Minggu, 26 Desember 2021

Metafora: Kebahagiaan yang Paling Hakiki



Oleh DPP Yudha dan Duddy Fachrudin 

Seorang laki-laki merasa hidupnya sangat kacau. Faktanya, hidupnya memang benar-benar berantakan. Beberapa hari ini ia konflik dengan istrinya, terancam di-PHK oleh perusahaan tempat ia bekerja, dan rumahnya baru saja dimasuki rampok sehingga beberapa barang berharga miliknya hilang.

Ia begitu tidak bahagia dengan hidupnya. Lantas ia bertanya-tanya tentang apa itu bahagia kepada dirinya sendiri. Ia mencari-cari jawaban tentang makna bahagia namun dari sekian jawaban yang ditemukan tidak membuatnya puas. 

Sampai suatu ketika ia mendengar dari nun jauh dari rumahnya, sekitar 40 km dari pusat kota ke arah selatan dekat pantai hiduplah seorang tua yang bijaksana. Laki-laki ini kemudian memutuskan untuk menemuinya dan berharap mendapatkan jawaban dari pertanyaan tentang makna kebahagiaan.

Setelah bertanya ke beberapa warga, ia kini tepat berada di depan rumah Pak Tua yang bijaksana itu. Lantas ia mengetuk pintu rumahnya, “Tok.. tok.. tok..”

“Selamat siang,” ujar si laki-laki yang hidupnya kacau itu.

Tampak kemudian seorang laki-laki dengan wajah agak berkeriput, namun badannya masih tegar dan kuat membuka pintu serta menghampirinya. Ia tiada lain adalah Pak Tua yang bijaksana yang kemudian mempersilahkan tamunya untuk masuk dan duduk di ruang tamu rumah itu.

Setelah menghidangkan teh manis dan makanan ringan kepada tamunya, Pak Tua yang bijaksana bertanya mengenai maksud kedatangan laki-laki yang kini ada di hadapannya. 

Tanpa panjang lebar, laki-laki itu berkata, “Wahai Pak Tua, menurut orang-orang kau adalah orang yang cerdas dan berwibawa. Aku ingin bertanya apakah kebahagiaan yang paling hakiki di dunia ini?”

Pak tua kemudian tersenyum lembut, dan berkata, “Saya melihat banyak masalah yang menimpa hidupmu. Baiklah, tidak perlu terburu-buru, mari nikmati hidangan ini terlebih dahulu.”

Mereka berdua lalu mengobrol dengan topik yang lain sambil menikmati makanan dan minuman yang ada di atas meja. Setelah itu Pak Tua mengajak laki-laki yang sedang memiliki banyak masalah itu keluar dari rumahnya, “Mari kita berjalan-jalan menikmati sore.”

Laki-laki itu bertanya, “Mau ke mana kita?”

“Ke pantai dan menunjukkan kebahagiaan hakiki kepada Anda,” ujar Pak Tua dengan santainya.

Sesampainya di pantai, Pak Tua membawa tamunya berjalan menuju bibir pantai, lalu mengajaknya hingga air laut menggenangi lututnya... pinggangnya, hingga dadanya. Air laut sore itu sangat tenang, sehingga pak tua tidak khawatir mereka berdua akan terseret ombak.

Tiba-tiba tangan Pak Tua mendorong kepala laki-laki yang menjadi tamunya sehingga kepalanya terendam di bawah permukaan air laut. Byuusssh... Laki-laki itu meronta-ronta, dan berusaha melepaskan tangan Pak Tua dari kepalanya. Namun begitu, pegangan tangan Pak Tua begitu kuat.

Beberapa detik pun berlalu, dan Pak Tua melepaskan pegangan tangannya. Blassshhh. .. laki-laki itu mendongakkan kepalanya ke atas. Napasnya begitu memburu dengan cepat... hossh... hossh... hossh...

Ketika napas si laki-laki mulai tenang, Pak Tua bertanya kepadanya, “Apa kebahagiaan yang paling hakiki di dunia ini?”

Laki-laki itu menjawab, “Ketika aku masih bernapas.”

Referensi:

Sumber gambar:
https://www.instagram.com/duddyfahri/

Share:

2 komentar:

  1. mantap, pak izin bertanya. apakah manusia harus selalu mengejar kesempurnaan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kak Akbar sudah membaca artikel-artikel mindfulness di mindfulnesia.id :)

      Bukan kesempurnaan yang dikejar manusia, melainkan keseimbangan hidup, maka jangan berlebihan dalam sesuatu

      Hapus