Tampilkan postingan dengan label Mindful Learning. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mindful Learning. Tampilkan semua postingan

Kamis, 01 Oktober 2020

Belajar Mengajar dan Health Promoting University




Oleh Duddy Fachrudin 

Dua hari itu di sudut Bandung nan dingin, kami--saya dan senior saya dan juga psikolog di salah satu fakultas di UGM, Mba Dina Wahida--bersua sekaligus ngobrol-ngobrol sedikit tentang Health Promoting University (HPU). 

Kebijakan mempromosikan kesehatan dalam ruang lingkup sivitas akademika merupakan suatu upaya yang tepat di kala individu menghadapi ragam varian stressor dan juga potensi penyakit yang dapat menghambat tujuan pendidikan.

Ini bukan hanya soal kampus bebas rokok, penyediaan fasilitas olahraga, dan menciptakan ekosistem hijau yang sehat, melainkan juga mengembangkan kebiasaan hidup sehat. Selain itu, menempatkan psikolog di fakultas atau universitas juga menjadi hal yang esensial untuk meningkatkan kualitas kesehatan mental. 

Sembari diskusi, pikiran saya melayang jauh ke masa lalu, melintasi waktu. Teringat pada sosok yang secara tidak langsung ikut mempromosikan kesehatan di sela-sela aktivitas belajar mengajar...

###

“Bukan tujuanlah esensi dari sebuah perjalanan, melainkan ‘berlayar’ dan ‘berpetualang’-lah nilai terpenting dari kehidupan.” (Tauhid Nur Azhar)

Apa yang Anda pikirkan ketika melihat seorang dosen masuk ke dalam kelas mengajar tanpa membawa buku teks, malah membawa komik, memakai jins belel, dan kemeja yang tampak lusuh. 

Mungkin sebagian dari Anda akan mempertanyakan kualitas keilmuannya, atau Anda kemudian berkata, “Kok ada ya dosen seperti ini?”

Pada kenyataannya memang ada dosen seperti itu, salah satunya Tauhid Nur Azhar atau Kang Tauhid—biasa kami memanggilnya. 

Beliau mengajar mata kuliah Biopsikologi dan Psikologi Faal pada semester satu dan dua. 

Aneh bin ajaibnya kami sekelas begitu nyaman dengan Kang Tauhid, bukan hanya karena penampilannya yang berbeda daripada dosen-dosen yang lain, namun pembawaannya yang lembut, dan cara mengajar yang menyenangkan. Kehadirannya pun ditunggu-tunggu oleh para mahasiswanya.

Kang Tauhid tentu memiliki alasan mengapa beliau berpenampilan tidak seperti dosen pada umumnya. Bukankah membawa komik ke kampus, memakai jins belel, dan kemeja lusuh adalah cerminan seorang mahasiswa pada umumnya? 

Kang Tauhid memposisikan dirinya sebagai seorang mahasiswa. Maka tentu saja tidak ada sekat antara seorang mahasiswa dengan mahasiswa yang lainnya. 

Karena penampilannya tersebut, Kang Tauhid bahkan pernah dianggap seorang mahasiswa senior yang sedang mengulang mata kuliah oleh mahasiswanya.

Satu hal lagi mengapa kami mehasiswanya begitu nyaman saat diajar oleh Kang Tauhid adalah beliau tidak menekankan hasil dalam bentuk angka, namun esensi kuliah atau belajar adalah menikmati prosesnya. “Bukan tujuanlah esensi dari sebuah perjalanan, melainkan ‘berlayar’ dan ‘berpetualang’-lah nilai terpenting dari kehidupan,” begitu kata beliau.

Sehingga saat berlayar, atau bertualang, kita akan menemukan berbagai hal yang tak terduga. Kita takjub dan terperangah saat memandang keindahan lautan. Pada kesempatan yang lain mungkin kita terdampar di sebuah pulau tak bertuan. Dan dengan segala upaya, ikhtiar, dan do’a kita berjuang menaklukan badai lautan, hingga pada saatnya kapal yang kita nahkodai bermuara pada pelabuhan bernama kebersyukuran. 

### 

Maka pleasure experience itu seyogyanya hadir tidak hanya ketika menikmati es krim, tapi juga belajar. Ketika proses belajar dan mengajar adalah kebahagiaan, setiap tekanan yang menimbulkan stres berlebihan dan menggerus keseimbangan dapat terkelola dengan baik. 

Pada akhirnya, strategi ini dapat berperan sebagai meningkatkan kualitas kesehatan mental as part of kesehatan holistik bagi seluruh sivitas akademika di lingkungan universitas. 

Sumber gambar: 

Kamis, 11 April 2019

Mindful Learning: Mengelola Stres dan Menciptakan Pembelajaran yang Menyenangkan (Bagian 2, Habis)


Oleh Duddy Fachrudin

Tomoe Gakuen ibarat pelipur lara seorang Totto-Chan yang mendamba pembelajaran yang menyenangkan.

Pendidikan berbasis cinta mengeliminir segala rasa negatif yang mungkin muncul dan berpotensi mereduksi kehausan akan ilmu pengetahuan.

Terbukti, buku yang ia tulis: Totto-Chan, The Little Girl at The Window adalah sekumpulan memori yang jujur tentang pengalaman bahagianya selama dididik Sosaku Kobayashi.

Maka, seorang Guru adalah orangtua, dan orangtua adalah Guru bagi anak-anaknya. Perilaku yang dihadirkan anak dalam keseharian mencerminkan didikan keduanya.

Guru menandai kebangkitan Jepang setelah negara tersebut hancur lebur di Perang Dunia II. Guru juga berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan psikologis negara paling bahagia bernama Finlandia.

Negara ini (Indonesia) membutuhkan guru, yang bukan sekedar mentransfer pengetahuan dan keterampilan, melainkan menanamkan nilai-nilai kehidupan.

Guru yang juga mengajarkan anak didiknya mengenal pikiran serta perasaannya.

Guru yang mengajarkan kebahagiaan. Dan Guru yang membebaskan penderitaan murid-muridnya.

Tak ada lagi derita, stres, atau intimidasi yang mengganggu (bullying) secara verbal maupun fisik.

Yang ada hanyalah sebuah perjalanan dalam mencari ilmu dengan penuh bahagia dan penuh cinta.

<<< Halaman Sebelumnya

Cek pelatihan mindfulness terbaru di sini >>>

Kamis, 22 Maret 2018

Authentic Problem Based Learning (Cinta Itu Ada Di Sekelilingmu) (Bagian 3, habis)



Oleh Tauhid Nur Azhar

Tulisan sebelumnya dapat dibaca di sini...

Salah seorang mahasiswa penulis termangu saat penulis menanyakan bagaimana sekiranya ada salah seorang penumpang di kereta ini mengalami serangan asma?

Kejutan terindah yang kami alami adalah ketika satu scene film besutan Allah Ta'ala, Sang Sutradara Agung diputarkan di hadapan kami.

Dengan musik latar pengamen buta muda belia menyanyikan lagu Ungu dengan suara sengau mendayu, "Allahu Akbar … Allah Mahabesar …." Kemudian seorang nenek renta memunguti botol dan gelas-gelas plastik air kemasan dan memasukkannya ke dalam kantong. Ia akan mendapatkan seribu-dua ribu rupiah dari upayanya di kereta itu, tetapi ia akan mendapatkan miliaran ganjaran kelak di surga sana.

Betapa tidak, perbuatannya itu menyelamatkan kita dari kerusakan lingkungan dan merosotnya akhlak untuk bekerja keras dan mensyukuri nikmat hidup yang telah diberikan.

Nenek itu adalah "orang suci" yang sudah sewajarnya dijadikan teladan bagi keempat puluh calon dokter yang ikut dalam perjalanan kali ini.

Bandung dan kantong-kantong permukimannya mungkin belum ideal bagi sebagian besar warganya, tetapi dengan kemampuan mensyukuri nikmat dan memanifestasikan doa dalam bentuk aktif berupa upaya maksimal untuk mengoptimalkan kondisi yang diterima saat ini, insya Allah para "stake holder" KRD ini juga akan menumpang kereta yang sama ke surga.

Dalam pengapnya himpitan kehidupan dan sistem yang mungkin membonsaikan cinta, justru cinta dan bahagia tumbuh dengan suburnya. Cinta itu bagaikan lumut, ia menghijau indah di permukaan sebuah batu yang kasar, keras, dan kelabu. Dengan cinta, batu itu jadi berwarna, indah dalam tegarnya, dan tegar dalam indahnya.

Terkadang, banyak hal yang luput kita rasakan dan gagal kita orbitkan menjadi sebuah kebahagiaan. Akan tetapi, bagi banyak orang lain yang bernapas dalam pengapnya himpitan kehidupan, kehadiran para gadis cantik calon dokter pada suatu siang di sebuah gerbong yang panas membekap adalah kebahagiaan.

Sang nenek pengumpul botol air kemasan sepanjang hidupnya belum pernah melihat mojang-mojang cantik kecuali dalam sinetron di TV tetangga, siang itu dia merasa bahagia. Satu hari indah telah dihadirkannya.

Dihadirkannya? Ya, karena kebahagiaan, keindahan, dan cinta sesungguhnya kitalah yang diberi hak dan kewajiban untuk menghadirkannya dalam kehidupan. Jangan salahkan siapa-siapa jika cinta dan bahagia tak kunjung datang menyapa. Mungkin kita terlalu "jutek" baginya, sehingga dia kehilangan keberanian untuk menghampiri kita.

Jika kita mampu mendapat manisan dalam hidup, mengapa kita terus-menerus menelan "asam cuka?" Jangan "asam" pada kehidupan karena dia akan ikut terfermentasi pula, akibatnya kita seolah akan tinggal dalam sebuah toples yang berisi aneka buah-buahan, tapi sayangnya masam semua!

Sumber gambar:
https://www.facebook.com/356259904513318/photos/a.358326877639954.1073741829.356259904513318/377062262433082/?type=3&theater

Authentic Problem Based Learning (Cinta Itu Ada Di Sekelilingmu) (Bagian 2)



Oleh Tauhid Nur Azhar

Tulisan sebelumnya dapat dibaca di sini...

Setiba di bagian dalam gerbong suasana semakin hiruk pikuk, setiap orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Setelah mendapat tempat berdiri yang cukup nyaman mulailah pandangan ditebarkan ke sekeliling gerbong.

Subhanallah, alangkah beragamnya para penumpang KRD ini. Ada seorang ibu yang sebelah matanya ditutup perban (mungkin pasca menjalani operasi katarak), tak terhitung banyaknya ibu-ibu yang membawa anak kecil (usia balita), demikian pula dengan kakek-kakek dan bapak-bapak yang terlihat keletihan dan terdiam terpekur dalam lamunannya masing-masing.

Salah seorang mahasiswa penulis melaporkan bahwa ada satu keluarga muda yang memanfaatkan perjalanan dengan KRD ini sebagai ajang silaturahmi keluarga yang penuh kehangatan.

Hal yang paling menghebohkan, adalah banyaknya orang yang menjadi kreatif dalam mempertahankan kehidupan (how to survive). Banyak sekali pedagang yang lalu-lalang di dalam kereta dan menawarkan berbagai jenis barang yang, bahkan sama sekali, sering di luar dugaan kita.

Ada pedagang minuman, buah mangga, camilan, ali agrem atau donat Sunda, kaitan penggantung gorden, lem cucurut (kecoa), lakban, hekter, klip, baterai jam tangan, sampai voucher isi ulang dan perdana juga ada. Lalu, dapat dijumpai pula serombongan pengamen, pengamen tuna netra, dan juga pengamen karaoke dangdut. Semua berjuang dan bekerja keras.

Malah ada satu peristiwa yang sangat menarik, saat penjual ali agrem yang dagangannya masih sangat banyak dan kurang laku, dihampiri oleh seorang pedagang koran yang dagangannya tampak laris. Pedagang koran ini minta dibungkuskan beberapa ali agrem dan membayarnya kontan. Tampaknya solidaritas semacam ini, telah berkembang menjadi budaya yang sangat kokoh di kalangan kaum yang disebut "terpinggir" ini.

Setiap butir peluh yang meleleh dan setiap aroma asam yang menguar dari tubuh-tubuh mereka yang penat seolah menjadi zat kimia pemersatu yang melekatkan hati dan merapatkan jiwa dalam hangatnya kebersamaan. Mereka bahu membahu mengurai simpul-simpul kesulitan hidup yang rumit.

Keempat puluh calon dokter itu tertegun, dalam gerbong yang penuh sesak itu. Mereka membayangkan betapa dengan mudahnya Mycobacterium tuberculose (TBC) berlompatan dari satu saluran napas ke saluran napas yang lain. Jamur kulit bersuka ria menumbuhkan spora-spora dan hyfa-nya di antara kulit-kulit yang bergesekan.

Andai ada virus semacam flu burung, maka satu kereta ini menjadi rumah barunya. Sungguh suatu ironi, di mana kelelahan sendi-sendi lutut dan tulang belakang karena banyak berdiri dan menghirup udara polusi yang kaya radikal bebas dan miskin oksigen akan menuai badai rematik di usia senja.

Bersambung ke sini...

Sumber gambar:
https://www.facebook.com/356259904513318/photos/a.358326877639954.1073741829.356259904513318/377062262433082/?type=3&theater

Authentic Problem Based Learning (Cinta Itu Ada Di Sekelilingmu) (Bagian 1)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Sebagai seseorang yang mendapat amanah untuk menjadi dosen mata kuliah Psikososial Kompleks di Fakultas Kedokteran Unisba, penulis berkewajiban menghantarkan para mahasiswa untuk lebih memahami realitas psikososial yang dihadapi oleh para calon mitranya kelak.

Secara teoretis kondisi psikososial akan sangat memengaruhi profil kesehatan suatu masyarakat atau komunitas. Agar para mahasiswa dapat lebih menghayati kandungan dari mata kuliah yang mereka ikuti, penulis merancang bentuk perkuliahan yang dapat dikategorikan sebagai authentic problem based learning, alias belajar dari kehidupan sesungguhnya.

Untuk itu, pada kesempatan pertama, sekitar 40 orang calon dokter diajak untuk mengobservasi kehidupan urban. Proses observasi dilakukan dengan mengamati profil penumpang kereta rel diesel (KRD) kelas ekonomi dengan jurusan Bandung-Cicalengka.

Mengapa dipilih kereta ini? Dengan menumpangi KRD, kita dapat mengamati banyak hal sekaligus, perubahan ekosistem dari daerah pusat kota sampai dengan tumbuhnya kota-kota satelit dan semakin menyusutnya areal lahan hijau. Kita pun dapat mengamati karakter dari beragam penumpang dan pengguna jasa KRD lainnya.

Keempat puluh calon dokter ini tampak sangat modis dan harum. Mereka menjadi pemandangan aneh di Stasiun Bandung, terlebih pada saat mereka antri tiket KRD ekonomi, raut wajah sang petugas tiket nyata sekali mencerminkan keheranan.

Setelah menunggu beberapa saat, KRD tak kunjung menampakkan "batang hidungnya", padahal menurut petugas yang ditanyai, semestinya KRD, apabila sesuai jadwal akan berangkat dari Stasiun Bandung pukul 10.30.

Kegelisahan dan ketidaknyamanan mulai tampak menghiasi wajah-wajah para calon dokter. Mereka berulang kali bertanya, mana kereta yang akan mereka tumpangi. Akhirnya, dari arah barat masuklah serangkaian kereta dengan gerbong dicat biru oranye yang telah lusuh dan dihela oleh sebuah lokomotif diesel tua berseri BB 303 17. Kecemasan sepintas membayang di wajah para calon dokter itu, seolah tak percaya bahwa inilah kereta api yang harus mereka naiki.

Di dalam rangkaian gerbong tersebut tampak penuh sesak dengan aneka jenis penumpang. Ada yang duduk dan lebih banyak lagi yang berdiri bergelantungan. Perjuangan untuk menaiki kereta pun dimulai, karena waktu singgahnya yang singkat maka setiap penumpang yang ada di emplasemen stasiun berusaha keras untuk masuk terlebih dahulu.

Dalam kondisi seperti ini, seorang manusia akan lebih memprioritaskan kepentingan dirinya terlebih dahulu. Bahkan keinginan untuk mengamankan kepentingannya ini mampu merobohkan norma, etika, dan rasa belas kasihan. Banyak orang tua didesak begitu saja oleh sekelompok penumpang yang jauh lebih muda, sehat, dan kuat. Setiap orang berusaha semampunya agar tidak tertinggal kereta api.

Bersambung ke sini...

Sumber gambar:
https://www.facebook.com/356259904513318/photos/a.358326877639954.1073741829.356259904513318/377062262433082/?type=3&theater

Senin, 12 Februari 2018

Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 4)

Staying Focus (Ilustrasi)

Oleh Duddy Fachrudin

Masuk pukul 9 pagi dan pulang pukul 14 siang. Itulah jam belajar di sekolah-sekolah Finlandia. Para siswa belajar selama lima jam dengan setiap jamnya berdurasi selama 45 menit. Setelah belajar setiap jam, mereka beristirahat selama 15 menit.

Pola belajar seperti ini dapat membuat siswa tetap mempertahankan fokus belajar dan menjaga mereka tetap berenergi selama pembelajaran. Dengan hal ini, maka belajar pun menjadi produktif, stres berkurang, dan lebih mindful.

Maka cara sederhana dalam mindful learning berikutnya yang dapat dipraktikkan mahasiswa kedokteran adalah:

Keempat, Mengatur Energi
Belajar merupakan aktivitas mental yang melibatkan otak, suatu organ yang berperan dalam berbagai fungsi psikologi yang salah satunya learning. Manajemen energi menjadi suatu hal yang penting karena berpengaruh pada tingkat kefokusan individu selama belajar. Maka dalam belajar pun tidak boleh berlebihan. Perlu adanya jeda setelah kita belajar selama 45 menit atau 1 jam. Jeda berarti mengijinkan otak untuk beristirahat sejenak.

Fenomena umum yang sering dijumpai pada mahasiswa adalah belajar dengan sistem kebut semalam (SKS). Belajar dengan cara ini membuat kita menjadi lelah dan menyebabkan stres. Maka belajar hingga membuat kita begadang bukan suatu cara yang jitu apalagi efektif. Materi yang dipelajari akan lebih cepat menguap, dan jangan heran jika saat ujian kita sering merasa "sepertinya pernah baca ini, tapi kok lupa... apa ya...".

Belajar yang terbaik adalah memperhatikan apa yang sudah seharusnya diperhatikan. Jika sedang kuliah, maka fokuslah memperhatikan materi kuliah. Lihat, dengar, dan rasakan perkuliahan tersebut. Libatkan diri secara penuh dan bertanyalah secara aktif. Ketika akan ujian, hanya meriviu materi tanpa harus begadang.

Namun kenyataannya ketika kuliah, justru mahasiswa mengerjakan tugas lain, ini yang akhirnya perkuliahan menjadi sia-sia. Ketika di rumah atau tempat kos, mahasiswa tersebut harus membaca dengan ekstra materi kuliah tersebut. Itupun bisa terjadi jika ada waktu, karena tugas-tugas lain sudah menanti di depan mata.

Maka aturlah energi. Belajar 45 menit, istirahat 15 menit. Dan bagi para pendidik, guru atau dosen, perlu menyediakan jeda selama kuliah.

Lalu fokuslah belajar. Jika kuliah hanya memperhatikan kuliah, tidak melakukan aktivitas lain. Belajarlah dengan mindful, dan bahagia saat belajar itu kelak terasa.

Bersambung ke Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 5)

Sumber gambar:
http://centre4inspiration.com.au/workshops/mind-energy-course-3/

Senin, 05 Februari 2018

Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 3)

Stillness (Ilustrasi)

Oleh Duddy Fachrudin

Dag dig dug perasaan tak menentu, sementara pikiran melayang jauh ke masa depan. "Bagaimana jika ujian saya gagal. Bagaimana jika saya tidak bisa menjadi dokter. Bagaimana, jika orang tua kecewa..."

Meskipun sudah berniat dalam hati untuk belajar lalu mengembangkan rasa penasaran (beginners mind) sambil menunjukkan mata melotot yang berbinar-binar pada bahan bacaan atau materi kuliah, ternyata hati ini tidak bisa dibohongi. Hati resah dan gelisah penuh dengan ketakutan serta kegagalan. Maka perlu adanya investigasi hati dan pikiran selama belajar. Apakah kita belajar dengan nyaman dan mindful, ataukah bercampur dengan gelisah dan gundah gulana?

Disinilah perlunya cara sederhana yang ketiga dalam mindful learning agar kita ketagihan belajar, tanpa stres, dan tentu saja mendapatkan nilai yang diharapkan. Cara yang pertama di bahas di sini dan cara yang kedua bisa dibaca di sini.

Ketiga, mindful breathing.
Pikiran-pikiran itu muncul begitu saja tanpa pernah diminta keluar si empunya. Mengembara jauh ke masa lalu, masa depan berselimutkan rasa takut, khawatir, cemas, dan kegagalan. Sampai akhirnya memenjarakan niat yang tulus untuk belajar dan rasa penasaran yang membuncah ruah. Inilah mind wandering yang sering menjumpai kita. Padahal pikiran-pikiran tersebut merupakan ciptaan kita sendiri atas intervensi mahluk yang iri dengki terhadap manusia, yaitu siapa lagi jika bukan syaithan.

Maka tersurat dalam Al-Qur'an pada surat pamungkas, yaitu An-Nas yang berarti manusia, dijelaskan keadaan manusia yang senantiasa berdoa memohon perlindungan dari hal yang sangat membahayakan. Apa itu?

min syarri lwaswaasi lkhannaas
dari kejahatan (bisikan) syaithan yang biasa bersembunyi

alladzii yuwaswisu fii shuduuri nnaas
yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia

mina ljinnati wannaas
dari (golongan) jin dan manusia
(QS. An-Nas: 4-6)

Inilah tantangan manusia, khususnya kita yang sedang mencari ilmu akan senantiasa digoda oleh bisikan-bisikan (pikiran-pikiran) yang mendistraksi proses belajar. Saat hal itu terjadi yang perlu dilakukan oleh kita adalah diam dan melakukan mindful breathing.

Ya, hanya diam sejenak kemudian bernapas dengan lembut. Lakukanlah sambil duduk, sehingga cara ini disebut DuDi: Duduk Diam atau bahasa kerennya being still. Semakin diam seseorang, maka ia mengijinkan dirinya untuk berada pada suatu sistem sempurna. Dalam termodinamika, sistem sempurna hanya terjadi ketika entropi bernilai sama dengan nol. Entropi adalah derajat ketidakteraturan pada sebuah sistem. Dan pikiran kita adalah sebuah sistem yang sangat kompleks. Maka dengan diam, kita mengijinkan pikiran kita dalam kondisi still, hening, jernih, dan bening.

Saat pikiran jernih, kita akan lebih mudah memahami ilmu, termasuk ilmu kedokteran yang tergolong sulit, yang didalamnya terdapat banyak istilah rumit yang membuat kepala melilit. Maka kita tidak perlu berkelit dari kesulitan, karena sesungguhnya dibalik itu semua ada kemudahan.

Tiga cara sederhana dalam mindful learning, khususnya untuk mahasiswa kedokteran telah dijabarkan. Apakah cukup hanya tiga cara ini? Dua cara lainnya akan dibahas ditulisan berikutnya.

Bersambung ke Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 4)

Sumber gambar:
https://www.guidingpositivechange.com/single-post/2017/04/02/Illness-to-Stillness

Minggu, 04 Februari 2018

Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 2)


Jadilah Mr./Mrs. Awesome

Oleh Duddy Fachrudin

Bagi Anda yang belum membaca Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (bagian 1), dapat membacanya di sini.

Mari kita lanjutkan pembelajaran mindfulness dalam bidang pendidikan ini, khususnya aplikasi mindful learning untuk mahasiswa kedokteran.

Masih ada 4 cara sederhana lainnya yang dapat dilakukan dalam mindful learning agar kita ketagihan belajar, fokus, tanpa stres, dan tentu saja mendapatkan nilai yang diharapkan. Cara pertama, yaitu niat telah dibahas di artikel sebelumnya.

Kedua, beginners mind.
"Aku suka sekolah ini!"
"Whooaa... Awsomeee!"
"Aku mencium bau petualangan!"

Kalimat pertama diucapkan Totto Chan, Gadis Cilik di Jendela yang memiliki nama asli Tetsuko Kuronayagi. Sementara kalimat kedua sering dilontarkan oleh Po, alias si Panda yang suka kungfu. Dan kalimat ketiga diteriakkan oleh Monkey D. Luffy, tokoh utama dalam serial manga One Piece.

Ketiga kalimat tersebut mencerminkan rasa penasaran, ketakjuban, dan keinginan untuk mengetahui lebih lanjut terhadap apa yang ada di depan mata. Itulah beginners mind, suatu sikap pembelajar yang mengijinkan dirinya untuk mengembangkan opennes to novelty.

Belajar akan menjadi menyenangkan ketika kita "merasa bodoh" dan terus ingin tahu, seperti yang dicontohkan ketiga tokoh di atas. Bahkan seorang yang cerdas, seperti Lintang (Laskar Pelangi) pun tetap "merasa bodoh" dan ingin terus belajar meskipun harus mengayuh sepeda 30 km dari rumahnya di pesisir pantai menuju Sekolah Dasar Muhammadiyah Gantong.

Bagi mahasiswa kedokteran, mempelajari manusia berarti menyibak misteri ciptaan Tuhan yang paling indah. Tanpa adanya beginners mind, belajar akan jadi membosankan dan penuh penderitaan. Namun jika diniatkan untuk "menyelami" keindahan ciptaan-Nya, maka kita akan terkagum-kagum takjub atas segala kreasi-Nya.

Maka setelah niat dihaturkan dan termaktub dalam hati, selanjutnya kembangkanlah beginners mind agar mendapatkan manfaat yang optimal dari penerapan mindful learning ini.

Bersambung ke sini: Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 3)

Sumber gambar:
https://wallpaper.wiki/downloas-free-awesome-face-wallpapers.html/awsome-face-image

Kamis, 01 Februari 2018

Mindful Learning untuk Mahasiswa Kedokteran (Bagian 1)

Mahasiswa Kedokteran

Oleh Duddy Fachrudin

Menjelang ujian blok, ujian PBL (Problem Based Learning) atau OSOCA, dan ujian keterampilan klinis atau OSCE agenda konseling saya lebih intens dari biasanya. Para mahasiswa kedokteran di tempat saya bekerja banyak yang bertanya bagaimana cara agar mereka bisa memperoleh nilai yang mereka harapkan. Ya, semua orang tahu bahwa kuliah di kedokteran tidak mudah dan perlu usaha yang lebih besar untuk sukses dibanding kuliah di jurusan lain.

Nilai merupakan hasil akhir dari sebuah proses belajar. Maka apapun nilai yang diperoleh itu berarti representasi dari bagaimana kita belajar. Berdasarkan pengamatan saya, sebagian besar mahasiswa yang failed dalam ujian atau memperoleh nilai yang kecil karena permasalahan-permasalahan psikologis. Problems tersebut berupa kurangnya fokus, takut dan khawatir mendapatkan nilai yang jelek, tidak percaya diri menghadapi ujian, hingga konflik dengan orang tua karena mahasiswa yang bersangkutan sebenarnya tidak memiliki minat untuk menjadi dokter.

So, belajar pun menjadi begitu menyeramkan. Ujian bagi mereka adalah suatu hal yang membuat stres dan melelahkan. Dan pada akhirnya, tidak ada kenikmatan dan kesenangan selama menempuh pendidikan.

Padahal kunci dari kebahagiaan berilmu adalah kita menyenangi ilmu tersebut. Terlepas dari berbagai metode atau teknik belajar, jika kita menyukai ilmu maka, jalan untuk menempuh ilmu tersebut dibukakan dengan mudah oleh-Nya.

Maka, pendekatan mindful learning berupaya agar kita menyukai proses pembelajaran yang dilalui oleh setiap siswa dan mahasiswa atau siapapun yang memang menyenangi ilmu. Mindful learning membuat siswa atau mahasiswa lebih fokus dan resisten terhadap stres. Beberapa sekolah kedokteran, seperti Monash University, University of Rochester, dan McGill University telah mengintegrasikan konsep mindfulness ke dalam kurikulum inti pendidikan dokter. Selain agar mahasiswa bisa mindful dan enjoy dalam menempuh pendidikan, sekolah-sekolah kedokteran tersebut menyiapkan dokter generasi baru yang sesuai visi dan misi universitas yaitu transform western medicine by synergizing the power of modern biomedicine with the potential for healing of every person who seeks the help of a healthcare practitioner (Dobkin & Hassed, 2016).

Lalu bagaimana cara-cara mindful learning?

Berikut terdapat 5 cara sederhana yang dapat dilakukan dalam mindful learning agar kita ketagihan belajar, fokus, tanpa stres, dan tentu saja mendapatkan nilai yang diharapkan.

Pertama niat.
Niat merupakan komponen penting dalam mindfulness. Sebelum melakukan aktivitas belajar kita meniatkan diri untuk belajar sehingga dapat mereduksi kemungkinan-kemungkinan yang dapat mengganggu selama proses belajar.

Bersambung di bagian 2

Cek pelatihan mindfulness terbaru di sini >>>

Referensi:
Dobkin, P. L., & Hassed, C. S. (2016). Mindful medical practitioners: A Guide for clinicians and Educators. Springer International Publishing Switzerland.

Sumber gambar:
https://thedoctorweighsin.com/the-privilege-of-being-a-third-year-medical-student/

Sabtu, 27 Januari 2018

Mindful Learning: Mengelola Stres dan Menciptakan Pembelajaran yang Menyenangkan (Bagian 1)

Buku Totto Chan

Oleh Duddy Fachrudin

Bagi anak-anak, buku ini adalah buku cerita anak yang mengisahkan seorang anak dan masa-masa sekolahnya yang menyenangkan. Bagi guru, buku ini dapat menjadi inspirasi bagi mereka untuk mengajar dengan lebih baik dan lebih menyenangkan.

Dan bagi saya, buku ini adalah buku aplikasi mindfulness terbaik dalam bidang pendidikan dan pembelajaran.

Buku ini berjudul "Totto-Chan: The Little Girl in The Window".

Tetsuyo Kuronagi alias Totto-Chan sendiri berhasil menceritakan petualangannya belajar di Tomoe Gakuen, sebuah Sekolah Dasar (SD) ajaib yang didirikan Sosaku Kobayashi.

Uniknya Tomoe Gakuen sendiri berupa gerbong kereta api yang sudah tidak terpakai dengan sistem pembelajaran yang bersifat student-centered sesuai minat siswa.

Kurikulum yang diterapkan berbasis integrated intelligence (kecerdasan menyeluruh) yang terdiri dari beragam ilmu yang merangsang rasa ingin tahu siswa.

Totto-Chan dapat bersekolah di Tomoe Gakuen karena ia dikeluarkan dari sekolahnya gara-gara sering membuka dan menutup meja tempat ia duduk di kelas dan "memanggil" pemusik jalanan saat pembelajaran berlangsung.

Gurunya mengeluh kepada ibunya, karena perilaku Totto-Chan sangat mengganggunya saat ia menyampaian pelajaran. Namun sesungguhnya, Totto-Chan berperilaku seperti itu karena ia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

Maka saat pertama kali masuk Tomoe Gakuen yang berupa gerbong kereta ia langsung menyukainya, termasuk ketika Mr. Kobayashi memintanya berbicara apa saja yang ia sukai pagi itu.

Dengan mindful-nya, Kepala Sekolah itu mendengarkan Totto-Chan bercerita dari satu hal ke hal lainnya yang sebenarnya tidak saling berhubungan satu sama lain. Sampai akhirnya Totto-Chan sudah kehabisan cerita dan hari telah beranjak siang.

Sosaku Kobayashi mendengarkan cerita seorang anak yang baru ditemuinya selama 4 jam, lalu ia berkata, "Nah sekarang kau murid di sekolah ini."

Begitulah mindful learning sudah tercipta sejak awal pertemuan Totto-Chan dan Sosaku Kobayashi.

Ada paying attention, kesabaran, non-judgment, fokus, dan tentu saja rasa cinta (lovingkindness) seorang guru saat mendengarkan celotehan muridnya di awal pertemuan.

Sosaku Kobayashi telah menjadi role model Totto-Chan seketika itu juga. Ia telah menjadi inspirasi seorang bocah yang dicap "nakal" oleh guru sekolah sebelumnya. Dan saya yakin Mr. Kobayashi pun telah menjadi idola bagi murid-murid lainnya.

Sosaku Kobayashi mendirikan Tomoe Gakuen karena kecintaannya pada dunia pendidikan dan anak-anak. Ia yakin bahwa setiap anak memiliki potensi atau watak yang baik. Lingkunganlah yang menyebabkan perilaku anak berbeda-beda.

Maka sistem pendidikan di Tomoe Gakuen berupaya mengembangkan (cultivating) karakter siswa dengan proses pembelajaran yang holistik.

Salah satu yang khas dari pembelajaran ala Kobayashi adalah murid-murid diajak untuk iqro atau mengamati alam, misalnya mengamati dedaunan yang bergoyang dan semilir angin yang berhembus.

Ia seolah memberi pesan kepada murid-muridnya untuk senantiasa "membaca" dan mengenal tanda alam sepanjang hidup mereka. Dengan metode ini, bagian-bagian otak, khususnya korteks prefrontal yang berperan sebagai fungsi eksekutif meningkat aktivitasnya.

Halaman Selanjutnya >>>

Cek pelatihan mindfulness terbaru di sini >>>

Sumber gambar:
https://sangkhay.blogspot.co.id/2016/02/sosaku-kobayashi-dibalik-kisah-totto.html