Tampilkan postingan dengan label Sejarah Perkembangan Mindfulness Berbasis Intervensi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Perkembangan Mindfulness Berbasis Intervensi. Tampilkan semua postingan

Senin, 26 April 2021

Mindfulness dalam Pendidikan Dokter


Oleh 
Duddy Fachrudin 
Tauhid Nur Azhar 

*Korespondensi, email: duddy.fahrifitria@gmail.com 

Profesi dokter merupakan salah satu profesi yang menjadi dambaan setiap orang. Dokter merupakan profesi yang prestisius di kalangan masyarakat. Profesi dokter juga dipercaya dapat menjamin lehidupan masa depan seseorang.

Untuk menjadi seorang dokter, seseorang perlu menempuh studi yang membutuhkan waktu tidak sedikit. Rinciannya adalah menyelesaikan sarjana kedokteran (S.Ked) selama 4 tahun dan Program Profesi Dokter 1,5-2 tahun. Artinya untuk menjadi dokter dibutuhkan waktu paling cepat 5,5 tahun. Lalu setelah mendapat gelar dokter, seorang dokter belum dapat praktik secara mandiri, ia harus menjalani internship selama 1 tahun. Bayangkan, begitu lelahnya menjadi dokter, belum lagi jika mahasiswa kedokteran memiliki permasalahan akademik atau psikologis yang menghambat studinya.

Permasalahan stres, fatigue (kelelahan), burnout, dan depresi merupakan permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan mental yang sering terjadi pada mahasiswa kedokteran [1]. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat berujung pada komunikasi yang kurang empatik dan work engagement yang rendah [2].

Selain itu kecemasan dan kekhawatiran tidak dapat menjadi dokter yang baik juga terjadi pada mereka. Permasalahan lain yang juga perlu menjadi perhatian yaitu yang berhubungan dengan kemampuan menyerap pembelajaran, seperti fokus yang berkurang, dan mudah lupa. Penunda-nundaan (prokrastinasi) dalam mengerjakan tugas menjadi tantangan utama [3]. Era digital saat ini memungkinkan seorang individu lebih terdistraksi sehingga menunda pekerjaan yang seharusnya dilakukan saat itu juga.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan perlu adanya solusi dapat dikembangkan atau bahkan diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan dokter. Fakultas Kedokteran di Massachussetts University, Monash University, University of Rochester, dan McGill University telah mengembangkan Mindfulness-Based Interventions (MBIs), sebuah intervensi psikologis yang menekankan pada praktik berkesadaran [2].

Germer, Siegel, dan Fulton menyebutkan mindfulness adalah suatu kondisi kesadaran pada saat ini dengan penuh penerimaan [4]. Mindfulness merupakan suatu keterampilan dalam memberikan perhatian dengan berfokus pada satu tujuan, saat ini, dan tidak menilai [5]. Intinya, mindfulness merupakan suatu kondisi di mana pikiran, perasaan, dan tubuh individu berada pada saat ini, tidak mengembara ke masa lalu maupun masa depan.

Tujuan dari berlatih dan mengembangkan mindfulness agar individu dapat lebih menyadari proses mental yang terjadi, lebih dapat mendengarkan secara penuh, lebih fleksibel, tidak menilai (non-judgemental), dan bertindak sesuai prinsip serta penuh kasih sayang (compassion) [6]. Keterampilan-keterampilan ini sangat bermanfaat dalam pengembangan karakter mahasiswa kedokteran selama pendidikan dokter. Karakter dengan toleransi stres yang tinggi, mawas diri, empati merupakan karakter seorang dokter.

Komponen Mindfulness
Mindfulness sangat berorientasi pada hidup saat ini. Konsep hidup pada saat ini (living in the present) berbeda dengan hidup untuk saat ini (living for the present). Hidup untuk saat ini dapat membuat seorang individu berperilaku dengan tidak mempertimbangkan konsekuensi yang terjadi di masa depan. Hidup pada saat ini mengembangkan perilaku berdasarkan kontrol diri dan pencapaian tujuan yang lebih efektif [7].

Baer, Smith, dan Allen merumuskan empat komponen mindfulness yang menunjang seorang individu untuk hidup pada saat ini, yaitu:

1. Observasi. Kemampuan observasi meliputi kemampuan memperhatikan stimulus yang muncul, yaitu dalam hal asal, bentuk, intensitas, dan durasi stimulus tersebut.

2. Deskripsi. Pada saat mengobservasi stimulus, diperlukan kemampuan untuk mendeskripsikan stimulus dengan memberi nama atas fenomena yang terjadi pada saat itu (present moment), tanpa mengelaborasi atau menganalisis.

3. Bertindak dengan kesadaran, yaitu melakukan sesuatu (aktivitas) dengan perhatian yang tidak terbagi (fokus). Seseorang yang bertindak dengan kesadaran mampu menyadari apa yang dilakukannya dan tidak menjadi “automatic pilot” pada kehidupannya.

4. Menerima tanpa menilai. Kemampuan ini berhubungan dengan deskripsi. Ketika menerima stimulus dan mengamatinya, lalu mendeskripsikannya. Selanjutnya menerima tanpa menilai, membiarkan apa adanya tanpa adanya keinginan untuk mengubah secara impulsif [8].

Latihan Mindfulness
Kemampuan melakukan observasi, deskripsi, bertindak dengan kesadaran, dan menerima tanpa menilai dilakukan dengan latihan-latihan sederhana. Latihan-latihan mindfulness sendiri berupa mindful breathing, body scan meditation, eating awareness, mindful walking dan movement, sitting meditation, SOBER (Stop-Observe-Breathing-Expand-Respond), dan lovingkindness [9]. Selain latihan-latihan tersebut, individu dapat mengembangkan mindfulness dalam aktivitas sehari-hari, seperti saat makan, mandi, dan berkendara.

Neurobiologi Mindfulness
Keterampilan mindfulness memiliki korelasi yang erat dengan kemampuan melihat sesuatu secara menyeluruh dan mempertimbangkan berbagai alternatif [10,11]. Individu yang bertindak dan beraksi secara mindful, tidak akan reaktif dalam mengambil keputusan. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya aktivitas otak bagian korteks prefrontal [12]. Korteks prefrontal memiliki fungsi luhur, yaitu dalam berpikir, berencana, mengambil keputusan secara bijaksana, memusatkan perhatian, ketabahan dan kesabaran, pengendalian impuls, kesadaran diri, belajar dari pengalaman, mengungkapkan emosi, dan mengembangkan empati/ kasih sayang [13].

Otak manusia bersifat plastis atau yang biasa dikenal dengan neuroplastisitas. Konsep neuroplatisitas merujuk pada kemampuan otak untuk berubah secara struktural dan fungsional akibat dari input lingkungan [14]. Sebagai bukti bahwa terjadi neuroplatisitas adalah adanya peningkatan atau penurunan aktivitas pada bagian otak tertentu. 

Sara Lazar, seorang neurosaintis dari Harvard melakukan penelitian dengan membandingkan otak kelompok meditator dan non-meditator. Kelompok meditator adalah orang umum yang biasa melakukan meditasi selama kurang lebih satu jam setiap harinya. Lazar menemukan di beberapa area kortikal pada kelompok meditator lebih tebal daripada kelompok non-meditator. Dua area kortikal yang menjadi perhatian Lazar adalah korteks prefrontal dan insula. Korteks prefrontal memiliki fungsi kognitif yang luhur seperti pengambilan keputusan dan penilaian secara bijaksana. Insula terhubung dengan kemampuan beremosi secara sosial dan kesadaran diri (self-awareness) [15].

Pengaruh meditasi mindfulness tidak hanya pada tataran organ seperti otak, namun juga struktur tubuh manusia yang lebih kecil yaitu sel. Pada sebuah sel terdapat berbagai organela, salah satunya adalah mitokondria. Menurut Nishihara, mitokondria adalah organ kecil sel yang berfungsi dalam metabolisme energi dan berada di dalam semua butiran sel selain sel darah merah [16].

Pada tubuh manusia terdapat 60 triliun sel dan pada masing-masing terdapat 800-3000 mitokondria. Mitokondria menggunakan semua bahan yang ada di dalam tubuh seperti vitamin, mineral, asam amino esensial, lemak esensial, air, oksigen, dan asam piruvat yang merupakan hasil penguraian glukogen untuk menghasilkan energi. Pada pengertian lain, mitokondria adalah pabrik atau tempat produksi energi sebagai penunjang kehidupan [16]. Penelitian Bhasin, dkk. menunjukkan meditasi dapat meningkatkan produksi energi yang dilakukan mitokondria [17].

Usulan Penelitian dan Penerapan Mindfulness
Mempertimbangkan manfaat yang diperoleh dari hasil berlatih mindfulness, maka penelitian mengenai penerapan mindfulness dalam pendidikan dokter, khususnya di sekolah-sekolah kedokteran di Indonesia dapat dikembangkan lebih lanjut. Penelitian-penelitian ini dapat terkait permasalahan psikologis, seperti stres akademik, depresi, kecemasan, kelelahan (fatigue), dan burn-out. Selain tema-tema klinis tersebut, juga menarik dikaitkan dengan psikologi positif, seperti kesejahteraan (well-being), kebersyukuran, dan kebahagiaan.

Referensi:
[1] Daya, Z., & Hearn, JH. Mindfulness interventions in medical education: A systematic review of their impact on medical student stress, depression, fatigue, and burnout. Medical Teacher 2008; 40(2): 146-153.
[2] Dobkin, PL., & Hassed, CS. Mindful Medical Practitioners: A Guide for Clinicians and Educators. Switzerland: Springer International Publishing 2016.
[3] Fachrudin, D. Laporan Trisemester I Badan Konseling dan Konsultasi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unswagati Cirebon. (Tidak Diterbitkan) 2018.
[4] Germer, CK., Siegel, RD., & Fulton, PR. Mindfulness and Psychotherapy. New York: Guilford Press 2005.
[5] Kabat-Zinn, J. Full Catasthrope Living: Using The Wisdom of Your Body and Mind to Face Stress, Pain, and Illness. New York: Bantam Dell 1990.
[6] Epstein, RM. Mindful practice. JAMA 1999; 282(9): 833-839.
[7] Brown, KW., Ryan, RM., & Creswell, JD. Mindfulness: Theoretical foundations and evidence for its salutary effects. Psychological Inquiry 2007; 18(4): 211-237.
[8] Baer, RA., Smith GT., & Allen, KB. Assessment of mindfulness by self-report: The kentucky inventory of mindfulness skills. Assessment 2004; 11: 191-206.
[9] Fachrudin, D. Program Mindfulness untuk Meningkatkan Kesejahteraan Subjektif Perawat. (Tesis). Universitas Gadjah Mada 2017.
[10] Carmody, J., Baer, RA., Lykins, ELB., & Olendzki, N. An empirical study of the mechanisms of mindfulness in a mindfulness-based stress reduction program. Journal of Clinical Psychology 2009; 65(6): 613-626.
[11] Shapiro, SL., Carlson, LE., Astin, JA., & Freedman, B. Mechanisms of mindfulness. Journal of Clinical Psychology 2006; 62: 373–386.
[12] Greeson, J., & Brantley, J. Mindfulness and anxiety disorders: Developing a wise relationship with the inner experience of fear. Dalam F. Didonna (Ed.), Clinical handbook of mindfulness (hal. 171-188). New York: Springer Science & Business Media 2009.
[13] Amen, DG. Change your brain change your life. (Nukman, EY., terj). Bandung: Qanita 2011.
[14] Setiabudhi, T. Neuroplatisitas dan tai chi. Dalam J. Sutanto (Ed.), The dancing leader 4.0: Tai chi dan kesehatan otak, senam berbasis neuroplastisitas (hal. 1-48). Jakarta: Penerbit Buku Kompas 2015.
[15] Baime, M. This is your brain on mindfulness. Shambala Sun. http://www.nmr.mgh.harvard.edu/~britta/SUN_July11_Baime.pdf 2011.
[16] Nishihara, K. Keajaiban mitokondria: Menyembuhkan penyakit-penyakit yang belum ada obatnya. (Wardani, DK, terj). Bandung: Qanita 2015.
[17] Bhasin, MK., Dusek, JA., Chang, BH., Joseph, MG., Denninger, JW., Fricchione, GL. Benson, H., & Libermann, TA. Relaxation response induces temporal transcriptome changes in energy metabolism, insulin secretion, and inflammatory pathways. PLos ONE 2013; 8(5): e62817.

Sumber gambar:

Senin, 09 Maret 2020

Amartya... Percik Sadar di Pusar Syahwat yang Berkelindan dengan Hasrat (Bagian 3, Habis)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Karena mengalir itu mengikuti tanpa hilang kendali. Merasakan dan mensyukuri tanpa terbenam di dalamnya. Mengapung dan menghiliri kehidupan. Karena menghulu di ruang waktu adalah keyakinan semu.

Kita semua maju untuk bertemu dengan titik terdahulu. 

Kita berputar dan mengalir. Kita terhempas di banyak batu. Kita kadang terdampar diserap debu. 

Tapi bahagia itu tak pernah kering karena selalu akan ada cinta di setiap titik temu. Dan cinta itu temu, juga titik. Karena mencintai itu proyeksi, juga refleksi, dan iluminensi. Datang dari sumber kita, membersamai kita, dan membentuk bayang-bayang semu yang termaktub dalam harap dan rindu. 

Maka sumber cinta pastilah Cahaya. Dan kita adalah penghalang yang ada dan membuat bayang. 

Maka cinta kadang kelam, juga gelap bahkan pekat karena menjadi tanda bahwa adanya kita adalah niscaya. Dan niscaya adalah kunci percaya bahwa bayang yang membumi dan menubuh dalam eskalasi materi adalah bukti bahwa selalu ada Cahaya yang bukan sekedar hipotesa. 

Kita adalah makhluk tanah yang menerima Cahaya agar berada dan membayang dalam kelana cinta yang menubuh dalam sosok rubuh yang tak runtuh melainkan utuh saat bersetubuh dengan materi yang meluruh.

Maka maafkanlah saya yang malam ini tersandar lemas karena pesona Amartya... karena sejam bersamamu benar-benar telah menguras segenap tirta kamanungsan yang mengkristal menjadi roso kamanungsan. 

Mohon izin Mbak Marinta, kristal roso ini mau saya bawa pulang ya... mau saya bawa pas makan bakso, ngaso, atau juga pas cuma bisa melongo.

<<< Halaman Sebelumnya

Sumber gambar:

Rabu, 21 Februari 2018

Bikin Kopi itu Meditasi (Belajar Mindfulness dari Filosofi Kopi 2)

Filosofi Kopi The Movie 2

Oleh Duddy Fachrudin

Meskipun edisi yang kedua ini tidak seindah film yang pertama, Filosofi Kopi 2 tetap menyajikan kenikmatan dan kecantikan dialog-dialognya. Apalagi ditambah soundtrack yang ciamik dari Banda Neira yang begitu meneduhkan jiwa-jiwa yang sedang terbalut kegelisahan dan kegundahan hidup. Ya, Filosofi Kopi 2 mengajak kita untuk memahami kehidupan dengan “rasa” sehingga hidup yang kita jalani benar-benar “hidup”. Inilah metafora Filosofi Kopi 2 yang dapat diinternalisasi dan dikembangkan oleh kita untuk hidup secara mindful.

0.
Ben: Kalo kita bicara soal konsistensi rasa, itu bukan soal cuma itung-itungan, tapi perasaan tiap bikin secangkir kopi.

1.
Ben: Karena buat saya bikin kopi itu meditasi, bukan matematika.

2.
Pak Seno: Tiwus itu senang main di kebun kopi. Dan ketika Tiwus sudah tidak ada, ya kami mencoba menggantikan kebun kopi seperti Tiwus. 

3.
Pak Haryo: Kopi itu bukan untuk diminum tapi untuk dinikmati. Proses menuju kenikmatan itu..., itu sama seperti kita merawat anak kita sendiri. Mulai dari bibit, kemudian menjadi tunas, menjadi bunga, dari bunga menjadi buah.. dan menjadi biji. Persis seperti merawat anak sendiri.

4.
Jody: Coba kamu lihat, emang ada yang mati sih, tapi ada anggrek yang hidup.

5.
Ben: Kenapa harus kopi? Ngambil pertanian kan nggak harus kopi?
Brie: Kenapa ya...? Cinta kayaknya...

6.
Brie: Ayah kamu bukan petani biasa Ben. Dia pemulia benih. Katanya seorang pemulia benih nggak pernah mati. Dia akan hidup di setiap benih yang dia hidupkan.

7.
Ben: Ada satu filosofi yang nggak pernah ditulis, tapi selalu ada di setiap cangkir yang dibuat di kedai ini. Setiap hal yang punya punya rasa selalu punya nyawa.

8.
Banda Neira, Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti

Jatuh dan tersungkur di tanah aku
Berselimut debu sekujur tubuhku
Panas dan menyengat
Rebah dan berkarat

Yang

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh ‘kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti


Di mana ada musim yang menunggu?
Meranggas merapuh
Berganti dan luruh
Bayang yang berserah
Terang di ujung sana

https://www.bioskoptoday.com/film/filosofi-kopi-2/

Senin, 19 Februari 2018

Belajar Mindfulness dari Filosofi Kopi

Filosofi Kopi The Movie

Oleh Duddy Fachrudin

Sesuai janji saya pada artikel sebelumnya, saya akan menyajikan beragam metafora yang dapat menjadi sarana kita untuk memahami mindfulness secara komprehensif.

Nah, kata-kata dan dialog berikut merupakan metafora yang diambil dari film Filosofi Kopi. Didalamnya sangat kaya akan makna serta nilai-nilai kehidupan yang mengarah kepada pada konsep mindfulness.

0.
Ben: Kopi tubruk tuh kopi yang lugu, kopi yang sederhana, tapi kalo kita mengenal dia lebih dalam, dia akan sangat memikat. Kopi tubruk tuh sama sekali tidak mempedulikan penampilan, bikinnya pun gampang tinggal diseduh, tapi tunggu sampe kecium aromanya.

1.
Ben: Kopi yang enak akan selalu menemukan penikmatnya. 

2.
Pewawancara: Kenapa nama kedai ini Filosofi Kopi?
Ben: Karena setiap jenis kopi mempunyai filosofinya sendiri. Setiap karakter dan arti kehidupan dapat kita temukan dalam secangkir kopi. Selama ada yang namanya kopi, orang-orang dapat menemukan dirinya di sini.

3.
Pewawancara: Bagaimana menurut anda sendiri makna kopi?
Ben: Kopi itu adalah kehidupannya sendiri.

4.
EL: Benerkan aku bilang juga apa. ini kopi terenak yang pernah aku minum.
Pak Seno: Ah.. moso. Nak El bilang enak itu karena pemandangan di sini bagus. Atau Nak El bilang enak karena didampingi dua lelaki ganteng ini.

Jody: Pak Seno, saya punya kedai kopi di Jakarta. Meskipun saya sebenarnya tidak bisa begitu bikin kopi, tapi ini kopi terenak yang pernah saya coba Pak. Rahasianya apa ya...?
Pak Seno: Ya nggak ada. Kopi Tiwus itu ya sebetulnya kopi biasa aja.

Ben: Saya nggak percaya Pak. Bagaimana dengan cara memanggang? Pupuk? Tingkat kelembaban tanah? Kelandaian tanah? Nggak mungkin lah nggak ada rahasianya...
Pak Seno: Ini mungkin begini ya. Istri saya itu adalah wanita Gayo yang sangat mengenal kopi dan saya sendiri adalah petani kopi turun menurun, jadi sudah biasa mengolah tanah... Nah ini istri saya. Jadi gini Bu, anak-anak ini ingin tahu apa rahasianya kopi Tiwus, padahal nggak ada apa-apa kan...

Bu Seno: Pernah kami berpikir untuk pakai pupuk pabrik tapi ternyata kurang bagus untuk tanaman, jadi ya dirawat seadanya saja, sama seperti merawat mahluk hidup pada umumnya.
Pak Seno: Ya seperti kita, manusia... hewan... itu ya perlu disayang.

5.
Pak Seno: Seandainya Tiwus itu masih hidup..., sebenarnya kami berdua itu mau mengatakan sesuatu, bahwa sebetulnya kami ini orangtua yang tidak sempurna. Saya sebetulnya mau mengatakan satu hal, kami mau minta maaf. Minta maaf sama Tiwus.

6.
El: Kamu mau bandingin diri kamu sama Pak Seno? Ini bukan soal ilmu atau pengalaman Ben. Kamu bikin kopi pake obsesi, sementara Pak Seno Pake cinta, itu bedanya kalian berdua.

7.
El: Bikin kopi tuh emang nggak bisa cuma pake kepala ya, tapi emang harus pake hati. 

8.
Ayah Ben: Ben kalau kamu memang cinta dengan kopi, teruskan. Bapak nggak apa-apa di rumah sendirian. Di sini sudah tidak ada lagi kopi. Tinggal sayuran. Yang penting kamu sudah ingat bahwa kamu punya tempat untuk pulang.

9.
Jody: Ben.. Lu sama gue tuh ibarat hati sama kepala. Hati sama kepala selalu punya masalahnya sendiri-sendiri, tapi yang satu nggak bakalan bisa survive tanpa yang lain.

10.
El: Saya keliling Asia untuk mencari kopi dan... saya justru menemukan diri saya sendiri. Saya bertemu dengan banyak ahli kopi yang luar biasa dan berpengalaman, tapi yang paling berkesan adalah pertemuan saya dengan orang-orang sederhana yang mendedikasikan diri mereka demi cinta terhadap kopi dan mengajarkan saya untuk bisa berdamai dengan diri saya sendiri.

11.
Jody: Kita nggak bakalan bisa samain kopi sama air tebu, mau sesempurna apapun lu bikin perfecto, mau pake biji apapun, kopi tetaplah kopi, pasti ada sisi pahitnya.

12.
Ben: Woy lu ngapain... yang suruh foto siapa. Buat apa, gue ga butuh publikasi. Lu nikmatin tu kopi.

13.
Kopi Tiwus: Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya.
Sumber gambar:
http://kritikusfilmgadungan.blogspot.co.id/2015/04/filosofi-kopi-2015-review.html

Minggu, 18 Februari 2018

Memahami Mindfulness dari Metafora

Metafora dalam Mindfulness

Oleh Duddy Fachrudin

Banyak cara untuk memahami mindfulness. Mereka diantaranya dengan berlatih meditasi, hidup dengan mindful, membaca literatur ilmiah atau buku populer tentang mindfulness, mendengarkan kajian instruktur mindfulness, dan menyimak metafora. Dari berbagai cara tersebut, cara terakhir merupakan cara yang paling simple dan langsung menggugah pemahaman.

Metafora adalah kiasan, imaji, dongeng, film, puisi atau apapun yang tidak menyuratkan makna sesungguhnya dari suatu hal. Tujuan dari penggunaan metafora yaitu menyampaikan values dari suatu hal atau pesan ke dalam pikiran manusia secara unconsciously.

Penggunaan metafora dalam mindfulness diperlukan dalam memahami mindfulness itu sendiri. Hal ini memudahkan individu dalam menangkap makna dari mindfulness beserta tujuan dan manfaatnya. Contoh metafora yang biasa digunakan dalam program mindfulness berbasis intervensi yaitu puisi Jalaluddin Rumi yang berjudul The Guest House:

The Guest House

This being human is a guest house.
Every morning a new arrival.

A joy, a depression, a meanness, some momentary awareness comes as an unexpected visitor.

Welcome and entertain them all!
Even if they are a crowd of sorrows, who violently sweep your house empty of its furniture, still, treat each guest honorably.
He may be clearing you out for some new delight.

The dark thought, the shame, the malice.
Meet them at the door laughing and invite them in.

Be grateful for whatever comes.
Because each has been sent as a guide from beyond.


Dari puisi ini kita lebih mudah memahami makna dari sikap-sikap mindfulness, seperti acceptance, letting go, gratitude, dan beginners mind. Menerima, melepas, bersyukur dan menghadapi hal yang baru ibarat The Guest House-nya Sang Pujangga. Karena begitu pentingnya metafora, Arnie Kozak, Ph.D seorang praktisi dan pengajar mindfulness sampai membuat buku "Wild Chickens and Pretty Tyrants: 108 Methapors for Mindfulness".

Maka pada artikel-artikel mindfulnesia berikutnya akan ditampilkan metafora-metafora dari berbagai referensi yang memudahkan Anda dalam mempelajari dan memahami mindfulness. Metafora-metafora ini juga dapat digunakan dalam intervensi atau penelitian-penelitian eksperimen mengenai mindfulness

Sumber gambar:
https://www.amazon.com/Wild-Chickens-Petty-Tyrants-Mindfulness/dp/0861715764

  

Sabtu, 13 Mei 2017

Sejarah Singkat Penggunaan Mindfulness Sebagai Bentuk Intervensi Psikologi



Oleh Duddy Fachrudin

Penggunaan mindfulness sebagai sebuah pendekatan intervensi psikologi berkembang pesat selama dua dekade ini. Hal ini tercermin dari jumlah publikasi ilmiah yang terdata oleh American Mindfulness Research, yang mencapai lebih dari 4000 publikasi. 

Tren jumlah tersebut semakin meningkat sejak tahun 1980 hingga 2016. Penelitian tentang intervensi mindfulness di Indonesia sendiri mulai berkembang 10 tahun belakangan ini di berbagai Fakultas Psikologi dan Kedokteran.




Adalah John Kabat-Zinn, seorang dokter dan akademisi dari Universitas Massachusetts yang mulai memelopori mindfulness ke ranah ilmiah. Program Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR) yang dikembangkan pada awal tahun 1980 kini melandasi program-program mindfulness berbasis intervensi lainnya. 

Sampai saat ini, terdapat sepuluh program mindfulness berbasis intervensi lainnya, khususnya di bidang klinis yang scientific evidence. Berikut program-program mindfulness berbasis intervensi secara lengkap:

No.
Program Mindfulness
Tujuan
Pelopor
Tahun Publikasi
1.
Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR)
Mengurangi stres dan rasa sakit kronis
John Kabat-Zinn
1982 (Jurnal)
1990 (Buku)
2.
Dialectical Behavior Therapy (DBT)
Mengatasi gejala-gejala klinis pada penderita gangguan kepribadian ambang (borderline)
Marsha M. Linehan
1993 (Buku)
3.
Acceptance and Commitment Therapy (ACT)
Mengatasi permasalahan psikologi secara umum yang melibatkan pikiran dan emosi yang tidak nyaman
Steven C. Hayes
Kirk Strosahl
Kelly G. Wilson
1999 (Buku)
4.
Mindfulness-Based Cognitive Therapy (MBCT)
Mengatasi kecemasan dan depresi
Zindel V. Segal
J. Mark G. Williams
John D. Teasdale
2002 (Buku)
5.
Mindfulness-Based Elder Care (MBEC)
Mengembangkan inner strength dan meningkatkan kesejahteraan lansia, keluarga lansia juga caregiver lansia
Lucia McBee
2008 (Buku)
6.
Acceptance-Based Behavior Therapy (ABBT)
Mengatasi kecemasan
Lizabeth Roemer
Susan M. Orsillo
2009 (Buku)
7.
Mindfulness-Based Relapse Prevention (MBRP)
Mencegah kekambuhan pada pengguna Narkoba dan Zat Adiktif lainnya
Sarah Bowen
Neha Chawla
G. Alan Marlatt
2011 (Buku)
8.
Mindfulness-Based Cancer Recovery (MBCR)
Meningkatkan inner strength selama pemulihan dari kanker
Linda E. Carlson
2011 (Buku)
9.
Mindfulness-Based Childbirth and Parenting (MBCP)
Membantu proses kelahiran dan persiapan menjadi orangtua
Nancy Bardacke
2012 (Buku)
10.
Mindfulness-Based Eating Awareness Training (MB-EAT)
Mengendalikan perilaku makan berlebih dan mencegah kegemukan
Jean Kristeller
Ruth Q. Wolever
Virgil Sheets
2013 (Jurnal)
2015 (Buku)
11.
Mindfulness-Based Sex Therapy (MBST)
Mengatasi disfungsi seksual
Lori A. Brotto
Meredith L. Chivers
Roanne D. Millman
Arianne Albert
2016 (Jurnal)

Aplikasi mindfulness tidak hanya pada bidang klinis saja, melainkan bidang pendidikan dan industri. Pada bidang pendidikan, mindfulness diterapkan oleh para guru (mindful teaching) dan siswa ketika proses belajar mengajar. Pada bidang industri dan organisasi, mindfulness dikembangkan bersama coaching untuk pengembangan dan pemberdayaan karyawan di setiap level. 

Beberapa perusahaan dunia seperti Google dan Intel telah menyertakan para karyawannya untuk mengikuti program mindfulness. Bahkan Google sendiri memiliki kurikulum pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) berbasis mindfulness yang dinamakan Search Inside Yourself (SIY) yang dikembangkan sejak tahun 2007.

Yusuf Sutanto salah seorang praktisi Tai Chi di Indonesia menyarankan penerapan TaiChi untuk kesejahteraan perawat. 

Tai Chi sendiri merupakan bentuk moving mindfulness yang bermanfaat bagi kesehatan fisik dan psikologis. 

Ide dari Yusuf Sutanto tersebut dimanifestasikan penulis dalam bentuk Program Mindfulness untuk Perawat (ProMuP) atau juga MindfulNers

Meskipun tidak menyertakan Tai Chi, dalam ProMuP juga menyertakan moving mindfulness lainnya yaitu, walking mindfulness yang melengkapi praktik meditasi mindfulness seperti napas, makan, deteksi tubuh, wanting release, SOBER (Stop, Observe, Breathe, Expand, Respond), dan cinta kasih. 

Program ini diterapkan dalam bentuk penelitian di salah satu rumah sakit pemerintah di Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan kesejahteraan subjektif perawat antara kelompok eksperimen dan kontrol memiliki perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah program (Fachrudin & Ul Hasanat dalam Erawan, Sumargi, & Effendi, 2016).

Cek pelatihan mindfulness terbaru di sini >>>

Referensi:
Brotto, L. A., Chivers, M. L., Millman, R. D, & Albert, A. (2016). Mindfulness-based sex therapy improves genital-subjective arousal in women with sexual desire/arousal difficulties. Archieves of Sexual Behavior, 45, issue 8, pp. 1907-1921, doi: 10.1007/s10508-015-0689-8

Fachrudin, D., & Ul Hasanat, N. (2016). Program mindfulness untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif perawat. Dalam E. Erawan, A. M. Sumargi, & N. Effendi (Eds.), Proceeding seminar nasional positive psychology 2016 (hh. 372-381). Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

Sumber gambar:
https://goamra.org/resources/