Tampilkan postingan dengan label Filosofi Kopi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Filosofi Kopi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Mei 2019

Mindful Kopi: Sejenak Kopi


Oleh Duddy Fachrudin

Aroma kakao dan karamel terhidu indera penciuman dari secangkir kopi Flores atau kopi bunga. Disebut bunga karena leluhur Cristiano Ronaldo menamainya demikian ketika menginjakkan kaki di Nusa Tenggara Timur sana.

Dengan metode V60, tak ada dominasi rasa. Tak terlalu asam, manis, asin, ataupun pahit. Rasa yang smooth atau seimbang mencerminkan kopi ini. Lalu setelah tegukan pertama, rasa itu perlahan memudar.

Sejatinya, keseimbangan adalah fondasi kehidupan. Hal ini pula yang direnungkan founding father bangsa ini, Soekarno, yang merumuskan dasar negara di Pulau Ende-Flores. Hidup yang seimbang: berketuhanan, berkemanusiaan, berkebangsaan, berkerakyatan, berkeadilan.

Berketuhanan berarti menjalani kehidupan dengan menjunjung kebenaran dan kebaikan, lurus dan jujur, penuh cinta, kedamaian, berlandas rahman dan rahim-Nya. Saat manusia yang telah berketuhanan, ia dapat menerapkan dengan utuh kepingan fondasi kehidupan bangsa lainnya.

Maka sejenak kopi adalah perjalanan untuk berketuhanan. Menemukan Tuhan dengan segala keindahan serta keagungan-Nya untuk kemudian menjadi bekal kita menaungi petualangan dan lika liku kehidupan.

Sumber Gambar:

Rabu, 21 Februari 2018

Bikin Kopi itu Meditasi (Belajar Mindfulness dari Filosofi Kopi 2)

Filosofi Kopi The Movie 2

Oleh Duddy Fachrudin

Meskipun edisi yang kedua ini tidak seindah film yang pertama, Filosofi Kopi 2 tetap menyajikan kenikmatan dan kecantikan dialog-dialognya. Apalagi ditambah soundtrack yang ciamik dari Banda Neira yang begitu meneduhkan jiwa-jiwa yang sedang terbalut kegelisahan dan kegundahan hidup. Ya, Filosofi Kopi 2 mengajak kita untuk memahami kehidupan dengan “rasa” sehingga hidup yang kita jalani benar-benar “hidup”. Inilah metafora Filosofi Kopi 2 yang dapat diinternalisasi dan dikembangkan oleh kita untuk hidup secara mindful.

0.
Ben: Kalo kita bicara soal konsistensi rasa, itu bukan soal cuma itung-itungan, tapi perasaan tiap bikin secangkir kopi.

1.
Ben: Karena buat saya bikin kopi itu meditasi, bukan matematika.

2.
Pak Seno: Tiwus itu senang main di kebun kopi. Dan ketika Tiwus sudah tidak ada, ya kami mencoba menggantikan kebun kopi seperti Tiwus. 

3.
Pak Haryo: Kopi itu bukan untuk diminum tapi untuk dinikmati. Proses menuju kenikmatan itu..., itu sama seperti kita merawat anak kita sendiri. Mulai dari bibit, kemudian menjadi tunas, menjadi bunga, dari bunga menjadi buah.. dan menjadi biji. Persis seperti merawat anak sendiri.

4.
Jody: Coba kamu lihat, emang ada yang mati sih, tapi ada anggrek yang hidup.

5.
Ben: Kenapa harus kopi? Ngambil pertanian kan nggak harus kopi?
Brie: Kenapa ya...? Cinta kayaknya...

6.
Brie: Ayah kamu bukan petani biasa Ben. Dia pemulia benih. Katanya seorang pemulia benih nggak pernah mati. Dia akan hidup di setiap benih yang dia hidupkan.

7.
Ben: Ada satu filosofi yang nggak pernah ditulis, tapi selalu ada di setiap cangkir yang dibuat di kedai ini. Setiap hal yang punya punya rasa selalu punya nyawa.

8.
Banda Neira, Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti

Jatuh dan tersungkur di tanah aku
Berselimut debu sekujur tubuhku
Panas dan menyengat
Rebah dan berkarat

Yang

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh ‘kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti


Di mana ada musim yang menunggu?
Meranggas merapuh
Berganti dan luruh
Bayang yang berserah
Terang di ujung sana

https://www.bioskoptoday.com/film/filosofi-kopi-2/

Senin, 19 Februari 2018

Belajar Mindfulness dari Filosofi Kopi

Filosofi Kopi The Movie

Oleh Duddy Fachrudin

Sesuai janji saya pada artikel sebelumnya, saya akan menyajikan beragam metafora yang dapat menjadi sarana kita untuk memahami mindfulness secara komprehensif.

Nah, kata-kata dan dialog berikut merupakan metafora yang diambil dari film Filosofi Kopi. Didalamnya sangat kaya akan makna serta nilai-nilai kehidupan yang mengarah kepada pada konsep mindfulness.

0.
Ben: Kopi tubruk tuh kopi yang lugu, kopi yang sederhana, tapi kalo kita mengenal dia lebih dalam, dia akan sangat memikat. Kopi tubruk tuh sama sekali tidak mempedulikan penampilan, bikinnya pun gampang tinggal diseduh, tapi tunggu sampe kecium aromanya.

1.
Ben: Kopi yang enak akan selalu menemukan penikmatnya. 

2.
Pewawancara: Kenapa nama kedai ini Filosofi Kopi?
Ben: Karena setiap jenis kopi mempunyai filosofinya sendiri. Setiap karakter dan arti kehidupan dapat kita temukan dalam secangkir kopi. Selama ada yang namanya kopi, orang-orang dapat menemukan dirinya di sini.

3.
Pewawancara: Bagaimana menurut anda sendiri makna kopi?
Ben: Kopi itu adalah kehidupannya sendiri.

4.
EL: Benerkan aku bilang juga apa. ini kopi terenak yang pernah aku minum.
Pak Seno: Ah.. moso. Nak El bilang enak itu karena pemandangan di sini bagus. Atau Nak El bilang enak karena didampingi dua lelaki ganteng ini.

Jody: Pak Seno, saya punya kedai kopi di Jakarta. Meskipun saya sebenarnya tidak bisa begitu bikin kopi, tapi ini kopi terenak yang pernah saya coba Pak. Rahasianya apa ya...?
Pak Seno: Ya nggak ada. Kopi Tiwus itu ya sebetulnya kopi biasa aja.

Ben: Saya nggak percaya Pak. Bagaimana dengan cara memanggang? Pupuk? Tingkat kelembaban tanah? Kelandaian tanah? Nggak mungkin lah nggak ada rahasianya...
Pak Seno: Ini mungkin begini ya. Istri saya itu adalah wanita Gayo yang sangat mengenal kopi dan saya sendiri adalah petani kopi turun menurun, jadi sudah biasa mengolah tanah... Nah ini istri saya. Jadi gini Bu, anak-anak ini ingin tahu apa rahasianya kopi Tiwus, padahal nggak ada apa-apa kan...

Bu Seno: Pernah kami berpikir untuk pakai pupuk pabrik tapi ternyata kurang bagus untuk tanaman, jadi ya dirawat seadanya saja, sama seperti merawat mahluk hidup pada umumnya.
Pak Seno: Ya seperti kita, manusia... hewan... itu ya perlu disayang.

5.
Pak Seno: Seandainya Tiwus itu masih hidup..., sebenarnya kami berdua itu mau mengatakan sesuatu, bahwa sebetulnya kami ini orangtua yang tidak sempurna. Saya sebetulnya mau mengatakan satu hal, kami mau minta maaf. Minta maaf sama Tiwus.

6.
El: Kamu mau bandingin diri kamu sama Pak Seno? Ini bukan soal ilmu atau pengalaman Ben. Kamu bikin kopi pake obsesi, sementara Pak Seno Pake cinta, itu bedanya kalian berdua.

7.
El: Bikin kopi tuh emang nggak bisa cuma pake kepala ya, tapi emang harus pake hati. 

8.
Ayah Ben: Ben kalau kamu memang cinta dengan kopi, teruskan. Bapak nggak apa-apa di rumah sendirian. Di sini sudah tidak ada lagi kopi. Tinggal sayuran. Yang penting kamu sudah ingat bahwa kamu punya tempat untuk pulang.

9.
Jody: Ben.. Lu sama gue tuh ibarat hati sama kepala. Hati sama kepala selalu punya masalahnya sendiri-sendiri, tapi yang satu nggak bakalan bisa survive tanpa yang lain.

10.
El: Saya keliling Asia untuk mencari kopi dan... saya justru menemukan diri saya sendiri. Saya bertemu dengan banyak ahli kopi yang luar biasa dan berpengalaman, tapi yang paling berkesan adalah pertemuan saya dengan orang-orang sederhana yang mendedikasikan diri mereka demi cinta terhadap kopi dan mengajarkan saya untuk bisa berdamai dengan diri saya sendiri.

11.
Jody: Kita nggak bakalan bisa samain kopi sama air tebu, mau sesempurna apapun lu bikin perfecto, mau pake biji apapun, kopi tetaplah kopi, pasti ada sisi pahitnya.

12.
Ben: Woy lu ngapain... yang suruh foto siapa. Buat apa, gue ga butuh publikasi. Lu nikmatin tu kopi.

13.
Kopi Tiwus: Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya.
Sumber gambar:
http://kritikusfilmgadungan.blogspot.co.id/2015/04/filosofi-kopi-2015-review.html