Rabu, 27 September 2017

Inspirasi Pirlo dan 2 Pemain Bola Paling Mindful Lainnya


Oleh Duddy Fachrudin

Penso quindi gioco yang dalam bahasa Inggris berarti i think therefore i play. Sebuah idiom dari seorang Andrea Pirlo untuk menggambarkan sosok dirinya di buku autobiografinya, baik sebagai seorang manusia biasa maupun pesepakbola kelas dunia.

Pirlo selalu bermain dengan kecerdikannya yang merupakan hasil dari perhitungan yang matang yang terjadi dalam korteks prefrontalnya. Sebagai contoh ketika ia melakukan tendangan pinalti mencungkil bola ala panenka saat Italia bersua Inggris di perempatfinal Piala Eropa 2012.

Dalam posisi tertinggal 1-2, Pirlo sebagai penendang ketiga berhasil mengelabui Joe Hart yang kelewat percaya diri. Dan yang terjadi kemudian entah mengapa 2 penendang Inggris berikutnya gagal, sementara 2 algojo Italia sukses menjalankan misinya. Italia menang 4-2.

Julukannya Sang Metronom dan Sang Dirigen Orkestra. Tidak berlebihan julukan itu disematkan pada pemain yang berposisi sebagai deep-lying playmaker itu. Pirlo tidak banyak berlari seperti para pemain lainnya. Cukup dengan satu dua sentuhan ia mengendalikan permainan.

Bahkan karena jarang berlari, Pirlo seolah bermain dalam sunyi namun menghasilkan gelombang yang indah. Inilah filosofi wu wei yang berhasil diterapkan oleh Sang Maestro. Dengan kata lain, Pirlo merupakan pemain bola paling mindful yang pernah ada.

Mindfulness identik dengan ketenangan, setenang Pirlo mengolah kulit bundar. Namun di dalam mindfulness juga terdapat acceptance, non-judging, awareness, dan memiliki kaitan dengan flow. Maka selain Pirlo, dua nama pemain yang berposisi sebagai gelandang serang dan striker ini layak diberi label pemain paling mindful. Siapa saja mereka?

Pertama Ronaldinho Gaucho. Pemain yang satu ini menjadi pemain bola yang paling bahagia karena ia selalu tersenyum di atas lapangan. Ronaldinho sangat menikmati bermain sepakbola dan hanyut dalam setiap momen yang terjadi di setiap pertandingan yang dimainkannya. Csikszentmihalyi menamakan apa yang dialami Ronaldinho sebagai flow.


Menonton Ronaldinho seperti menikmati pertunjukan Sang Penyihir yang melakukan keajaiban demi keajaiban di lapangan. Dribbling ciamik, nugmet aduhai, passing yahud, dan gol-gol fantastisnya begitu sayang untuk dilewatkan.

Freekick ajaib Ronaldinho saat Brazil melawan Inggris pada perempatfinal Piala Dunia 2002 dan shimmie golnya ke gawang Chelsea pada Liga Champions edisi 2004/2005 menjadi bukti bahwa Ronaldinho dilahirkan sebagai penyihir lapangan.

Dan sihir terbaiknya adalah saat ia menjadi mentor titisan Maradona, Lionel Messi di Barcelona. Sejak kedatangannya sekaligus mentor Messi, Barcelona yang awalnya nirgelar menjadi klub yang berlimpah trofi.

Kedua Ole Gunnar Solksjaer. Masuk menggantikan Andy Cole di menit 81, pemain berwajah imut-imut ini mungkin menjadi pemain yang paling dikenang oleh seluruh fans Bayern Munchen. Dikenang bukan sebagai pahlawan, karena Ole berseragam Man. United yang kala itu menjadi lawan Munchen.

Dalam posisi unggul 1-0 dan tinggal menunggu peluit panjang berbunyi, Munchen sepertinya akan menjadi kampiun Liga Champions tahun 1999. Namun, Setan Merah berhasil menyamakan kedudukan di menit 91 lewat gol Teddy Sheringham. Dan sebelum pertandingan usai, Ole benar-benar membuat pemain The Bavarians tersungkur lemas di lapangan.

Siapakah Ole Gunnar Solksjaer?

Pemain asal Norwegia ini tidak benar-benar menjadi striker utama MU. Pada masa Eric Cantona, Andy Cole dan Dwight Yorke, dan Ruud van Nistelrooy, Ole hanyalah striker kedua dan ia menyadari sepenuhnya hal itu.

Apalagi ia datang ke MU dari sebuah klub kecil di Norwegia bernama Molde. Maka tidak jarang pula Ole bermain dari bench. Namun Ole tetap menerima. Tentu, menerima bukan pasrah dan berkeluh kesah. Dari bench, pemain berambut ikal itu mengamati pergerakan bek lawan.

Saat Ole masuk, boom.. gol-gol dari kaki dan kepalanya bersarang di jala lawan. Karena itu Sir Alex Ferguson menjulukinya The Super Sub.

Menerima, tidak berkeluh kesah, tetap tenang, dan memberikan yang terbaik. Itulah yang ditunjukkan oleh pemain yang gantung sepatu di MU tahun 2007 ini. Dan publik Old Trafford selalu mencintainya, “You are my Solskjaer, my Ole Solskjaer, you make me happy, when skies are grey”.

Sumber gambar:
https://www.bukalapak.com/p/hobi-koleksi/buku/anak-anak/26xnjs-jual-i-think-therefore-i-play-by-andrea-pirlo-alessandro-alciato-kepustakaan-populer-gramedia

Share:

0 komentar:

Posting Komentar