Tampilkan postingan dengan label Memilih Jodoh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Memilih Jodoh. Tampilkan semua postingan

Senin, 26 November 2018

Mindful Couple: Jodoh di Tangan Manusia


Oleh Duddy Fachrudin

Seorang wanita muda berparas ayu menemui saya, menjadi peserta dalam sebuah pelatihan dan kemudian mengutarakan gundah dan rasa gelisahnya. Dalam kesempatan yang hening penuh rasa, sang wanita bercerita bahwa orangtuanya ingin agar ia memiliki pasangan seorang dokter. Realitanya, saat ini ia memiliki kekasih yang jauh dari kriteria ayah bundanya. Konflik hati menangungi dirinya.

Saya menemaninya mengobrol, bertukar kata, dan kadang-kadang bertanya. Pertanyaan-pertanyaan sederhana itu ia jawab dengan mindful (hati-hati) namun pasti. Sebagai seorang anak, ia mencoba memilih mengikuti kata orangtuanya. Ikhlas.

Hari berlalu melepas waktu. Beberapa minggu setelah sesi itu saya mendengar sebuah kabar bahwa ia tidak lagi bersama kekasihnya. Bahwa ia bertemu seorang calon dokter berparas tampan. Tingginya hampir sama. Pun begitu rupanya.

Keputusan dan tindakan wanita cantik itu membuat tangan-tangan Tuhan bergerak.

Bergerak untuk mempertemukan keduanya.

Sumber gambar:
https://www.pinterest.com/pin/476326098063551904/

Senin, 17 September 2018

Mindful Couple: Dia adalah Jodohku



Oleh Duddy Fachrudin

Maria: Kamu percaya jodoh Fahri?

Fahri : Ya... Setiap orang...

Maria: Punya jodohnya masing-masing. Itu yang selalu kamu bilang. Aku rasa Sungai Nil dan Mesir itu jodoh. Senang ya kalo kita bisa bertemu dengan jodoh... yang diberikan Tuhan dari langit...

Fahri : Bukan dari langit Maria, tapi dari hati... dekat sekali

Jodoh. Satu kata yang membuat orang yang masih melajang namun sudah berkeinginan untuk menikah selalu bertanya pada dirinya: 

Kapan aku menikah? 

Atau benarkah dia jodohku yang tepat? 

Ada sebuah kekhawatiran yang melanda aspek psikologis seseorang ketika ia berada pada situasi tersebut. Situasi dimana ia akan berhadapan dengan dunia baru bersama pasangan hidupnya, yaitu membina hubungan berlandaskan sebuah ikatan yang sakral—mitsaqan ghaliza.

Maka memilih jodoh tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Perlu hati-hati dan mindful, dilihat dan diamati bobot-bibit-bebet kalau kata orang Jawa. Bobot berkaitan dengan kualitas fisik dan mental serta keilmuan. Bibit berbicara tentang asal usul keturunan. Dan bebet hubungannya dengan status sosial.

Selain bobot-bibit-bebet, sebenarnya ada satu aspek lagi yang jarang diperhatikan, namun justru ini adalah tolok ukur yang sangat penting diantara ketiganya.

Jika bobot-bibit-bebet merupakan tolok ukur eksternal, maka yang satu ini bersifat internal.

Aspek itu adalah yakin bahwa dia jodoh kita.

Bagaimana kita bisa yakin bahwa dia adalah teman hidup yang akan selalu menyertai perjalanan hidup kita?

Seorang guru bijak berpesan agar kita senantiasa menangkap pertanda semesta yang hadir lalu lalang di depan mata.

Maka selaras dengan semesta adalah syarat kita memakna isyarat.

"Bagaimana?", tanya seorang murid. "Bagaimana saya bisa selaras dengan semesta ini wahai guru?"

Hening.

Seperti Fahri berujar, "Bukan dari langit Maria, tapi dari hati... dekat sekali".

Selaras.

Sumber gambar:
https://izzahbaridah.wordpress.com/inspiration/my-dream/mesir/