Tampilkan postingan dengan label Menikah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Menikah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 Desember 2019

Mindful Couple: Jika Engkau Ingin Menikah... (Bagian 2, Habis)


Oleh Nita Fahri Fitria

Yang kita perlukan adalah membuka diri terhadap segala perbedaan yang dihadapi, kemudian bertoleransi akan hal-hal yang mungkin tidak kita sukai, gak gue banget, agar mempermudah diri kita untuk menghadapi tantangan lain yang sudah pasti akan datang.

Menerima dan berdamai dengan harapan-harapan kita yang mungkin belum bisa dipenuhi oleh pasangan. Serta menerima dan berdamai dengan situasi pasca menikah yang mungkin tidak seindah bayangan. Di situlah pentingnya kesediaan untuk terus belajar.

Begitu kita membuka diri, ok suami aku begini, situasi saat ini begini dan aku terima dengan hati yang terbuka. Kita akan secara otomatis belajar beradaptasi dengan semua itu. Untuk menghadapi sifat pasangan yang begini, kita harus bagaimana atau untuk menjalani situasi begitu, harus bagaimana, dan seterusnya. 

Dan melalui proses belajar itulah kita akan menemukan cara untuk terus berjalan seimbang dan harmonis, tidak lagi sikut-sikutan, ingin jalan duluan, atau saling menyalahkan. Kalau sudah begitu, tantangan apapun yang dihadapi akan membuat hubungan kita semakin solid. 

Coba bayangkan jika dalam satu tubuh, kaki kanan memakai flat shoes sementara kaki kiri menggunakan sepatu setinggi tujuh senti, dan disuruh berjalan di atas hamparan kerikil. 

Terbayang? Itulah gambaran pasangan yang tidak bisa saling membuka dan menyeimbangkan diri. Baru beberapa langkah saja pasti sudah jatuh tersungkur. Maka, mari seimbangkan.

Tentu saja proses membuka diri agar bisa saling menyeimbangkan dengan pasangan ini tidak hadir begitu saja. Kemampuan ini perlu dibangun sejak masih sendiri. 

Untuk membangunnya kita perlu banyak memberikan kesempatan pada diri untuk menerima tantangan baru seperti bepergian ke tempat asing, bertemu dengan banyak orang, serta melakukan banyak aktivitas yang memungkinkan diri kita untuk mendapatkan pengalaman yang berbeda. 

Hal-hal tersebut akan melatih diri kita untuk memiliki kemampuan adaptasi yang baik serta terbiasa untuk belajar dan menerima hal baru.

Jadi, jika engkau ingin menikah...

Bepergianlah, merantaulah, berteman dengan banyak orang, belajar hal baru, ijinkan diri sendiri untuk menerima hal yang gak gue banget. 

Sumber gambar:

Mindful Couple: Jika Engkau Ingin Menikah... (Bagian 1)


Oleh Nita Fahri Fitria

Termasuk kategori life event dalam teori perkembangan, menikah memang momen super penting bagi setiap insan. Life event adalah sebuah kejadian/ pengalaman yang menghadirkan perubahan yang signifikan terhadap kehidupan manusia. Tentu saja, menikah menghadirkan begitu banyak perubahan pada diri kita, bukan?

Perubahan dalam pernikahan tidak hanya sekedar perubahan dulu tidur sendiri sekarang berdua, atau dulu ngurusin diri sendiri sekarang ngurusin suami. Tapi dalam pernikahan ada banyak sekali perubahan yang detail, rumit, dan penuh kejutan. Maka tidak heran, mereka yang melewati masa berpacaran sekian tahun saja mengatakan bahwa setelah menikah semuanya berbeda.

Setelah menikah kita akan menghadapi pasangan dengan karakter, latar belakang, sudut pandang, kebiasaan, dan segalanya bisa jadi benar-benar berbeda dengan kita. Di hadapan kita juga ada keluarga pasangan yang terdiri dari ayah dan ibu mertua, saudara ipar, keponakan, om, tante, kakek, nenek, sepupu yang masing-masingnya juga memiliki detail kepribadian yang berbeda dengan kita. Terhampar pula di hadapan, perbedaan budaya, tradisi keluarga, bahasa, cara pengelolaan keuangan, hobi, dan sederet detail lainnya. Belum lagi soal manajemen diri, waktu, dan pekerjaan pasca menikah yang tentunya juga akan mengalami perubahan.

Banyak orang kemudian merasa seperti terpenjara, tidak nyaman, ingin kembali membujang, atau sekedar melarikan diri sejenak karena tidak siap menghadapi sederet perbedaan tadi.

Bahkan ada yang berpisah dengan dalih terlalu banyak perbedaan, tidak lagi cocok, buntu, dan sebagainya di usia pernikahan yang masih seumur jagung. 

Jadi sebetulnya pernikahan itu apa sih? Kok orang-orang begitu mendambakan pernikahan, tapi kemudian merasa stress, depresi, merasa terpenjara, dan menjadi sebal setengah mati pada pasangan yang dulu dicintai, justru setelah hidup bersama dalam ikatan yang katanya membahagiakan itu?

Pernikahan adalah soal membuka diri. Dalam mindfulness, sikap membuka diri dinamakan beginners mind

Sepasang pria dan wanita yang tengah dimabuk cinta dan ingin melewatkan sisa hidup bersama, perlu untuk terus saling membuka diri untuk saling belajar, saling bertoleransi, dan saling berupaya agar bisa berjalan seimbang sebagai sepasang kaki yang menapaki jalan menuju satu tujuan. 

Sekali saja kita menutup diri dan berkata, “Aku gak mau ya, itu gak aku banget.”, maka sejatinya kita tengah membangun tirani kita sendiri. Lantas, apakah kita harus menjadi orang lain? Tidak juga...


Sumber gambar: