi jika  mereka adalah orang-orang yang sangat mencintai kita dan juga kita cintai.

Saat itu berkelebat dalam benak saya, "Saya ini hidup untuk siapa dan untuk apa? Jika saya hidup untuk saya, betapa kecil dan sempitnya dunia saya."

Bersambung ke bagian akhir dari Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran di sini.

Sumber gambar:
http://contemplative-studies.org/wp/index.php/2017/08/02/improve-self-compassion-with-loving-kindness-meditation/

Senin, 12 Februari 2018

Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 4)

Staying Focus (Ilustrasi)

Oleh Duddy Fachrudin

Masuk pukul 9 pagi dan pulang pukul 14 siang. Itulah jam belajar di sekolah-sekolah Finlandia. Para siswa belajar selama lima jam dengan setiap jamnya berdurasi selama 45 menit. Setelah belajar setiap jam, mereka beristirahat selama 15 menit.

Pola belajar seperti ini dapat membuat siswa tetap mempertahankan fokus belajar dan menjaga mereka tetap berenergi selama pembelajaran. Dengan hal ini, maka belajar pun menjadi produktif, stres berkurang, dan lebih mindful.

Maka cara sederhana dalam mindful learning berikutnya yang dapat dipraktikkan mahasiswa kedokteran adalah:

Keempat, Mengatur Energi
Belajar merupakan aktivitas mental yang melibatkan otak, suatu organ yang berperan dalam berbagai fungsi psikologi yang salah satunya learning. Manajemen energi menjadi suatu hal yang penting karena berpengaruh pada tingkat kefokusan individu selama belajar. Maka dalam belajar pun tidak boleh berlebihan. Perlu adanya jeda setelah kita belajar selama 45 menit atau 1 jam. Jeda berarti mengijinkan otak untuk beristirahat sejenak.

Fenomena umum yang sering dijumpai pada mahasiswa adalah belajar dengan sistem kebut semalam (SKS). Belajar dengan cara ini membuat kita menjadi lelah dan menyebabkan stres. Maka belajar hingga membuat kita begadang bukan suatu cara yang jitu apalagi efektif. Materi yang dipelajari akan lebih cepat menguap, dan jangan heran jika saat ujian kita sering merasa "sepertinya pernah baca ini, tapi kok lupa... apa ya...".

Belajar yang terbaik adalah memperhatikan apa yang sudah seharusnya diperhatikan. Jika sedang kuliah, maka fokuslah memperhatikan materi kuliah. Lihat, dengar, dan rasakan perkuliahan tersebut. Libatkan diri secara penuh dan bertanyalah secara aktif. Ketika akan ujian, hanya meriviu materi tanpa harus begadang.

Namun kenyataannya ketika kuliah, justru mahasiswa mengerjakan tugas lain, ini yang akhirnya perkuliahan menjadi sia-sia. Ketika di rumah atau tempat kos, mahasiswa tersebut harus membaca dengan ekstra materi kuliah tersebut. Itupun bisa terjadi jika ada waktu, karena tugas-tugas lain sudah menanti di depan mata.

Maka aturlah energi. Belajar 45 menit, istirahat 15 menit. Dan bagi para pendidik, guru atau dosen, perlu menyediakan jeda selama kuliah.

Lalu fokuslah belajar. Jika kuliah hanya memperhatikan kuliah, tidak melakukan aktivitas lain. Belajarlah dengan mindful, dan bahagia saat belajar itu kelak terasa.

Bersambung ke Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 5)

Sumber gambar:
http://centre4inspiration.com.au/workshops/mind-energy-course-3/

Senin, 05 Februari 2018

Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 3)

Stillness (Ilustrasi)

Oleh Duddy Fachrudin

Dag dig dug perasaan tak menentu, sementara pikiran melayang jauh ke masa depan. "Bagaimana jika ujian saya gagal. Bagaimana jika saya tidak bisa menjadi dokter. Bagaimana, jika orang tua kecewa..."

Meskipun sudah berniat dalam hati untuk belajar lalu mengembangkan rasa penasaran (beginners mind) sambil menunjukkan mata melotot yang berbinar-binar pada bahan bacaan atau materi kuliah, ternyata hati ini tidak bisa dibohongi. Hati resah dan gelisah penuh dengan ketakutan serta kegagalan. Maka perlu adanya investigasi hati dan pikiran selama belajar. Apakah kita belajar dengan nyaman dan mindful, ataukah bercampur dengan gelisah dan gundah gulana?

Disinilah perlunya cara sederhana yang ketiga dalam mindful learning agar kita ketagihan belajar, tanpa stres, dan tentu saja mendapatkan nilai yang diharapkan. Cara yang pertama di bahas di sini dan cara yang kedua bisa dibaca di sini.

Ketiga, mindful breathing.
Pikiran-pikiran itu muncul begitu saja tanpa pernah diminta keluar si empunya. Mengembara jauh ke masa lalu, masa depan berselimutkan rasa takut, khawatir, cemas, dan kegagalan. Sampai akhirnya memenjarakan niat yang tulus untuk belajar dan rasa penasaran yang membuncah ruah. Inilah mind wandering yang sering menjumpai kita. Padahal pikiran-pikiran tersebut merupakan ciptaan kita sendiri atas intervensi mahluk yang iri dengki terhadap manusia, yaitu siapa lagi jika bukan syaithan.

Maka tersurat dalam Al-Qur'an pada surat pamungkas, yaitu An-Nas yang berarti manusia, dijelaskan keadaan manusia yang senantiasa berdoa memohon perlindungan dari hal yang sangat membahayakan. Apa itu?

min syarri lwaswaasi lkhannaas
dari kejahatan (bisikan) syaithan yang biasa bersembunyi

alladzii yuwaswisu fii shuduuri nnaas
yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia

mina ljinnati wannaas
dari (golongan) jin dan manusia
(QS. An-Nas: 4-6)

Inilah tantangan manusia, khususnya kita yang sedang mencari ilmu akan senantiasa digoda oleh bisikan-bisikan (pikiran-pikiran) yang mendistraksi proses belajar. Saat hal itu terjadi yang perlu dilakukan oleh kita adalah diam dan melakukan mindful breathing.

Ya, hanya diam sejenak kemudian bernapas dengan lembut. Lakukanlah sambil duduk, sehingga cara ini disebut DuDi: Duduk Diam atau bahasa kerennya being still. Semakin diam seseorang, maka ia mengijinkan dirinya untuk berada pada suatu sistem sempurna. Dalam termodinamika, sistem sempurna hanya terjadi ketika entropi bernilai sama dengan nol. Entropi adalah derajat ketidakteraturan pada sebuah sistem. Dan pikiran kita adalah sebuah sistem yang sangat kompleks. Maka dengan diam, kita mengijinkan pikiran kita dalam kondisi still, hening, jernih, dan bening.

Saat pikiran jernih, kita akan lebih mudah memahami ilmu, termasuk ilmu kedokteran yang tergolong sulit, yang didalamnya terdapat banyak istilah rumit yang membuat kepala melilit. Maka kita tidak perlu berkelit dari kesulitan, karena sesungguhnya dibalik itu semua ada kemudahan.

Tiga cara sederhana dalam mindful learning, khususnya untuk mahasiswa kedokteran telah dijabarkan. Apakah cukup hanya tiga cara ini? Dua cara lainnya akan dibahas ditulisan berikutnya.

Bersambung ke Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 4)

Sumber gambar:
https://www.guidingpositivechange.com/single-post/2017/04/02/Illness-to-Stillness

Minggu, 04 Februari 2018

Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 2)


Jadilah Mr./Mrs. Awesome

Oleh Duddy Fachrudin

Bagi Anda yang belum membaca Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (bagian 1), dapat membacanya di sini.

Mari kita lanjutkan pembelajaran mindfulness dalam bidang pendidikan ini, khususnya aplikasi mindful learning untuk mahasiswa kedokteran.

Masih ada 4 cara sederhana lainnya yang dapat dilakukan dalam mindful learning agar kita ketagihan belajar, fokus, tanpa stres, dan tentu saja mendapatkan nilai yang diharapkan. Cara pertama, yaitu niat telah dibahas di artikel sebelumnya.

Kedua, beginners mind.
"Aku suka sekolah ini!"
"Whooaa... Awsomeee!"
"Aku mencium bau petualangan!"

Kalimat pertama diucapkan Totto Chan, Gadis Cilik di Jendela yang memiliki nama asli Tetsuko Kuronayagi. Sementara kalimat kedua sering dilontarkan oleh Po, alias si Panda yang suka kungfu. Dan kalimat ketiga diteriakkan oleh Monkey D. Luffy, tokoh utama dalam serial manga One Piece.

Ketiga kalimat tersebut mencerminkan rasa penasaran, ketakjuban, dan keinginan untuk mengetahui lebih lanjut terhadap apa yang ada di depan mata. Itulah beginners mind, suatu sikap pembelajar yang mengijinkan dirinya untuk mengembangkan opennes to novelty.

Belajar akan menjadi menyenangkan ketika kita "merasa bodoh" dan terus ingin tahu, seperti yang dicontohkan ketiga tokoh di atas. Bahkan seorang yang cerdas, seperti Lintang (Laskar Pelangi) pun tetap "merasa bodoh" dan ingin terus belajar meskipun harus mengayuh sepeda 30 km dari rumahnya di pesisir pantai menuju Sekolah Dasar Muhammadiyah Gantong.

Bagi mahasiswa kedokteran, mempelajari manusia berarti menyibak misteri ciptaan Tuhan yang paling indah. Tanpa adanya beginners mind, belajar akan jadi membosankan dan penuh penderitaan. Namun jika diniatkan untuk "menyelami" keindahan ciptaan-Nya, maka kita akan terkagum-kagum takjub atas segala kreasi-Nya.

Maka setelah niat dihaturkan dan termaktub dalam hati, selanjutnya kembangkanlah beginners mind agar mendapatkan manfaat yang optimal dari penerapan mindful learning ini.

Bersambung ke sini: Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 3)

Sumber gambar:
https://wallpaper.wiki/downloas-free-awesome-face-wallpapers.html/awsome-face-image

Kamis, 01 Februari 2018

Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 1)

Mahasiswa Kedokteran

Oleh Duddy Fachrudin

Menjelang ujian blok, ujian PBL (Problem Based Learning) atau OSOCA, dan ujian keterampilan klinis atau OSCE agenda konseling saya lebih intens dari biasanya. Para mahasiswa kedokteran di tempat saya bekerja banyak yang bertanya bagaimana cara agar mereka bisa memperoleh nilai yang mereka harapkan. Ya, semua orang tahu bahwa kuliah di kedokteran tidak mudah dan perlu usaha yang lebih besar untuk sukses dibanding kuliah di jurusan lain.

Nilai merupakan hasil akhir dari sebuah proses belajar. Maka apapun nilai yang diperoleh itu berarti representasi dari bagaimana kita belajar. Berdasarkan pengamatan saya, sebagian besar mahasiswa yang failed dalam ujian atau memperoleh nilai yang kecil karena permasalahan-permasalahan psikologis. Problems tersebut berupa kurangnya fokus, takut dan khawatir mendapatkan nilai yang jelek, tidak percaya diri menghadapi ujian, hingga konflik dengan orang tua karena mahasiswa yang bersangkutan sebenarnya tidak memiliki minat untuk menjadi dokter.

So, belajar pun menjadi begitu menyeramkan. Ujian bagi mereka adalah suatu hal yang membuat stres dan melelahkan. Dan pada akhirnya, tidak ada kenikmatan dan kesenangan selama menempuh pendidikan.

Padahal kunci dari kebahagiaan berilmu adalah kita menyenangi ilmu tersebut. Terlepas dari berbagai metode atau teknik belajar, jika kita menyukai ilmu maka, jalan untuk menempuh ilmu tersebut dibukakan dengan mudah oleh-Nya.

Maka, pendekatan mindful learning berupaya agar kita menyukai proses pembelajaran yang dilalui oleh setiap siswa dan mahasiswa atau siapapun yang memang menyenangi ilmu. Mindful learning membuat siswa atau mahasiswa lebih fokus dan resisten terhadap stres. Beberapa sekolah kedokteran, seperti Monash University, University of Rochester, dan McGill University telah mengintegrasikan konsep mindfulness ke dalam kurikulum inti pendidikan dokter. Selain agar mahasiswa bisa mindful dan enjoy dalam menempuh pendidikan, sekolah-sekolah kedokteran tersebut menyiapkan dokter generasi baru yang sesuai visi dan misi universitas yaitu transform western medicine by synergizing the power of modern biomedicine with the potential for healing of every person who seeks the help of a healthcare practitioner (Dobkin & Hassed, 2016).

Lalu bagaimana cara-cara mindful learning?

Berikut terdapat 5 cara sederhana yang dapat dilakukan dalam mindful learning agar kita ketagihan belajar, fokus, tanpa stres, dan tentu saja mendapatkan nilai yang diharapkan.

Pertama niat.
Niat merupakan komponen penting dalam mindfulness. Sebelum melakukan aktivitas belajar kita meniatkan diri untuk belajar sehingga dapat mereduksi kemungkinan-kemungkinan yang dapat mengganggu selama proses belajar.

Bersambung di bagian 2

Cek pelatihan mindfulness terbaru di sini >>>

Referensi:
Dobkin, P. L., & Hassed, C. S. (2016). Mindful medical practitioners: A Guide for clinicians and Educators. Springer International Publishing Switzerland.

Sumber gambar:
https://thedoctorweighsin.com/the-privilege-of-being-a-third-year-medical-student/