Selasa, 19 Desember 2017

Seandainya Kim Jong-hyun Suka Mendaki Gunung Seperti Gie...

Jong-hyun dalam video klip "Lonely"

Oleh Duddy Fachrudin

Mungkin bunuh diri itu tak akan terjadi. Dan fans K-Pop, khususnya Oppa Jong-hyun tetap menikmati karya-karyanya. Mungkin.. jika Kim Jong-hyun menjadi seorang Soe Hoek Gie, ia juga tidak akan kesepian seperti ungkapannya dalam lagunya:

Baby I’m so lonely so lonely
Baby I’m so lonely so lonely
Sayang aku sangat kesepian sangat kesepian
나도 혼자 있는 것만 같아요
Nado honja issneun geosman gatayo
Aku merasa seolah aku sendiri
그래도 너에게 티 내기 싫어
Geuraedo neoege ti naegi silheo
Aku tak ingin kau mengetahuinya
나는 혼자 참는 게 더 익숙해
Naneun honja chamneun ge deo iksukhae
Aku sudah terbiasa memendamnya



Pada masanya, Soe Hoek Gie boleh dibilang setenar Jong-hyun, namun dalam domain yang berbeda. Gie terkenal karena ia seorang aktivis yang vokal terhadap situasi politik dan sosial yang terjadi di Indonesia pada periode 1960-an serta seorang pecinta alam yang sering mendaki gunung. Sementara vokalis SHINee tersebut seorang bintang K-Pop di era milenial. Selain tenar, keduanya memiliki persamaan, yaitu sama-sama meninggal di bulan Desember karena menghisap gas. Gie meninggal pada 16 Desember 1969 karena terlambat turun dari puncak Mahameru dan menghisap gas beracun dari kawah Semeru, sementara Jong-hyun menghirup karbon monoksida hasil dari pembakaran briket batubara pada 18 Desember 2017 di apartemen yang disewanya.

Keputusan Jong-hyun untuk meninggal dengan bunuh diri tidak terlepas dari depresi yang dialaminya. Penyakit tak kasat mata ini ibarat monster pembunuh yang diam-diam mengintai penderitanya untuk akhirnya melakukan bunuh diri. Para artis lain seperti Chester Bennington dan Robin Williams pun menjadi korbannya. Maka tidak heran jika depresi, di masa ini hingga di masa depan menjadi salah satu dari 3 penyakit yang mematikan yang ada di dunia.

Namun, tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya. Artinya depresi pun dapat disembuhkan. Pada tahap awal penderita perlu mengenali gejala-gejala depresi seperti perasaan-perasaan tidak berharga, merasa bersalah yang berlebihan, pikiran-pikiran tidak layak hidup atau gagal dalam kehidupan, merasa sendiri, menjauh dari lingkungan sosial, sering kelelahan, sulit tidur/ insomnia, sedih dan murung berlarut-larut, hingga adanya percobaan bunuh diri. Psikolog atau dokter dapat membantu penderita untuk mengenali gejala-gejala tersebut.

Pada tahap berikutnya, penderita dapat belajar mengelola gejala-gejala tersebut agar tidak menjadi depresi. Banyak cara efektif yang bisa dilakukan, seperti halnya Dialectical Behavior Therapy (DBT), Cognitive Behavior Therapy (CBT), mindfulness, gabungan mindfulness dan CBT atau biasa disebut Mindfulness-Based Cognitive Therapy (MBCT), terapi yang melibatkan movement yaitu tai chi dan yoga juga efektif menangani depresi. Bahkan berjalan kaki pun dapat mengurangi depresi. Dengan tubuh kita bergerak maka energi pun ikut mengalir. Itulah mengapa jika kita merasa tidak nyaman dengan pikiran maupun emosi tertentu, berpindahlah, bergeraklah.

Dari aspek psikofisiologi, gerak dapat dikaitkan dengan produksi dopamin dan teraktivasinya sistem saraf otonom. Basal ganglia yang di dalamnya terdapat globus palidus, nukleus kaudatus, dan putamen, serta arkhistriatum sebagai bagian otak yang mengontrol dan menata gerakan mendapat sinyal dari area motorik dan mengirimkannya ke talamus lalu dari talamus dihantarkan ke korteks otak dan serebrum. Gerakan yang tertata hasilkan koordinasi yang indah. Malah, meskipun pada akhirnya seseorang merasa lelah karena bergerak, namun dibalik kelelahan itu semburat cinta endorfin dan oksitosin menenangkan tubuh dan pikiran.

Maka dengan naik gunung atau treking sesungguhnya dapat mencegah atau mengobati depresi. Dalam setiap langkah kaki yang menghujam mengalirlah segala pilu yang selama ini terpaku dalam pikiran. Sementara keindahan alam menjadi penampakan yang meruntuhkan segala kesedihan maupun ketidakberhargaan diri. Karena takjub, syukur pun melantun memenuhi kalbu dan cahaya kelembutan-Nya menyentuh relung jiwa. Canda tawa teman-teman sependakian menghadirkan makna mengenai hidup yang perlu dinikmati meski kadang dalam perjalanannya terasa berat karena beban ransel di punggung menggoyahkan keseimbangan. Full catastrophe living, begitu kata John Kabat-Zinn, segala penderitaan pasti hadir, namun kita tidak menyerah, melainkan mengalir bersama penderitaan itu hingga akhirnya hidup ini terasa menakjubkan.

Maka jika kau merasa kesepian, jelajahi dunia ini, menyatulah dengan perjalananmu, dan nikmatilah hingga akhirnya kau menemukan laguna yang indah.

Selamat jalan Oppa Jong-hyun.

Sumber gambar:
https://twitter.com/forever_shinee/status/856444299788955648

Share:

0 komentar:

Posting Komentar