Pemahaman diet yang berkembang pada sebagian besar orang saat ini, yaitu sebuah teknik untuk menurunkan berat badan. Maka terciptalah diet anu... diet nganu... dan diet anu nganu lainnya.
Mereka yang terobsesi untuk langsing, seksi, dan memiliki tubuh yang aduhai pun tergerak untuk menjalankan diet anu. Saat dicoba selama beberapa waktu ternyata hasilnya tak kunjung mengubah arah jarum timbangan. Karena merasa bahwa diet anu tersebut gagal, kemudian beralih ke diet nganu.
Maka memahami suatu esensi dari diet adalah kunci dari sebuah keberhasilan.
Kata diet berasal dari Bahasa Yunani, yaitu diaita yang merupakan turunan dari kata kerja "diaitasthan" yang memiliki arti sesungguhnya adalah "menjalani kehidupan". Esensi diet adalah bukan tidak boleh melakukan (makan) ini dan harus melakukan itu, melainkan menikmati apapun yang tersedia di muka bumi sesuai kadar secara sadar dengan menggunakan nalar. Maka kenikmatan dari diet (baca: menjalani kehidupan), terletak sejauhmana diri kita mengenal dan memahami takaran hidup kita.
Diet bukanlah sebuah teknik, tapi way of life.
Sebuah cara menjalani kehidupan yang seimbang. Cara bagaimana kita mengenal dan memahami tubuh kita sendiri. Cara bagaimana menjalin relasi dengan makanan yang dimasukkan ke dalam mulut.
Diet adalah kehidupan itu sendiri.
Kehidupan yang membutuhkan yatacittama, yang artinya pengendalian. Jadi apapun teknik dan metode dietnya, inti sebenarnya adalah pengendalian.
Dan bukankah pengendalian memiliki asosiasi yang sangat kuat dengan puasa?
Jason Fung, seorang dokter yang mengobati pasien-pasiennya dengan metode puasa mengatakan bahwa puasa dapat disandingkan dengan diet apapun.
Mengapa puasa? Ada apa dengan puasa?
1. Puasa dilakukan oleh semua umat manusia, apapun latar belakang agamanya
2. Puasa adalah aktivitas keseharian Nabi
"Generasi terbaik adalah generasi di zamanku, kemudian masa setelahnya, kemudian generasi setelahnya. Sesungguhnya pada masa yang akan datang ada kaum yang suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, mereka bersaksi sebelum diminta kesaksiannya, bernazar tapi tidak melaksanakannya, dan nampak pada mereka kegemukan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi sendiri mencontohkan dirinya gemar berpuasa, seperti puasa senin-kamis, saat tidak memiliki makanan berpuasa, ketika ada makanan tapi ingin memberi sedekah makanannya beliau kemudian berpuasa, saat ingin meningkatkan keyakinan melakukan puasa, dan sebagainya.
3. Puasa itu menyehatkan
Puasa mencegah obesitas atau kegemukan yang berpotensi menimbulkan penyakit-penyakit lainnya. Nabi sendiri memiliki perut yang rata.
Abu Hurairah RA berkata:
"Rasulullah Saw. dada dan perutnya rata." (HR. Ibn Sa'ad)
Puasa membersihkan (memfitrikan) tubuh kita. Terjadi proses detoksifikasi yang dinamakan autofagi, dimana sel-sel yang rusak di dalam tubuh akan memakan dirinya sendiri. Sel-sel yang telah "dimakan" oleh tubuh ini kemudian didaur ulang menjadi sel baru yang lebih fresh yang pada akhirnya berdampak pada kualitas kesehatan fisik dan mental.
Puasa membuat pelakunya jarang mengalami sakit. Tengok Nabi yang hanya mengalami 2 kali sakit selama hidupnya.
Maka seusai Ramadhan, adalah suatu hal yang bijak untuk melanjutkan puasa sehingga tubuh dan pikiran senantiasa difitrikan (dibersihkan/ disucikan). Saat fitri, bukankah kita dapat jernih dalam pengambilan keputusan dan tercegah dari melontarkan caci serta makian?
Sumber gambar:
0 komentar:
Posting Komentar