Selasa, 24 Agustus 2021

Mindful Parenting: Warisan Terbaik Orang Tua Adalah...


Oleh Duddy Fachrudin 

Sebelum lebaran tahun ini saya kedatangan seorang wanita muda. Ia mengaku pernah didiagnosis depresi dan bipolar. Selama sebulan terakhir ia melakukan meditasi bersama temannya di Jakarta. Wanita itu bisa merasakan ketenangan saat meditasi, namun ketika berhadapan dengan sumber stresnya, yaitu ibunya sendiri, ketenangan itu menjauh darinya.

Ibunya. Ya, ibunya adalah stressor utama.

Menurut tantenya yang mengantar wanita muda ini menemui saya, bahwa ibunya menitipkan ia ke kakek-neneknya sejak usia 2 hingga 9 tahun. Sebelum itu ibunya banyak mengalami konflik dengan ayahnya. Perceraian dipilih sebagai jalan akhir. Sang ibu kemudian fokus melanjutkan studi dan karier dalam bidang kedokteran kecantikan. Singkatnya, pola asuh dinomorduakan.

Hubungan sang ibu dan anak disharmonis. Kurangnya pemahaman tentang pola pengasuhan dan ketidaktepatan dalam penerapannya memperburuk relasi antara mereka berdua. Saling menghakimi dan menang sendiri, serta menutup diri dari berbagai perspektif hanya meluaskan konflik yang tak kunjung usia.

Experiential avoidance dengan merokok dan meminum minuman beralkohol yang kemudian dilakukan wanita ini memang menghasilkan ketenangan. Namun, rasa itu hanya sesaat, palsu, dan pastinya tidak akan pernah menjadi solusi bagi penderitaannya. 

Ibunya juga pasti merasakan hal yang sama. Tapi bingung dan tidak tahu cara menyelesaikan permasalahan ini. 

Siklus berulang atau fraktal tentang disharmonis dan disfungsi keluarga mungkin terjadi selama nirdukungan dalam membenahi mental masing-masing. Padahal keluarga memainkan peran vital bagi pembentukan kesehatan mental individu di dalamnya. Maka warisan terbaik keluarga atau orangtua kepada anaknya bukanlah harta mereka, melainkan keindahan perilaku yang mereka pancarkan dalam setiap gerak pengasuhan.


Wanita ini berencana pergi ke Ubud, Bali dan melanjutkan meditasinya sambil mengerjakan skripsi. Sementara tantenya masih terheran-heran dengan rencananya tersebut. "Ke Bali, meditasi? Untuk apa? Meditasi kan ritual agama hindu?," tanya tantenya yang juga adik kandung dari ibu wanita muda ini. 

Saya hanya bilang, "good" kepada wanita muda ini, lalu bertanya mengenai skripsinya. 

She seemed pleased with my attention. Dan ketika saya mendengarkan penjelasannya, she felt good... she felt happy to be heard. Seolah-olah selama ini ia jarang didengarkan oleh keluarganya. 

Lantas saya bertanya kepada tantenya, "Pernahkah ia dipeluk selama ini?". Sang tante hanya diam. Maka biarkan wanita ini memeluk masa lalu dan dipeluk ketenangan melalui meditasi.   

Sumber gambar: 

Share:

0 komentar:

Posting Komentar