Senin, 11 September 2017

Inside Chester’s Mind


Oleh Duddy Fachrudin

“... And no matter how I’m feeling, I always find myself struggling with certain patterns of behavior... I find myself stuck in the same thing that keeps repeating over and over again, and I’m just, like, ‘How did I end up...? How am I in this?”

Lima bulan setelah ungkapannya pada sebuah wawancara di sebuah radio di Los Angeles, Chester Bennington gantung diri.


Vokalis Linkin Park (LP) itu sesungguhnya tidak meninggal karena anoksia anoksik dimana oksigen tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena jeratan tali yang mencekik jalan nafas. Ia meninggal akibat terperangkap dalam penjara pikiran yang menyiksanya. Pikiran ruminasi yang begitu berat dialaminya sejak lama. Dan hal itu sesuai judul lagu andalan di album terbaru LP, “Heavy”.

“I know that for me, when I’m inside myself, when I’m in my own head, it gets... This place right here, this skull between my ears, that is a bad neighborhood, and I should not be in there alone. I can’t be in there by myself. It’s insane! It’s crazy in here. This is a bad place for me to be by myself. And so when I’m in, my whole life gets thrown off. If I’m in there, I don’t say nice things to myself."

Begitu beratnya menjadi Chester yang hidup berada dalam alam pikirannya.

"There’s another Chester in there that wants to take me down. And I find that, it could be... whether it’s substances or whether it’s behavior or whether it’s depressive stuff, or whatever it is, if I’m not actively doing..."

Chester menyadari bagian dirinya yang lain yang ia sebut “another Chester”. Bagian diri—atau para pakar psikologi menyebutnya subkepribadian yang berkonflik dengan dirinya. “Another Chester” yang begitu tersiksa akibat akumulasi pengalaman yang tidak menyenangkan di masa lalu yang bersinergi dengan efek dari penggunaan alkohol dan obat-obatan ini seolah berkata kepada dirinya (Chester), “sudahlah aku lelah, bagaimana jika diakhiri saja?”. Namun Chester masih bisa bertahan dengan berbagai peran yang ia lakoni di dunia, terutama perannya sebagai musisi.

“... getting out of myself and being with other people, like being a dad, being a husband, being a bandmate, being a friend, helping someone out... If I’m out myself, I’m great. If I’m inside all the time, I’m horrible—I’m a mess.”

Pada fase ini Chester telah mengamati, menyadari bahkan mengenal dirinya. Ia juga mengenal konfliknya. Namun Chester, masih memisahkan antara dirinya dengan “another Chester” yang ada di alam pikirannya. Dan ini terus berulang.

“I find myself stuck in the same thing that keeps repeating over and over again...”

Ruminasi-depresi-bunuh diri. Begitu polanya.

Pathway tersebut sebenarnya bisa diputus. Ya, tinggal satu tahap yang (mungkin) belum dilakukan Chester: menerima “another Chester” itu seutuhnya. Berdamai dengannya dan menjadikannya seorang teman akrab. Meskipun untuk proses menerima dan berdamai itu dengan “crawling”.

Sumber gambar:
https://www.youtube.com/watch?v=oiWsWG0v1Lw

Share:

0 komentar:

Posting Komentar