Tampilkan postingan dengan label Puasa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puasa. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 Mei 2021

Mindful Diet: Makna Diet, Puasa Ramadhan Setiap Bulan, dan Idul Fitri Setiap Hari



Oleh Duddy Fachrudin

Pemahaman diet yang berkembang pada sebagian besar orang saat ini, yaitu sebuah teknik untuk menurunkan berat badan. Maka terciptalah diet anu... diet nganu... dan diet anu nganu lainnya. 

Mereka yang terobsesi untuk langsing, seksi, dan memiliki tubuh yang aduhai pun tergerak untuk menjalankan diet anu. Saat dicoba selama beberapa waktu ternyata hasilnya tak kunjung mengubah arah jarum timbangan. Karena merasa bahwa diet anu tersebut gagal, kemudian beralih ke diet nganu. 

Maka memahami suatu esensi dari diet adalah kunci dari sebuah keberhasilan.

Kata diet berasal dari Bahasa Yunani, yaitu diaita yang merupakan turunan dari kata kerja "diaitasthan" yang memiliki arti sesungguhnya adalah "menjalani kehidupan". Esensi diet adalah bukan tidak boleh melakukan (makan) ini dan harus melakukan itu, melainkan menikmati apapun yang tersedia di muka bumi sesuai kadar secara sadar dengan menggunakan nalar. Maka kenikmatan dari diet (baca: menjalani kehidupan), terletak sejauhmana diri kita mengenal dan memahami takaran hidup kita. 

Diet bukanlah sebuah teknik, tapi way of life

Sebuah cara menjalani kehidupan yang seimbang. Cara bagaimana kita mengenal dan memahami tubuh kita sendiri. Cara bagaimana menjalin relasi dengan makanan yang dimasukkan ke dalam mulut. 

Diet adalah kehidupan itu sendiri.

Kehidupan yang membutuhkan yatacittama, yang artinya pengendalian. Jadi apapun teknik dan metode dietnya, inti sebenarnya adalah pengendalian.

Dan bukankah pengendalian memiliki asosiasi yang sangat kuat dengan puasa?

Jason Fung, seorang dokter yang mengobati pasien-pasiennya dengan metode puasa mengatakan bahwa puasa dapat disandingkan dengan diet apapun. 

Mengapa puasa? Ada apa dengan puasa? 

1. Puasa dilakukan oleh semua umat manusia, apapun latar belakang agamanya
2. Puasa adalah aktivitas keseharian Nabi

"Generasi terbaik adalah generasi di zamanku, kemudian masa setelahnya, kemudian generasi setelahnya. Sesungguhnya pada masa yang akan datang ada kaum yang suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, mereka bersaksi sebelum diminta kesaksiannya, bernazar tapi tidak melaksanakannya, dan nampak pada mereka kegemukan." (HR. Bukhari dan Muslim) 

Nabi sendiri mencontohkan dirinya gemar berpuasa, seperti puasa senin-kamis, saat tidak memiliki makanan berpuasa, ketika ada makanan tapi ingin memberi sedekah makanannya beliau kemudian berpuasa, saat ingin meningkatkan keyakinan melakukan puasa, dan sebagainya.

3. Puasa itu menyehatkan

Puasa mencegah obesitas atau kegemukan yang berpotensi menimbulkan penyakit-penyakit lainnya. Nabi sendiri memiliki perut yang rata. 

Abu Hurairah RA berkata:
"Rasulullah Saw. dada dan perutnya rata." (HR. Ibn Sa'ad)

Puasa membersihkan (memfitrikan) tubuh kita. Terjadi proses detoksifikasi yang dinamakan autofagi, dimana sel-sel yang rusak di dalam tubuh akan memakan dirinya sendiri. Sel-sel yang telah "dimakan" oleh tubuh ini kemudian didaur ulang menjadi sel baru yang lebih fresh yang pada akhirnya berdampak pada kualitas kesehatan fisik dan mental.

Puasa membuat pelakunya jarang mengalami sakit. Tengok Nabi yang hanya mengalami 2 kali sakit selama hidupnya. 

Maka seusai Ramadhan, adalah suatu hal yang bijak untuk melanjutkan puasa sehingga tubuh dan pikiran senantiasa difitrikan (dibersihkan/ disucikan). Saat fitri, bukankah kita dapat jernih dalam pengambilan keputusan dan tercegah dari melontarkan caci serta makian?

Sumber gambar:

Sabtu, 25 April 2020

Corona dan Kesadaran untuk Kembali



Oleh Duddy Fachrudin 

Salah satu praktik hidup berkesadaran atau mindful living adalah dengan menerapkan gaya hidup minimalis. 

Sayangnya hidup minimalis yang tidak materialis dan nirkapitalis ini tidak mudah dan penuh tantangan. 

Serbuan keinginan dari alam pikiran dalam pemenuhan kebutuhan tak bisa direm, dipuasai, dan dikendalikan. 

Akhirnya manusia cenderung berlebihan dalam menjalani kehidupan. 

Perut menjadi buncit, lingkungan tercemari sampah serta polusi, dan perilaku konsumtif yang destruktif adalah contoh nyata dari degradasi akhlak manusia. 

Eksplorasi dan eksploitasi pemenuhan kebutuhan menggerus tatanan keseimbangan.  

Saat di-KO corona, manusia kelimpungan.

Maka jangan sok latah dengan hashtag "lawan corona". Dalam menghadapi tamu agung yang diperjalankan Tuhan ini, justru manusia perlu melawan dirinya sendiri.

Karena kita tidak tahu kapan pandemi ini akan berlalu. 

Meski bisa diprediksi dengan logika matematika, akhir dari pandemi ini masih menjadi misteri. 

Bukan lagi bulanan, tapi satu dua hingga lima tahun sejak awal mula kasus ditemukan. Itupun jika manusia mampu mengalahkan dirinya. 

Dan ini adalah peringatan akhir jaman di peradaban yang begitu sarat konflik dengan Tuhan. 

Semakin teknologi maju, manusia justru semakin angkuh. 

Dengan berbagai cara dan upaya, manusia ingin hidup abadi. "Hidup 1000 tahun lagi," kata Chairil Anwar. 

Simbah berpesan, "Elingo sangkan paranmu." 

Sementara Sabda Nabi, "Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini untuk kalian." 

Ihdinas shirootol mustaqiim. 

Sumber gambar: 

Kamis, 23 April 2020

Hidup Minimalis di Tengah Pandemi




Oleh Duddy Fachrudin 

Di dunia, sudah 5 bulan corona bertamu, 
sementara di negeri ini, virus itu sudah diperjalankan Tuhan sejak awal maret lalu. 

Kita tidak tahu sampai kapan ini berlalu, 
maka... 

Bagi yang terbiasa puasa atau makan seadanya, kemampuan atau potensi ini sangat dibutuhkan di masa pandemi.  

Puasa itu kemampuan untuk hidup minimalis, 
yang tidak materialis dan tidak kapitalis.

Contohnya dalam hal pemenuhan kebutuhan makan, 
berapa sesungguhnya pengeluaran untuk mengisi sistem pencernaan?  

Hidup minimalis itu hemat pengeluaran, dan menahan diri dari hal yang tidak berkepentingan. 

Simbahku yang terbiasa makan gaplek dan tempe mayit berpesan kepadaku tempo hari, 

"Urip iku dudu urusane weteng, kowe ndelok uripe Kanjeng Nabi, mangane sitik..." 

Gara-garanya aku mencoba hidup apa adanya: 100 ribu untuk makan satu minggu! 

Kata orang ndak mungkin makan cuma 100 ribu, sekali makan aja 20 ribu. 

Bener juga kata mereka, tapi itu berlaku di kota besar, lah wong aku urip di kota yang UMK nya cuma 2 juta. 

Belanja mingguan 100 ribu: 
-dada ayam sekilo: 30.000 
-ikan kembung atau telur setengah kilo: 12.500 
-tahu dan tempe: 10.000 
-sayuran (bayam, kangkung, sawi putih, toge, dan daun singkong): 12.500 
-rempah-rempah (bawang merah & putih, cabe, kunyit, jahe, ketumbar, dan merica): 20.000 
-buah-buahan: 10.000 
-masih bisa belikerupuk mentah buat cemilan: 5000 

dari bahan-bahan ini bisa dikelola untuk kebutuhan makan 2 hingga 4 orang selama satu minggu. 

Belanja bulanan 250 ribu:
-beras 3kg: 35.000 
-minyak goreng 6 liter: 70.000 
-garam, penyedap rasa, dan gula: 25.000
-gas 3 kg: 22.000 
-air mineral 4 galon: 60.000 
-masih bonus belanja lain-lain: 38.000 

Total satu bulan pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan satu keluarga sekitar 650 ribu. 

Jika penghasilan seseorang 2 juta selama sebulan, maka pola ini sesuai aturan pengaturan keuangan 1/3, 
yang bersumber dari hadis Nabi.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. menceritakan seorang petani yang diberkahi usaha dan hartanya, dan beliau bersabda:

"... maka sesungguhnya aku memperhitungkan hasil yang didapat dari kebun ini, lalu aku
1) bersedekah dengannya sepertiganya,
2) makan bersama keluargaku sepertiganya lagi,
3) mengembalikan (untuk menanam lagi) sepertiganya."

Inilah konsep hidup minimalis, zuhud, dan belajar untuk tidak materialis. 

Dengan pendapatan 2 juta saja, masih bisa menabung (poin 3) dan bersedekah (poin 1). 

Selain itu, terdapat 2 keuntungan lainnya dengan menerapkan pola hidup ini:

1. Sehat, dengan berat badan terjaga dan imunitas kuat, terhindar dari penyakit seperti diabetes, hipertensi, dan jantung yang diakibatkan gaya hidup tidak sehat (khususnya dalam pemenuhan makanan), karena imun kuat juga bisa melawan coronavirus yang menyerang tubuh 

2. Karena dapat mengelola perut, maka mudah mengelola keinginan sehingga tidak berlebihan dalam menjalani kehidupan 

Bagaimana jika pendapatanmu lebih dari 2 juta, 3 juta, 5 juta, 10 juta... 

Tetaplah minimalis.

Sumber gambar: 

Kamis, 09 April 2020

Gembel Mudik di Tengah Corona


Oleh Duddy Fachrudin 

Kita itu butuh mudik 

Kita? 

Kita: manusia yang terdidik 
Manusia yang menjadi manusia 

### 

Terdidik itu mengalami pendidikan 
Jiwa dan akalnya ditempa oleh kehidupan 
Jiwa dan akalnya tak mau menjadi budak penjajahan pikiran 

Sampai manusia sadar bahwa dirinya tak perlu embel-embel 
Sadar kalau dirinya gembel 

### 

Itulah mengapa manusia puasa 
Puasa dari mengembel-embeli dirinya 

Yang berhasil maujud menjadi fitri 
Sesuai hakikat ruhnya yang suci 

### 

Itulah mudik sejati

Mudik yang lebih penting dari mudik kultural yang selama ini kamu jalani 

### 

Corona bertamu,
tok tok tok...

Ben kamu mudik sejati 

### 

Ben kamu dadi sebenere menungso 

### 

Karena globalisasi yang menuhankan materi ini manusia lupa jati dirinya 

Lupa untuk mengisolasi dirinya 

### 

Manusia asyik menjadi follower 
Mencari sesuatu di luar dirinya hingga muter-muter 

Mubeng-mubeng kluwer-kluwer 

Akhirnya keder 

### 

Setiap hari adalah hari raya 
Setiap hari menjadi sejatinya manusia 

### 

Menjalani simulasi di surga
Tak ada kejahatan, korupsi, dan segala kepalsuan 

Yang ada hanyalah suap-menyuap kasih sayang 

### 

Sekiranya itu hasil dari mudik sejati

Menebarkan cinta dan kebermanfaatan,
sebagai gembel tanpa embel-embel:
ingin dihormati, ingin dikenali, ingin dicintai 
 
Sumber gambar:

Rabu, 01 April 2020

Teater Corona, Aku, dan Afalaa Ta'qiluun


Oleh Duddy Fachrudin 

Teater corona terus berlanjut 
Akankah manusia kembali benjut

Aku siap benjut hingga hanya memakai cangcut 
Toh hidup ini hanya ketelingsut 

Mau melawan juga pakai apa? 
Wong aku ora duwe apa-apa 

Cuma bisa puasa tanpa sahur dan berbuka seadanya 
Kalau perlu mutih 40 hari 100 hari sekaligus bertapa dari segalanya 

### 

Aku hanya ingin Tuhan tidak murka 
Ini kehendak-Nya, 
bukan kehendakku 

Aku bukanlah aku 
Aku sudah tiada sejak dulu 

Meski yang dulu-dulu suka menyapa dalam mimpi 
Meminta untuk dikasihani 

### 

Aku hanyalah atom berongga 
Ruang hampa, gelap, dan tak bercahaya 

Hologram membisu, juga merindu 

### 

Aku cuma lempung kampung yang bebas ditelikung maupun diserimpung 
Aku fana fatamorgana yang sudah sejak dulu kala menderita 

### 

Aku materi berfrekuensi yang siap meluruh menjadi energi 
Terbebas dari labirin yang menghimpit penuh ilusi halusinasi 

### 

Corona akan terus bertamu 

Tak ingin menyuruh-nyuruh: 
"Tuhan, lenyapkan corona itu" 

Malu nyuruh-nyuruh Al-Hayyu Al Mumiitu 
Siapa aku nyuruh-nyuruh 

### 

Aku kulit yang mengelupas terkena panas 
Melepuh dan melepas 

Berduyun-duyun sel-sel mengayun tunduk memohon agar bisa ilaihi roji'uun 

### 

Aku, 
si dungu letih ringkih yang hanya bisa bersembunyi dalam kelambu 

Kelambu kasih sayang tempatku bersembahyang 
Menyanyikan stanza cinta bergelombang 

### 

Tak ikut-ikut lagi menanam buah khuldi 
Seperti yang mereka lakukan setiap hari 

Memanen, menikmati, menanam lagi dan lagi 
Terus berulang-ulang kali 

Tak pernah puas dan tak menyadari, 
misi penciptaan diri 

### 

Biarlah aku di sini, 
mati, 
membunuh diri 

Tak terbuai lagi dengan khuldi khuldi 

### 

Corona terus bergentayangan 
Yang ini datang berbulan-bulan 

Yang lain (mungkin) bertahun-tahun 
Menggembalakan racun agar manusia kembali membaca afalaa ta'qiluun 

### 

Bagi para pecinta, 
racun tha'un itu adalah kritik mesra dan pesona kasih-Nya tak terkira 

Sumber gambar: 

Selasa, 24 Maret 2020

Covid, Hafidh, Lockdown, dan Vektor Hati


Oleh Duddy Fachrudin

Manusia diperjalankan
Tuhan memperjalankan

Virus diperjalankan
Tuhan memperjalankan

Dalam kegelapan malam, Nabi diperjalankan
Tuhan memperjalankan

Semua diperjalankan
Tuhan memperjalankan

###

Semua diberhentikan
Tuhan memberhentikan

Ikhlas menerima apapun yang datang
Ikhlas menerima apapun yang pergi

Datang untuk pergi
Pulang untuk kembali

###

Diperjalankan dengan aneka tanya yang berkelindan
Jawaban-jawaban hanya ada saat melalui jalur pendakian

Seperti Nabi yang mendaki
Seperti Mereka yang senantiasa bersuci

Atau Mereka yang berdiam diri
Menembus samudera cinta hakiki

Melepaskan diri dari jerat eksistensi materi,
untuk menghirup cahaya esensi

###

Ada covid
Ada pula hafidh

Kamu covid atau hafidh?

Hafidh pemelihara
Covid pembawa bencana dengan tingkah lakunya

###

Tak pernah bertanya akar dari masalah
Hanya mencoba mengobati dan berupaya mencegah

Mata sembab melihat jasad tergeletak di bumi tak berpetak

Lalu pernahkah bertanya sebab dari semua ini?

###

Hafidh diperjalankan
Covid diperjalankan

Ada hafidh tetap hafidh
Ada hafidh menjadi covid
Ada covid selalu covid
Ada covid berubah wujud menjadi hafidh
Ada pula hafidh berwajah covid

###

Kenapa mesti berawal di Cina?
Kenapa mesti tak kasat mata?
Kenapa mesti menjelang puasa?
Kenapa mesti melalui peringatan hari dimana Nabi mengalami perjalanan luar biasa?

Pernahkah pemimpin dunia bertanya?

###

Ada shiyam
Ada shoum

Lockdown itu shiyam sekaligus shoum

Shiyam puasa makan minum dalam sehari
Shoum lebih luas lagi, menahan diri

Shiyam dan shoum meningkatkan iman dan imun

Masa kamu tidak mau melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat untuk kelangsungan hidupmu?

###

Tapi nanti depresi
Resesi ekonomi
Dapur tak mengepul lagi

Dengan bilang seperti ini, kamu sudah menjadi orang yang merugi

Manusia kufur yang tak bersyukur

Hidup ini hak guna, sejak kapan hidup menjadi hak milik?

###

Sejak materi mendominasi

Akhirnya jadilah penganut materialisme
Jadilah menuhankan kapitalisme

Semua dilihat dari untung rugi duniawi

###

Maka, beruntunglah mereka yang tak menikahi dunia

Seperti Nabi,
yang perlu diteladani dan diikuti

Makan dibatasi
Stok pakaiannya hanya untuk 2 hari
Rumahnya sangat kecil dan sempit sekali
Semua kekayaannya dibagi-bagi

###

Derita umatnya saat ini tak ada apa-apanya dibanding deritanya

Semua anak cucunya mati
Pernah diracun, disantet, diludahi, dan dicaci maki
Dilempar kotoran, dikucilkan, dan diusir dari kampung halaman

Yang tak menyukainya menyeru, "Tangkap... hidup atau mati!"

###

Tapi Nabi yang paling sering menangis dan mengemis dalam sujudnya

Cinta dan takut beriringan mengisi ruang hati
Tertuju satu hanya pada Ilahi

###

Dan salah satu do'a favorit Nabi:

"Ya Tuhan, hidupkan aku keadaan miskin dan bangkitkan aku kelak bersama orang-orang miskin."

Kamu pernah berdo'a seperti itu?

###

Sehat itu tak hanya fisik
Sehat itu holistik

Sehat mental, sosial, dan spiritual

Juga sehat finansial

Tapi kalau melihat Nabi, ia begitu sangat tidak sehat finansial

Namun begitu, riwayat sakitnya hanya 2 kali

###

Andai Nabi melihat bencana ini ia sangat bersedih

Sedih bukan karena jumlah yang mati

Sedih karena melihat kepongahan manusia
Meringis karena banyak yang mengaku mencintainya, namun nyatanya tipu-tipu belaka

###

Ini bukan lagi soal lockdown atau herd immunity

Ini masalah vektor hati

###

Hati yang perlu isra' dan mi'raj,
melintasi berbagai dimensi

Referensi:
Bagian shiyam, shoum dan Nabi terinspirasi dari buku dr. Ade Hashman yang berjudul, "Cinta, Kesehatan, dan Munajat Emha Ainun Nadjib", penerbit Bentang

Sumber gambar:
https://emphaticallynomadic.com/how-to-find-yourself-through-a-spiritual-journey/

Sabtu, 14 Maret 2020

Kesehatan, Corona, dan Puasa


Oleh Duddy Fachrudin

Setelah menderita ALS di usianya yang ke-21, Stephen Hawking diprediksi tidak akan bertahan hidup lebih dari 2 tahun. Nyatanya ia kemudian bisa terus melanjutkan hidupnya selama 55 tahun, meninggal di usia 76 tahun.

Kesehatan, meski dapat diukur secara empiris melalui berbagai variabel fisik, masih menyimpan sejuta misteri. Bahkan, kesehatan bisa menjadi rahasia dan urusan Tuhan. 

Para centenarian yang diteliliti oleh Dan Buettner di lima wilayah dunia menghasilkan kesimpulan bahwa kualitas kesehatan manusia yang berusia 100 tahun itu dipengaruhi oleh jamak faktor. Bukan melulu soal makanan dan aktivitas gerak, melainkan kehidupan sosial, kualitas mental, hingga terkait ritual atau kepercayaan tertentu yang mereka anut. 

Maka, kesehatan sesungguhnya berkah. Hadiah dari Allah Swt. yang perlu dirawat dan dijaga dengan penuh cinta dengan menjadi dokter bagi diri sendiri. 

Hal ini lebih penting lagi dan mendesak di kala situasi pandemi virus corona di berbagai belahan dunia. Individu yang memiliki kekebalan tubuh yang rendah, para lansia, mereka yang memiliki kadar gula tinggi, hipertensi, penyakit jantung, dan permasalahan pada paru-paru lebih rentan terpapar Covid-19.

Jeda dan karantina adalah suatu yang niscaya. Bukan hanya bertujuan menghentikan transimisi virus, tapi juga sebagai ajang puasa diri dari perhelatan dunia.

Bukankah Le Chatelier pernah bilang bahwa saat sistem kesetimbangan mengalami perubahan, maka ia berusaha menyesuaikan dirinya untuk kembali pada kondisi kesetimbangan baru? 

Mungkinkah dunia ini sudah berada dalam "ketidaksetimbangan" akibat perilaku manusianya? Jika iya, maka puasa adalah salah satu bentuk mengembalikan kesetimbangan individu dan juga tatanan sosial.

Puasa dari makan minum berlebihan dapat menormalkan kadar gula darah dan tekanan darah, meningkatkan imunitas, serta pastinya menyehatkan organ tubuh.

Kemudian puasa dari perbuatan, perkataan, pikiran, dan perasaan negatif.

Puasa dari memperlakukan alam seenaknya.

Puasa dari gaya hidup kotor yang tidak memperhatikan kebersihan.

Dan tentu saja puasa dari materialisme dan kapitalisme.

Kebijakan "karantina" di berbagai negara atau daerah adalah hikmah sekaligus momentum perbaikan. Apalagi 11 hari dari sekarang adalah Hari Raya Nyepi dan 40 hari lagi adalah awal Bulan Ramadhan.

Selamat jeda. Selamat berpuasa.

Sumber gambar:
https://publichealthmatters.blog.gov.uk/2020/01/23/wuhan-novel-coronavirus-what-you-need-to-know/