Tampilkan postingan dengan label Bunuh Diri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bunuh Diri. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 September 2024

Hari Pencegahan Bunuh Diri: Dialektika Fufu Fafa


Oleh Duddy Fachrudin 

Berat tak terasa dalam sukma bergembira
Sudah yang berlalu menggelora bahagia
Berat terasa lepaskan semua

Cerita kelabu kini cerah dan ceria
Gelap tlah berlalu engah kini menggelora
Berat terasa lepaskan semua

(Ayushita)

Lagu Fufu Fafa yang dinyanyikan Ayushita 11 tahun lalu berkisah tentang dua keadaan yang dialami seorang manusia. Ada kelabu, ada ceria. Berat terasa, kemudian menggelora bahagia. Fufu Fafa! Di saat ada fufu, di sana ada fafa. Intinya, dalam kehidupan manusia, sejatinya ada tesis dan antitesis. keduanya merupakan suatu kebenaran. Dialektika!

Sigmund Freud memberikan contoh dialektika mengenai eros dan thanatos. Eros merupakan dorongan untuk hidup, sementara thanatos sebaliknya, dorongan untuk mati. Konsep ini bisa dijelaskan dengan pengalaman kita dulu saat masih sekolah. Ketika masuk sekolah, ada keinginan untuk libur. Sementara saat libur, rindu sekolah.

Tesis dan antitesis selalu hadir dalam hidup manusia, bukan untuk saling menegasikan, tapi memperkaya sudut pandang. Karena setelah melihat keduanya, manusia dapat mengelaborasi atau mengintegrasi yang kemudian mewujud dalam sebuah refleksi. 

Jadi, wajar sebenarnya ada dorongan untuk mati. Namun, perlu diingat juga bukan berarti yang ingin mati juga benar-benar tidak ingin hidup. Loh-loh…

Kembali lagi pada konsep dialektika, aku ingin mati saja… dan aku ingin melihat timnas Indonesia bisa tampil di Piala Dunia. Kalau kita lihat secara gestalt pernyataan itu, maka dibalik keinginan untuk mati, ada dorongan untuk hidup.

Jadi, diterima saja bahwa faktanya saat ini pikiran bunuh diri berseliweran dalam ruang imaji manusia. Hal terpenting ialah memunculkan dorongan untuk tetap hidup pada mereka. Hal-hal sederhana bisa menjadi eros, seperti ingin makan burjo di Warmindo, melihat akhir dari One Piece, mendaki gunung, atau ya… ingin tahu kisah selanjutnya dari fufufafa di negeri ini. Khusus yang ini ialah drama fufufafa, bukan judul lagu Ayushita, Fufu Fafa.

Dalam satu sesi konseling dan psikoterapi dengan pendekatan Dialectical Behavior Therapy (DBT), Marsha Linehan berkisah tentang dialektika ini:

Saat kliennya ingin bunuh diri, Oma Linehan bertanya dan meminta pendapatnya, bagaimana jika kliennya mengetahui saudara atau keponakannya ingin mengakhiri hidupnya. Kliennya kemudian menjawab bahwa ia ingin menolongnya, mencegahnya dari bunuh diri. Akan diajaknya saudaranya untuk bercerita, menemui psikolog, dan memberikan dukungan apapun agar ia tetap hidup.

Lihat. Seorang manusia yang ingin mati pun akan mencegah seseorang dari bunuh diri!

Fufu Fafa, bukan?

Sumber gambar:

Kamis, 12 Oktober 2023

Strategi QIKI Agar Pikiran Jernih dan Tercegah dari Bunuh Diri



Oleh Tauhid Nur Azhar

Kerap dalam hidup kita terjebak dalam pusar keluh kesah yang menyedot kita ke dalam umbalan kekecewaan tak berujung.

Rasa tak puas, cemas, khawatir terhadap masa depan, berkelindan dengan kekesalan akan pengalaman yang telah dijalankan. Semua berkemuncak dalam sebait kemarahan yang dilisankan, ataupun meletup dalam letusan vulkanis yang masif dan emosional, hingga meninggalkan lubang kaldera yang teramat besar di hati dan jiwa kita.


Hati dan jiwa yang terluka, akan menjadi danau penampung air mata sebagaimana danau Toba menampung jutaan metrik ton air di bekas letusan kawah purbanya.

Dapat pula lelehan magma kecewa itu mengalir secara efusif dan keluar dalam bentuk tekanan solfatara. Merembes dan merasuki begitu banyak aspek kehidupan dan menggerus rasa syukur secara terstruktur, meski kita tak dapat mengidentifikasi dan mengukur dampak yang terjadi.


Tapi tentulah apapun jenis letusan dan letupan perasaan yang kita analogikan dengan erupsi gunung api; bisa meledak hebat seperti tipe letusan Plinian, ataupun yang mengeluarkan materi piroklastik seperti ada tipe Hawaiian, tetap saja rasa marah dan kecewa itu pada mulanya akan menghanguskan.

Meski pada tahap berikutnya jadilah ia pupuk yang menumbuhkan benih-benih pembelajaran yang akan berakar kokoh untuk menopang pokok-pokok pengetahuan agar mampu menghasilkan tajuk-tajuk makrifat kesadaran.

Dan apabila tajuk kesadaran itu merindang, maka kesejukan pikir pun akan datang. Berdendang riang, berbagi suara dengan lantun zikir yang membulir dalam sebentuk embun bening peradaban yang dibangun dari pemahaman akan hakikat keberadaan dan esensi kehadiran (presensi).

Dalam hening jiwa yang berkesadaran, kesiur lirih, tipis, dan subtil dari setiap helai kebahagiaan, telah mampu membangkitkan generator rasa syukur yang dikonstruksi oleh mekanisme tafakur dalam perjalanan hidup yang semangat bertadabbur.

Pada saat kita gagal menata hati dan terjerembab dalam jurang merutuki yang menggelincirkan kita dalam pusaran keluh kesah tadi, maka situasi hati akan terus terdistorsi, dan bahkan terdestruksi. Keluh kesah, kecewa, dan rasa kufur akan bersama mengubur rasa syukur dan menimbuninya dengan torehan kepedihan yang amat menyakitkan.

Hidup tak lagi indah, putus asa dan rasa lelah lahir bathin akan melanda, bahkan di penghujung hari kadang terbersit keinginan untuk bunuh diri. 

Bukankah hasrat dan syahwat untuk mengejar nikmat secara terkendali adalah fitrah bagi kita yang hidup untuk berkompetisi dan berprestasi? Fastabiqul khoirot, berlomba-lomba dalam menimba kebajikan dari sumur pengalaman yang dipenuhi dengan air pelajaran, untuk menghasilkan bertangkup-tangkup kebaikan.

Ketika gairah hidup surut, dan segenap semangat untuk mengaktualisasi diri bermuara pada apatisme dan rasa sepi, maka dalam panduan diagnosis ICD-10, ada kemungkinan kita telah memasuki fase depresi. Adapun depresi itu sendiri terdiri dari beberapa kategori, sebagaimana penjelasan berikut ini;

1. Depresi Mayor

Depresi ini diartikan sebagai jenis depresi yang membuat penderitanya merasa sedih dan putus asa sepanjang waktu. Gejala bisa berlangsung berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Terlepas dari berapa lama gejala berlangsung, depresi berat dapat mengganggu aktivitas dan kualitas hidup penderitanya. berikut ini gejala dari depresi mayor:

• Suasana hati yang murung dan suram
• Kehilangan minat terhadap hobi atau aktivitas lain yang sebelumnya disukai
• Perubahan berat badan
• Gangguan tidur
• Sering merasa lelah dan kurang berenergi
• Selalu merasa bersalah dan tidak berguna
• Sulit berkonsentrasi
• Kecenderungan untuk bunuh diri

2. Depresi Persisten

Depresi persisten atau distimia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi depresi yang bersifat kronis. Gejala yang ditimbulkan sama dengan depresi pada umumnya, namun depresi jenis ini berlangsung lama bahkan hingga bertahun-tahun. Seseorang dapat disebut menderita depresi persisten apabila ia merasakan gejala depresi yang menetap selama setidaknya 2 bulan secara terus menerus dan hilang timbul dalam waktu 2 tahun.

3. Gangguan Bipolar

Gangguan bipolar didefinisikan sebagai gangguan mental yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat drastis. Seseorang yang memiliki gangguan bipolar bisa merasa sangat senang dan berenergi di suatu waktu, namun tiba-tiba menjadi sedih dan depresi. Pada saat berada dalam fase senang dan berenergi (mania atau hipomania), penderita bipolar akan mengalami beberapa gejala berikut ini:

• Optimis dan tidak bisa diam
• Sangat berenergi dan lebih bersemangat
• Percaya diri yang berlebihan
• Susah tidur atau merasa tidak perlu tidur
• Nafsu makan meningkat
• Banyak pikiran

Setelah berada dalam fase mania atau hipomania untuk beberapa waktu, orang yang memiliki gangguan bipolar biasanya akan masuk ke fase mood yang normal, lalu kemudian masuk ke fase depresi. Perubahan mood ini bisa terjadi dalam waktu hitungan jam, hari, atau berminggu-minggu.

4. Depresi Psikotik

Depresi psikotik ditandai dengan gejala depresi berat yang disertai adanya halusinasi atau gangguan psikotik. Penderita depresi jenis ini akan mengalami gejala depresi dan halusinasi, yaitu melihat atau mendengar sesuatu yang sebetulnya tidak nyata.

Tipe depresi ini lebih banyak terjadi pada orang tua. Meski begitu, orang yang masih muda pun bisa saja mengalaminya. Selain usia lanjut, riwayat trauma psikologis yang berat di masa kecil juga dikatakan dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami depresi psikotik.

Pada wanita sebagai makhluk Tuhan yang hebat dan unik, kondisi overthinking yang terjadi menjadi lebih kompleks dengan kehadiran sistem hormonal yang spesial, hingga dikenal pula kasus-kasus depresi pasca persalinan atau postpartum depression dan premenstrual dysphoric disorder (PMDD) dimana keduanya maujud dalam berbagai bentuk perubahan perilaku temporer yang dapat berdampak signifikan pada yang bersangkutan.

Faktor pemantik terjadinya depresi sebenarnya cukup beragam, mulai dari adanya pengaruh dari aspek genetik, seperti adanya dinamika ekspresi dari gen MTHFR, pola pengasuhan, pajanan budaya, juga pengembangan kapasitas resiliensi yang amat banyak dipengaruhi oleh pola pendidikan dan model interaksi di keluarga dan masyarakat.

Tetapi intinya, depresi dapat terjadi pada siapa saja yang mendapat tekanan multi dimensi hingga mengalami kondisi kronis kejiwaan yang tak sepenuhnya tertangani. Kesadaran akan peran tempat bersandar yang melabuh segenap nalar memberikan kita peluang untuk merasakan aliran energi tak berkadar yang dapat menebar dan menyebar hingga menumbuhkan pondasi kekuatan iman yang berakar.

Maka primary skill untuk menata rasa syukur dan mengelola potensi kufur akan bermuara pada pembeda nikmat dan azab yang akan mewarnai perjalanan kita sebagai manusia (QS Ibrahim ayat 7)

Akankah kita terbenam semakin dalam di dunia yang perlahan mengelam? Ataukah kita akan menjelma menjadi si penyelam yang menyelami samudera masalah dengan menikmati, bahkan menemukan banyak mutiara hikmah yang kelak menjadi aset kekayaan jiwa dan hati di kemudian hari?

Barangkali secara teori, mereka yang selalu mengkomparasi diri dengan lian akan menghasilkan semangat berkompetisi untuk meningkatkan raihan prestasi yang berkorelasi dengan terjadinya peningkatan kompetensi. 

Di sisi lain, dapat terjadi disrupsi yang menghadirkan kegalauan dan kekecewaan berkepanjangan. Misal dengan menyesali bentuk tubuh yang telah dikaruniakan, keluarga yang telah diberikan, ataupun berbagai kondisi yang masuk dalam circle of concern-nya Stephen Covey, terjadi di luar kuasa diri untuk mengendali. 

Kita marah karena mampu mengidentifikasi hal yang tak semestinya terjadi, dan semakin marah atau kecewa karena tak mampu dan kuasa mengubahnya sesuai dengan keinginan diri. Kita seolah dipaksa untuk menerima kondisi karena keterbatasan daya kendali.

Maka mungkin formula QIKI dapat kita coba hayati, dan jika memungkinkan kita terapkan dalam keseharian. Adapun QIKI adalah Qana'ah, Ikhlas, Kanyaah, dan Istiqomah.

Qana'ah secara definisi adalah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana'ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang melekat pada dirinya adalah kehendak Allah SWT.

Jika dilambari dengan keikhlasan dan kanyaah yang dalam bahasa Sundanya memiliki makna yang amat mendalam; cinta yang merawat dan memelihara. Cinta yang menumbuhkan sebagaimana kasih sayang seorang Ibu pada anaknya. Cinta seperti matahari yang senantiasa sabar menyinari tanpa pernah berharap kembali. Cinta yang menautkan hati dalam getar frekuensi yang memudahkan kita untuk saling berbagi secara konsisten atau istiqomah, karena semua yang melekat hidup dan diri ini semata adalah amanah yang dititipkan Allah.

Maka layaknya sebuah pendakian menuju Puncak Indrapasta yang membutuhkan bekal perjalanan, QIKI merupakan sarana yang dapat dilatih oleh manusia dalam mengarungi kehidupan ini agar senantiasa sehat secara mental dan juga hati. Bukankah saat ini kesehatan mental adalah universal human right?

Sumber gambar:

Rabu, 01 April 2020

Teater Corona, Aku, dan Afalaa Ta'qiluun


Oleh Duddy Fachrudin 

Teater corona terus berlanjut 
Akankah manusia kembali benjut

Aku siap benjut hingga hanya memakai cangcut 
Toh hidup ini hanya ketelingsut 

Mau melawan juga pakai apa? 
Wong aku ora duwe apa-apa 

Cuma bisa puasa tanpa sahur dan berbuka seadanya 
Kalau perlu mutih 40 hari 100 hari sekaligus bertapa dari segalanya 

### 

Aku hanya ingin Tuhan tidak murka 
Ini kehendak-Nya, 
bukan kehendakku 

Aku bukanlah aku 
Aku sudah tiada sejak dulu 

Meski yang dulu-dulu suka menyapa dalam mimpi 
Meminta untuk dikasihani 

### 

Aku hanyalah atom berongga 
Ruang hampa, gelap, dan tak bercahaya 

Hologram membisu, juga merindu 

### 

Aku cuma lempung kampung yang bebas ditelikung maupun diserimpung 
Aku fana fatamorgana yang sudah sejak dulu kala menderita 

### 

Aku materi berfrekuensi yang siap meluruh menjadi energi 
Terbebas dari labirin yang menghimpit penuh ilusi halusinasi 

### 

Corona akan terus bertamu 

Tak ingin menyuruh-nyuruh: 
"Tuhan, lenyapkan corona itu" 

Malu nyuruh-nyuruh Al-Hayyu Al Mumiitu 
Siapa aku nyuruh-nyuruh 

### 

Aku kulit yang mengelupas terkena panas 
Melepuh dan melepas 

Berduyun-duyun sel-sel mengayun tunduk memohon agar bisa ilaihi roji'uun 

### 

Aku, 
si dungu letih ringkih yang hanya bisa bersembunyi dalam kelambu 

Kelambu kasih sayang tempatku bersembahyang 
Menyanyikan stanza cinta bergelombang 

### 

Tak ikut-ikut lagi menanam buah khuldi 
Seperti yang mereka lakukan setiap hari 

Memanen, menikmati, menanam lagi dan lagi 
Terus berulang-ulang kali 

Tak pernah puas dan tak menyadari, 
misi penciptaan diri 

### 

Biarlah aku di sini, 
mati, 
membunuh diri 

Tak terbuai lagi dengan khuldi khuldi 

### 

Corona terus bergentayangan 
Yang ini datang berbulan-bulan 

Yang lain (mungkin) bertahun-tahun 
Menggembalakan racun agar manusia kembali membaca afalaa ta'qiluun 

### 

Bagi para pecinta, 
racun tha'un itu adalah kritik mesra dan pesona kasih-Nya tak terkira 

Sumber gambar: 

Senin, 14 Oktober 2019

Nan Nappeun Saram Anya...


Oleh Nita Fahri Fitria

Lagi-lagi kasus bunuh diri pada salah satu ikon visual terbaik di industri hiburan Korea. Yang dipuja puji kecantikannya, tapi entah kenapa banyak juga yang menghujaninya dengan ujaran kebencian selama bertahun-tahun.

"Nan nappeun saram anya..." ujarnya suatu ketika, yang berarti "Saya bukan orang jahat".

Pada awalnya sang idol berusaha melawan segala komentar buruk dengan menampilkan sosok yang ceria sekaligus cuek. Tapi kemarin, ia ditemukan tak bernyawa di rumahnya sendiri.

Belakangan kita juga dihebohkan dengan film yang menunjukkan bagaimana transformasi seseorang yang pekerjaannya menghibur tapi justru menjalani kehidupan yang gelap dan berakhir menjadi seorang kriminal.

Bukannya membenarkan kedua perilaku tersebut, tapi ini sekali lagi menjadi peringatan bagi kita, bahwa kita adalah bagian dari sistem masyarakat yang memiliki potensi "memproduksi" berbagai jenis manusia

Ya, selain dari proses yang sangat individual seperti internalisasi nilai agama, ilmu pengetahuan, dan sebagainya, pengaruh dari lingkungan masyarakat juga merupakan faktor yang tidak kalah penting dalam proses pembentukan karakter serta pilihan-pilihan sikap seseorang.

Ini adalah soal bagaimana kita berkasih sayang kepada sesama manusia. Soal menaati anjuran Nabi, "Berkata baik atau diam", soal menaati perintah Allah, "Berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu..." (QS. Al-Qasas : 77).

Membentuk masyarakat yang berkasih sayang, yang saling menjaga lisan dan perbuatan agar tidak menyakiti orang lain adalah bagian dari tugas kita sebagai manusia di muka bumi. 

Karena dengan berkasih sayang kita akan membantu banyak orang untuk bangkit dari keterpurukannya, termasuk mencegah seseorang dari keinginan mengakhiri hidupnya.

Tidak perlu menyalahkan iman orang lain yang lemah dan begitu mudah diterpa keterpurukan secara mental. Kita lah yang bertugas menjalankan tugas sebagai orang yang beriman, yang taat kepada Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah untuk menjadi insan yang berkasih sayang.

Sumber gambar:

Rabu, 31 Juli 2019

Obat Depresi: Menerima dan Membuatnya Merasa Berharga


Oleh Nita Fahri Fitria

Pernahkah kita merasa berada dalam keramaian tapi tetap terasa sepi? Bagi sebagian orang, hal ini mungkin saja sesuatu yang asing. Bagaimana bisa merasa sepi di tengah hiruk pikuk manusia?

Tapi, sejatinya kondisi ini banyak dialami oleh beberapa orang di sekitar kita. Mungkin dia adalah adik, kakak, teman, atau bahkan pasangan kita. Dan kita sering kali tidak menyadari kehadiran orang-orang yang kerap merasa kesepian ini meski saat kita ada di sisinya. Bagaiamana bisa?

Perasaan kesepian adalah bagian dari dimensi depresi. Dan orang-orang yang menghadapi depresi ini kerap tidak muncul di permukaan, sehingga mereka tetap tampil sebagai orang biasa yang seolah tak punya masalah.

Mereka bisa jadi sangat bersinar, digandrungi banyak orang, tapi mereka memiliki satu ruang hampa dalam dirinya. Sebuah ruang mirip sumur, dalam, gelap, sepi, dan tak ada yang tahu seberapa dalamnyanya. 

Ada di antara bingar, tapi hanya bisa berdialog dengan pikiran dan rasa yang jauh terkungkung dingin dan gelapnya sumur. 

Hendaknya kita lebih mahfum dengan berita-berita seputar selebriti papan atas yang secara mengejutkan mengakhiri hidupnya sendiri di tengah puncak popularitas. Yang tidak lain didorong oleh kondisi depresi yang dialami selama bertahun-tahun.

Penghujung tahun 2017, seorang idol kenamaan Korea menghembuskan nafas terakhirnya setelah menghirup karbon monoksida di sebuah kamar. Tentu publik tercengang, karena idol satu ini tengah bersinar. Sekali ia muncul dipublik, maka jutaan fans akan berjerit memanggil namanya, “Saranghaeo Oppa”. 

Rupanya, jutaan ungkapan cinta itu tidak cukup membuatnya merasa dicintai dan berharga. Ia tidak merasa cukup berharga untuk terus tampil di publik, begitu ujarnya pada sang sahabat. 

Sepeninggal sang idol, publik teringat pada salah satu lagu penyanyi bernama Lee Hi yang rupanya ditulis oleh sang Idol, berjudul “Breath”.

Liriknya begitu dalam, mengisahkan seseorang yang berjuang meregulasi berbagai rasa yang ada. Dalam lirik tersebut, penulis berkata pada dirinya sendiri untuk menarik nafas panjang saat merasa lelah, untuk mengucapkan "tidak apa-apa" saat melakukan kesalahan, dan kalimat pamungkasnya: you did a great job

Bayangkan, ia menulis itu untuk dirinya sendiri sebagai sebuah proyeksi atas kehampaan yang ia rasa atas segala pencapaian yang dipunya. Kondisi ini bisa jadi tidak disadari oleh orang-orang di sekelilingnya.

Maka mulai sekarang, mari kita lebih peka terhadap orang-orang terkasih di samping kita. Tunjukkan perhatian penuh ketulusan, dan menahan diri untuk mengomentari hal negatif di dalam dirinya. 

Memberikan saran ada adab dan ada waktunya. Jangan sampai komentar kita malah kemudian menjatuhkan percaya dirinya, karena itu disampaikan saat ia benar-benar dalam kondisi psikologis yang buruk, sehingga betul-betul ia hayati sebagai sebuah kehampaan. 

Tidak lupa, apresisasi sederhana atas apapun yang dilakukan oleh orang terkasih amatlah perlu kita biasakan. Memberikan apresiasi dan menerima kekurangannya akan membuat ia merasa berharga dan punya lebih dari cukup alasan untuk “tetap hidup”. 

Sumber gambar:

Rabu, 10 Oktober 2018

Bunuh Dirilah Sehingga Kau Bercahaya


Oleh Duddy Fachrudin

"Terserah, apakah ini dosa, heroisme, atau justru pengecut. Bahwa saya mau bunuh diri! Karena saya tidak mau membunuh orang lain, seberapa sakitpun hati saya oleh pengkhianatan dan penghinaan manusia. Tapi yang saya bolehkan untuk dibunuh hanyalah diri saya sendiri. 

Saya bersyukur perjalanan saya untuk bunuh diri sudah selesai dan tuntas.

Beberapa lama saya mencampakkan om-om dan mas-mas semua ke dalam kegelapan. Karena saya memang gelap. Hati saya gelap, pikiran saya gelap.., kehidupan saya di sini dan di belakang saya juga gelap.

Dan puncak kegelapan saya adalah semua orang seantero negeri ini menyebarkan fitnah bahwa Rayya adalah bintang yang gemerlap dan bercahaya..."

Monolog sunyi nan inspiratif menghentak kesadaran ini di ucapkan dengan lembut oleh Rayya, seorang bintang, artis terkenal yang kemudian mengalami transformasi jiwa.

Ia, dengan segala kemegahannya tak terima ketika dicampakkan oleh seorang laki-laki yang nyatanya telah beristri. Egonya tersakiti, berontak menolak kalah dari derita.

Egonya yang tinggi termelekati dengan rupa-rupa duniawi. Maka sakitlah ia, saat pikiran dan rasa tak kunjung menerima. 

Aku seorang artis besar, bahkan aku dapat membeli laki-laki yang diinginkanku.. Begitulah Rayya.

Untungnya, Arya, seorang biasa nan bijaksana datang menjadi cermin baginya.

Rayya yang mengalami gejolak jiwa ingin bunuh diri. Dan Arya membantunya... menolongnya untuk benar-benar membunuh dirinya--menghancurkan egonya.

Film Rayya, Cahaya di Atas Cahaya bukan hanya menyuguhkan keindahan alam di sepanjang perjalanan mereka berdua, bertukar kata dari ujung barat Jawa hingga Bali.

Film ini mengajak kita untuk melakukan perjalanan jiwa, mencari jati diri, dan kemudian menemukan mutiara terindah yang bersemayam dalam diri manusia.

Kelak, mereka yang telah menemukannya, hatinya bercahaya.

Arya, bersama orang-orang sederhana telah memantulkan cahaya kepada Rayya, sehingga "dirinya" telah hancur berkeping-keping.

Kemudian Rayya melanjutkan monolognya:

"Budhe pengasuh anak-anak Salam. Tua, tuli, mengabdi kepada pendidikan kemanusiaan di pelosok kesunyian. Di hadapan beliau, Rayya hanya perawan kencur yang kolokan.

Ibu-ibu yang berjualan di pasar. Dengan ringan meletakkan dunia ini di telapak tangannya dan menertawakan Rayya yang menyangka bahwa menjadi bintang adalah segala-galanya.

Si Slamet di perempatan jalan. Menari-nari gembira, menjogetkan rasa syukur yang tanpa batas dan tanpa syarat.

Nenek penjual karak. Aku pikir yang ia junjung di atas kepalanya itu adalah wadah makanan jualannya. Ternyata yang ia junjung adalah martabat.

Ibu-ibu dan anak-anak pekerja pemecah batu. Yang berkantor di gedung terik matahari. Telah menipu saya mentah-mentah. Karena di balik tangan dan jari jemari mereka yang lemah tersembunyi jiwa yang agung dan mental yang tangguh.

Merekalah cahaya yang sesungguhnya. Merekalah cahaya di atas cahaya. Sekarang, sejalan kita berjuang menaklukkan kegelapan. Bersama kita belajar memantulkan cahaya di atas cahaya."

Inilah Rayya, Cahaya di Atas Cahaya, a road movie bertema mindfulness terbaik versi mindfulnesia.id, yang mengajak kita "membunuh diri" kita, melepaskan kelekatan dunia, menjadi manusia bahagia yang bercahaya.

Menuju Cahaya - Hari Kesehatan Mental Sedunia, 10 Oktober 2018


Sumber gambar:
http://videoezyindonesia.blogspot.com/2014/03/new-release-vei-rayya-cahaya-di-atas.html

Jumat, 06 Oktober 2017

Bangkit dari Depresi Setelah Membaca Cerita Ini


Oleh Duddy Fachrudin

Depresi oh depresi. Gangguan ini diperkirakan menjadi penyakit yang mematikan setelah penyakit jantung di tahun 2020. Berita-berita saat ini menunjukkan penderita depresi yang memutuskan bunuh diri. Mulai dari artis hingga remaja biasa. Mulai Robin Williams, Chester Bennington, hingga saat ini yang menjadi trending yaitu seorang remaja putri yang bunuh diri di atas rel kereta kereta api di Cibinong, Bogor. “Aku merasa tidak ada artinya,” begitu salah satu statusnya di media sosial sebelum ia bunuh diri.

Menjelang Hari Kesehatan Mental Sedunia yang diperingati setiap 10 Oktober, kita perlu melakukan refleksi atau bahkan mendesain ulang kebutuhan hidup kita. Jika saat ini kebutuhan hidup kita berkisar pada kebutuhan dasar seperti makan, minum, lalu kebutuhan rasa aman, kebutuhan mencintai dan dicintai, Kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan belajar dan mengaktualisasikan diri, maka sudah sepatutnya kita menambahkan satu kebutuhan penting dalam hidup. Kebutuhan tersebut yakni kesehatan mental (mental health).

Maka cerita inspiratif dari dunia One Piece karangan sensei Oda yang diambil dari buku “10 Pesan Tersembunyi & 1 Wasiat Rahasia” ini dapat menjadi asupan dan nutrisi akan kebutuhan kesehatan mental. Khususnya terhindar dan terlepas dari jeratan depresi:

Cerita inspiratif dari Nico Robin, salah satu karakter dalam One Piece

Dengar baik-baik Robin... Mungkin sekarang kau sendirian. Tapi, kelak... Kau pasti akan bertemu teman! Laut sangat luas... Kelak kau pasti akan bertemu! Teman-teman yang akan melindungimu. TIDAK ADA SEORANG PUN DI DUNIA INI YANG DILAHIRKAN BENAR-BENAR SENDIRIAN!
(Haguar D. Sauro kepada Robin di Pulau Ohara)

Nico Robin dianggap wanita iblis yang dapat menghancurkan dunia oleh Angkatan Laut. Oleh karena itu ia berada dalam daftar buruan sejak umurnya 8 tahun sebesar 79 juta Berry. Untuk bisa mempertahankan hidupnya, ia harus masuk berbagai organisasi, namun setiap organisasi yang ia masuki hancur kecuali dirinya. Sejak kecil Robin dianggap pembawa sial dan monster oleh penduduk pulau Ohara, padahal ia hanya seorang bocah yang memiliki minat terhadap buku dan arkeologi. 

Robin memiliki impian untuk mengungkap poneglyph yang bisa menceritakan sejarah yang sebenarnya. Namun, gara-gara label “wanita iblis”, “pembawa sial”, dan “monster” yang ia terima sejak kecil, masyarakat dunia menjauhinya. Ia tidak memiliki teman yang bisa diajak berbagi dan berjuang bersama-sama mewujudkan impiannya. Satu-satunya yang bisa mengerti dirinya adalah ibunya dan para sarjana Arkeolog Ohara. Namun, setelah pemerintah dunia menghancurkan Pulau Ohara, ia benar-benar tidak memiliki siapapun. 

Robin menerima banyak penolakan atas eksistensinya. Keberadaan dirinya sudah seperti kejahatan bagi masyarakat dunia. Dan ketika di Enies Lobby, ia sudah pasrah dengan kehidupan, yang ia inginkan hanya kematian meskipun Luffy dan kawan-kawannya berusaha membebaskannya dari CP 9. Hal itu terjadi akibat penolakan-penolakan yang ia terima, sehingga ia merasa sebagai beban dan pembawa sial jika bergabung bersama Bajak Laut Topi Jerami. Meskipun begitu, dalam hatinya sangat bahagia bersama sahabat-sahabatnya yang bisa menerima dirinya. 

Saat Robin sudah pasrah akan kematian, Luffy berkata, “Robin!!! Aku belum mendengarnya langsung darimu. Katakan, AKU INGIN HIDUP!!!”. 

Robin tergetar hatinya, matanya memancarkan air mata. Di saat orang-orang mengatakan ia tidak pantas untuk hidup, Luffy mengatakan sebaliknya. Di saat penduduk dunia menolak keberadaannya, Luffy dan teman-temannya menerima dan mendukung impian-impiannya. Ia bahagia... ia sangat bahagia mendengarnya, namun ia dalam posisi yang sangat sulit. Jika ia bergabung dengan Bajak Laut Topi Jerami, keselamatan teman-temannya terancam. 

Keheningan melanda Enies Lobby. Luffy menunggu jawaban dari Robin. Akhirnya Robin berkata, “Kalau sekarang aku dijinkan untuk mengatakan harapanku... Aku... AKU INGIN HIDUP! Bawa aku ke laut bersama kalian!”

Cek pelatihan mindfulness terbaru di sini >>>


Referensi:
Fachrudin, D. (2011). 10 pesan tersembunyi & 1 wasiat rahasia. Solo: Metagraf.

Sumber gambar:
https://imgflip.com/i/1fcowy

Senin, 11 September 2017

Inside Chester’s Mind


Oleh Duddy Fachrudin

“... And no matter how I’m feeling, I always find myself struggling with certain patterns of behavior... I find myself stuck in the same thing that keeps repeating over and over again, and I’m just, like, ‘How did I end up...? How am I in this?”

Lima bulan setelah ungkapannya pada sebuah wawancara di sebuah radio di Los Angeles, Chester Bennington gantung diri.


Vokalis Linkin Park (LP) itu sesungguhnya tidak meninggal karena anoksia anoksik dimana oksigen tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena jeratan tali yang mencekik jalan nafas. Ia meninggal akibat terperangkap dalam penjara pikiran yang menyiksanya. Pikiran ruminasi yang begitu berat dialaminya sejak lama. Dan hal itu sesuai judul lagu andalan di album terbaru LP, “Heavy”.

“I know that for me, when I’m inside myself, when I’m in my own head, it gets... This place right here, this skull between my ears, that is a bad neighborhood, and I should not be in there alone. I can’t be in there by myself. It’s insane! It’s crazy in here. This is a bad place for me to be by myself. And so when I’m in, my whole life gets thrown off. If I’m in there, I don’t say nice things to myself."

Begitu beratnya menjadi Chester yang hidup berada dalam alam pikirannya.

"There’s another Chester in there that wants to take me down. And I find that, it could be... whether it’s substances or whether it’s behavior or whether it’s depressive stuff, or whatever it is, if I’m not actively doing..."

Chester menyadari bagian dirinya yang lain yang ia sebut “another Chester”. Bagian diri—atau para pakar psikologi menyebutnya subkepribadian yang berkonflik dengan dirinya. “Another Chester” yang begitu tersiksa akibat akumulasi pengalaman yang tidak menyenangkan di masa lalu yang bersinergi dengan efek dari penggunaan alkohol dan obat-obatan ini seolah berkata kepada dirinya (Chester), “sudahlah aku lelah, bagaimana jika diakhiri saja?”. Namun Chester masih bisa bertahan dengan berbagai peran yang ia lakoni di dunia, terutama perannya sebagai musisi.

“... getting out of myself and being with other people, like being a dad, being a husband, being a bandmate, being a friend, helping someone out... If I’m out myself, I’m great. If I’m inside all the time, I’m horrible—I’m a mess.”

Pada fase ini Chester telah mengamati, menyadari bahkan mengenal dirinya. Ia juga mengenal konfliknya. Namun Chester, masih memisahkan antara dirinya dengan “another Chester” yang ada di alam pikirannya. Dan ini terus berulang.

“I find myself stuck in the same thing that keeps repeating over and over again...”

Ruminasi-depresi-bunuh diri. Begitu polanya.

Pathway tersebut sebenarnya bisa diputus. Ya, tinggal satu tahap yang (mungkin) belum dilakukan Chester: menerima “another Chester” itu seutuhnya. Berdamai dengannya dan menjadikannya seorang teman akrab. Meskipun untuk proses menerima dan berdamai itu dengan “crawling”.

Sumber gambar:
https://www.youtube.com/watch?v=oiWsWG0v1Lw