Tampilkan postingan dengan label Otak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Otak. Tampilkan semua postingan

Jumat, 19 September 2025

Mindful Journey: Kelana Berujung Otak Sehat dan Kinclong



Oleh Tauhid Nur Azhar 

Adik bungsu saya itu salah satu contoh pribadi yang agak sulit diam. Selalu suka bepergian dan mencoba hal-hal yang baru. Jika di kota kami ada tempat makan atau ngopi yang sedang happening maka ia akan selalu berada di barisan kaum FOMO (fear of missing out) yang rela ngantri demi mendapatkan momen sebagai bagian dari kelompok masyarakat urban yang tercatat sudah pernah ke tempat itu.

Hal ini semacam aktualisasi diri sih kalau piturut Abraham Maslow. Suatu kebanggaan yang menandai eksistensi melalui representasi kehadiran di ruang publik dan media sosial yang menegasi kealpaan atau ketidakberadaan.

Maka bagi adik bungsu saya itu, penting sekali berfoto di tempat yang tengah menjadi buah bibir publik, dan mengunggahnya ke dunia maya, sekedar agar orang tahu bahwa ia masih ada.

Tak hanya tempat makan sih sebenarnya, totem itu bisa jadi adalah mall yang sedang viral, destinasi wisata yang trending topic, atau bahkan moda transportasi yang sedang jadi pusat atensi publik, contoh kereta cepat, LRT Jabodebek, atau MRT Jakarta. Kadang dalam konteks lebih makro, kawasan yang sedang hype seperti Blok M saat ini, menjadi tolok ukur seberapa eksis pribadi yang bersangkutan.

Tapi khusus kasus adik bungsu saya sebenarnya sih menurut saya masih relatif aman ya. Bagus malah. Karena dia tak begitu suka tempat-tempat yang glamor dan mewah, jadi fokusnya banyak ke alam dan suasana perdesaan, juga pantai dan pegunungan. Kalau di kota, paling senangnya di kedai kopi yang baru buka dan sedang menjadi percakapan karena diendorse oleh para influencer yang terdiri dari para TikToker, selebgram, sampai food vlogger di YouTube.

Tapi riset neurosains terkini menunjukkan bahwa hobi adek bungsu saya yang kalau nemu curug atau sungai yang jernih itu langsung masuk ke dugong mode, alias suka langsung nyemplung dan rendeman persis dugong, ternyata sangat baik untuk kesehatan dan kebugaran.

Apalagi kalau ke curugnya itu berjalan kaki lebih dari 5 km sambil melihat pemandangan yang indah di sepanjang jalurnya. Hal ini yang baru saja dialami oleh adik sepupu saya yang dekat sekali dengan saya hingga sudah seperti adik adopsi. Namanya Dira Sugandi, ia diva jazz Indonesia, dan ia baru saja mendaki gunung untuk pertama kalinya.

Dira sang Diva mendaki gunung Lawu lewat jalur Cetho, lumayan loh itu. Secara Candi Cetho sebagai titik awal pendakian itu berada di ketinggian 1496 mdpl, sedangkan Hargo Dumilah di puncak Lawu itu elevasinya adalah 3265 mdpl. Ada elevation gain setinggi 1769 meter yang Teh Dira harus perjuangkan dengan segenap daya tahan yang dimiliki untuk mengatasi rasa lelah dan juga kedinginan di hampir sepanjang perjalanan.

Tapi sekali lagi, jalan kaki, lari, dan mendatangi tempat baru yang penuh dengan misteri adalah hal-hal yang menyehatkan. Saat kita mengunjungi tempat baru, otak dibanjiri oleh pemandangan, suara, bau, dan pengalaman yang tidak biasa. Stimulasi ini mendorong neuroplastisitas, yaitu kemampuan otak untuk mereorganisasi dirinya dengan membentuk koneksi saraf baru. Setiap kali kita mencoba menavigasi jalan baru, memahami bahasa asing, atau mencicipi makanan yang berbeda, kita secara harfiah sedang membangun jalur-jalur baru di otak kita. Proses ini meningkatkan fungsi kognitif, kreativitas, dan kemampuan memecahkan masalah.

Studi pencitraan otak menunjukkan bahwa berjalan-jalan di alam, seperti di hutan atau di tepi pantai, juga naik gunung seperti Teh Dira, dapat menurunkan aktivitas di korteks prefrontal subgenual. Area otak ini sering kali sangat aktif ketika kita merasa sedih atau terus-menerus memikirkan hal-hal negatif (ruminasi). Dengan "menenangkan" area ini, berwisata di alam secara efektif mengurangi gejala stres dan depresi.

Di sisi lain, reward system di otak sangat bergantung pada neurotransmiter bernama dopamin. Proses merencanakan liburan, antisipasi menjelang keberangkatan, dan pengalaman menyenangkan saat berwisata itu sendiri memicu pelepasan dopamin. Inilah yang membuat kita merasa termotivasi, bersemangat, dan bahagia.

Sementara rutinitas keseharian kita dengan berbagai dinamika dan problematika klasik yang repetitif seperti kemacetan di jalan, tekanan pekerjaan, dan juga interaksi toksik kita dengan berbagai kondisi yang tidak ideal, akan terakumulasi sebagai tekanan jiwa yang berlebihan. Saat berada di bawah tekanan, kelenjar adrenal akan melepaskan kortisol.

Dalam jangka panjang, kadar kortisol yang tinggi dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk penambahan berat badan, tekanan darah tinggi/hipertensi, dan gangguan tidur. Berwisata, terutama ke lingkungan yang tenang dan alami, secara signifikan terbukti menurunkan kadar kortisol dalam darah. Menjauhkan diri secara fisik dari sumber stres (pekerjaan, rutinitas rumah) memberikan sinyal pada tubuh untuk berhenti memproduksi kortisol secara berlebihan.

Aktivitas fisik yang sering dilakukan saat berwisata, seperti berjalan kaki, mendaki, atau berenang, akan merangsang produksi endorfin. Hormon ini dikenal sebagai pereda nyeri alami dan peningkat suasana hati. Selain itu, paparan sinar matahari yang lebih banyak saat beraktivitas di luar ruangan membantu tubuh mengatur produksi serotonin, neurotransmiter yang krusial untuk perasaan sejahtera dan bahagia, serta melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur.

Tentu juga produksi vitamin D akan semakin baik lewat jalan-jalan dan pajanan sinar matahari ini ya. Vitamin D sendiri selain berperan penting dalam kesehatan tulang, juga dapat mempengaruhi kinerja sistem imun, karena vitamin D penting dalam proses mengaktifkan sel-sel imunitas seperti sel T, yang bertugas mengidentifikasi dan menyerang patogen penyebab penyakit.

Tak hanya itu saja, ternyata, kesehatan mental dan hormonal yang kita dapatkan dari berwisata memiliki dampak langsung pada kekuatan sistem imun kita. Seperti yang telah disebutkan, stres kronis dapat meningkatkan kadar kortisol. Salah satu efek negatif kortisol adalah kemampuannya untuk menekan efektivitas sistem imun. Dengan menurunkan kadar kortisol, berwisata secara tidak langsung "melepaskan rem" dari sistem kekebalan tubuh, memungkinkannya berfungsi lebih optimal untuk melawan infeksi dan peradangan.

Bepergian ke lingkungan yang berbeda, terutama lingkungan alami, membuat tubuh kita terpapar pada beragam jenis mikroorganisme (bakteri, jamur) yang baru. Paparan terhadap mikroba "baik"ini dapat membantu "melatih" dan mendiversifikasi mikrobioma usus dan kulit kita. Keanekaragaman mikrobioma yang lebih tinggi sering dikaitkan dengan sistem imun yang lebih kuat dan tangguh.

Bahkan aktivitas berinteraksi dengan alam ini, secara serius telah dikembangkan menjadi suatu metoda terapi di Jepang yang dikenal sebagai Shinrin Yoku. Dimana Shinrin-yoku, atau yang dikenal juga dengan istilah "forest bathing" adalah praktik terapi tradisional Jepang yang melibatkan interaksi penuh dengan alam, khususnya hutan, untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Istilah ini secara harfiah berarti "berendam dalam suasana hutan" atau "menyerap atmosfer hutan".

Praktik Shinrin Yoku ini melibatkan penggunaan seluruh panca indera untuk merasakan keindahan dan ketenangan hutan, seperti melihat pepohonan, mendengar suara burung, merasakan aroma tanah, dan menyentuh kulit kayu.

Shinrin-yoku sendiri pertama kali dicetuskan pada tahun 1982 oleh Tomohide Akiyama, direktur Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang, sebagai upaya untuk mendorong masyarakat Jepang terhubung kembali dengan alam dan menjaga kelestarian hutan.

Karena Shinrin-yoku dipercaya dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi stres, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, memperbaiki suasana hati, dan memberikan efek positif pada kesehatan mental secara keseluruhan.

Hal yang tak kalah pentingnya dari berwisata dan jalan-jalan, khususnya adalah proses jalan kaki nya. Terlebih setelah paradigma lama bahwa otak adalah organ yang tak dapat beregenerasi mulai runtuh pada tahun 1960-an berkat karya perintis Joseph Altman dan Gopal Das. Menggunakan teknik autoradiografi dengan timidina berlabel tritium untuk menandai sel-sel yang membelah, mereka memberikan bukti pertama yang meyakinkan tentang adanya neurogenesis pasca-kelahiran, berupa pembentukan neuron baru di hipokampus dan bulbus olfaktorius otak tikus dewasa. Dan neurogenesis ini dipengaruhi oleh jalan kaki, olahraga aerobik, aktivitas luar ruang, wisata alam, dan juga asupan makanan.

Meskipun penemuan ini sangat revolusioner, penemuan tersebut sebagian besar diabaikan selama beberapa dekade karena keterbatasan teknis dan skeptisisme yang mendalam dari komunitas ilmiah. Baru pada akhir 1990-an atau awal 2000-an, dengan munculnya teknik pelabelan yang lebih canggih seperti penggunaan analog timidin bromodeoxyuridine (BrdU) yang dikombinasikan dengan penanda protein spesifik sel, keberadaan Neurogenesis Hipokampus Dewasa (AHN) mulai dikenal secara luas.

Puncaknya adalah studi tahun 1998 oleh Peter Eriksson dan rekan-rekannya, yang untuk pertama kalinya memberikan bukti langsung neurogenesis di hipokampus manusia dewasa, menggunakan sampel otak post-mortem dari pasien kanker yang telah menerima infus BrdU.

Hipokampus adalah komponen integral dari sirkuit otak yang mengatur respons fisiologis dan perilaku terhadap stres. Salah satu fungsi utamanya adalah memberikan umpan balik negatif yang menghambat aksis Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal (HPA), sistem neuroendokrin utama tubuh untuk respons stres.

Ketika dihadapkan pada stresor, hipotalamus akan melepaskan corticotropin-releasing factor (CRF), yang memicu kelenjar pituitari untuk melepaskan adrenocorticotropic hormone (ACTH). Selanjutnya ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan glukokortikoid (kortisol pada manusia, kortikosteron pada hewan pengerat). Hipokampus, yang padat dengan reseptor glukokortikoid, mendeteksi peningkatan kadar hormon ini dan mengirimkan sinyal penghambatan kembali ke hipotalamus, sehingga mengurangi respon stres dan mengembalikan homeostasis.

Neurogenesis hipokampus dewasa (AHN) bukanlah proses yang statis; sebaliknya, ia sangat plastis dan responsif terhadap berbagai faktor endogen dan eksogen. Tingkat di mana neuron baru diproduksi dan bertahan hidup dapat dimodulasi secara dramatis oleh pengalaman, perilaku, dan keadaan fisiologis individu. Faktor-faktor ini dapat secara luas dikategorikan sebagai yang meningkatkan (up-regulasi) atau menurunkan (down-regulasi) AHN, menyoroti peran sentralnya sebagai integrator kesehatan otak dan tubuh secara keseluruhan.

Secara umum, AHN/adult hippocampus neurogenesis sangat penting untuk beberapa bentuk pembelajaran dan pembentukan memori yang bergantung pada hipokampus. Fungsi-fungsi ini termasuk memori spasial jangka panjang, memori episodik, dan pembelajaran asosiatif seperti pengkondisian ketakutan kontekstual. Mekanisme yang mendasari kontribusi ini terletak pada sifat unik dari neuron yang baru lahir. Selama beberapa minggu pertama setelah kelahirannya, neuron-neuron imatur ini melewati periode kritis plastisitas yang meningkat, yang sering disebut sebagai hyperexcitability.

Mereka memiliki resistansi membran yang lebih tinggi dan ambang batas yang lebih rendah untuk menginduksi potensiasi jangka panjang (LTP/long-term potentiation), sebuah mekanisme seluler yang mendasari pembelajaran dan memori.

Karakteristik ini membuat mereka lebih mungkin untuk diaktifkan oleh input baru yang masuk dari korteks entorhinal dan, akibatnya, lebih mungkin untuk direkrut dan diintegrasikan ke dalam jejak memori (engram) yang baru terbentuk.

Hubungannya dengan wisata dan olahraga apa ya? Kegiatan wisata, aktivitas luar ruang, dan olahraga (aerobik dan jalan kaki) telah terbukti dapat meningkatkan setiap tahap proses neurogenik, mulai dari proliferasi sel progenitor hingga kelangsungan hidup dan diferensiasi neuron baru. Mekanisme yang mendasari efek ini bersifat multifaset. Salah satu mediator utama adalah peningkatan ekspresi faktor pertumbuhan di hipokampus, terutama brain-derived neurotrophic factor (BDNF) dan vascular endothelial growth factor (VEGF).

Wisata dan olahraga juga dapat meningkatkan aliran darah serebral (CBF/cerebral blood flow) dan volume darah serebral (CBV/cerebral blood volume) ke hipokampus, yang meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrisi ke niche neurogenik (tempat sel punca dan astrosit).

Selain itu, wisata dan olahraga juga melepaskan molekul pensinyalan dari otot (myokines) dan jaringan lain (exerkines) yang dapat melintasi sawar darah-otak dan mendorong plastisitas otak.

Dengan kata lain, wisata, aktivitas luar ruang, dan olahraga aerobik dapat mendorong terjadinya neurogenesis atau pembentukan sel-sel syaraf/neuron di area hipokampus kita yang pada gilirannya, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas; dapat mereduksi atau mengurangi dampak stres, meningkatkan kapasitas belajar dan daya ingat, serta mencegah catastropic interference, dimana memori baru dapat mengeliminir memori lama. Karena mekanisme ini pula saat kita terus belajar, ilmu yang kita dapatkan akan terus bertambah secara akumulatif.

Terlebih jika pada saat kita berwisata lintas alam ke curug tersembunyi (hidden gem) atau naik turun gunung Lawu seperti yang dilakukan adik bungsu saya serta Terh Dira. Kita juga botram, alias piknik dengan membawa dan menikmati hidangan dengan dominasi muatan lokal yang sarat dengan kearifan geologis.

Makanan yang kaya akan polifenol, seperti flavonoid yang ditemukan dalam terong-terongan, teh hijau, dan coklat atau kopi, memiliki efek pro-neurogenik. Flavonoid ini dapat memodulasi jalur pensinyalan seluler (termasuk jalur BDNF) dan memberikan efek antioksidan dan anti-inflamasi yang melindungi niche neurogenik. Asam lemak omega-3, yang ditemukan pada ikan berlemak, juga mendukung AHN. Maka kalau berwisata nya ke pesisir jangan lupa bakar ikan Katombo atau Kembung, Bandeng yang kaya Omega-3, dan keluarga ikan karang seperti kerapu dan Kakatua.

Belum lagi jika lalapan yang dimakan selain mengandung prebiotik yang tepat, juga kaya akan probiotik seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium yang dapat membantu proses neurogenesis di otak, khususnya di hipokampus, hingga dapat meningkatkan cognitive reserve (kapasitas cadangan memori), dan pattern separation yang membuat kita dapat melakukan pengelolaan pengalaman dan membandingkan pelajaran dari berbagai kasus dalam kehidupan.

Intinya, petualangan ala Dugong adik bungsu saya, ataupun naik turun gunung ala Mbak Dira, bahkan jalan kaki 30-40 menit sehari itu banyak sekali manfaatnya. Otak jadi makin kinclong, metabolisme dan sistem sirkulasi jantung dan pembuluh darah baik, imunitas meningkat, dan stresspun menjauh.

Sumber gambar:
https://www.instagram.com/duddyfahri/

Selasa, 29 Juni 2021

Kesesatan Logika Dibalik Pengambilan Keputusan



Oleh Tauhid Nur Azhar 

Jika dalam konteks neurosains kita mengenal keputusan yang diambil berdasar pendekatan reward based alias mengacu pada pertimbangan keuntungan yang menjadi motif utama, dan ini diperankan antara lain oleh struktur sub kortikal seperti ventral tegmental area, nukleus akumben dan beberapa struktur lain yang membentuk pleasure center dan hedonic circuit, maka dalam ranah filosofi berpikir kita mengenal beberapa fallacy yang tentu saja terkait dengan peran sistem neurobiologi tersebut.

Tentu saja kita membuat keputusan tidak hanya berorientasi pada satu aspek saja. Tak hanya reward yang menjadi pertimbangan, melainkan juga value dan goal tentu saja. Apakah ini sifatnya linier? Tidak juga, ketiga sifat itu bisa muncul secara paralel dan dominansi ataupun sinergi harmoni dimunculkan melalui komposisi perimbangan fungsi. Jika value diolah di area korteks orbito frontal, maka goal dikelola di korteks prefrontal khususnya daerah dorso lateral bersama dengan korteks anterior singulata. Harmonia in progressio dapat tercipta jika faktor referensi dari sistem memori dan preferensi dari sistem afeksi dapat memberikan kontribusi sesuai proporsi.

Kenyataannya dalam hidup, demi mengedepankan pencapaian secara instan kerap kali kita memanipulasi fakta dengan kemampuan kognisi dari sektor default mode network, khususnya yang terkait theory of mind, dimana permainan logika dapat digunakan untuk mendistorsi kerangka logika orang lain yang menjadi mitra kita berinteraksi.

Proses menyesatkan dan membangun kesesatan ini beberapa di antaranya sangat menarik untuk dikaji. Mari kita sedikit berkenalan dengan beberapa mekanisme dan model penyesatan logika tersebut.

Post Hoc Ergo Propter Hoc

Terjadi sesudah "itu" pasti disebabkan oleh "itu". Pola pikir sebab akibat yang kerap melihat sebuah runtutan kronologis sebuah peristiwa berdasar lini masa akan membawa simpulan prematur yang rentan untuk mengalami sifat abortif.

Contoh: ada orang melepas baju di tengah jalan (mungkin orang dengan gangguan jiwa) dan beberapa saat kemudian turun hujan. Kita membangun opini dengan narasi bahwa peristiwa melepas baju tersebutlah penyebab turunnya hujan. Apakah premis ini salah? Belum tentu, tetapi tentu perlu pembuktian lebih lanjut yang disertai dengan pendekatan bermetodologi dengan dasar referensi valid yang dapat menjadi acuan.

Contoh lain misal adanya penampakan spiral di langit yang dapat diamati oleh sebagian besar penduduk penghuni kepulauan di Samudera Pasifik. Beberapa ahli menyatakan bentukan spiral itu terjadi karena selang tidak berapa lama sebelumnya ada peluncuran wahana antariksa negara Cina. Tentu ini memerlukan klarifikasi berupa pembuktian berdasar data objektif terkait, misal waktu peluncuran, data lintasan trajektori, dan data tentang berbagai model fenomena atmosfera yang dapat ditimbulkan oleh lintasan wahana antariksa.

Terkait proses vaksinasi juga dapat menjadi contoh yang baik. Sesaat setelah divaksin seseorang kejang lalu meninggal dunia. Hampir semua kalangan akan berpendapat ini adalah kondisi ikutan pasca imunisasi (KIPI). Investigasi dilakukan dengan fokus mencari sebab yang dapat ditimbulkan oleh proses imunisasi. Sah-sah saja, tetapi temtunya penyelidikan harus dilakuan secara holistik integratif yang mampu menguak semua potensi penyebab kematian pada yang bersangkutan. Audit forensik yang bersifat investigatif harus bebas asumsi yang dibangun oleh mekanisme fallacy.

Argumentum Ad Ignorantiam

Sesuatu yang belum terbukti benar pasti salah, atau sesuatu yang belum terbukti salah pasti benar. Penggunaan kata pasti yang bersifat deterministik di sini bersifat pengabaian terhadap berbagai fakta dan pengetahuan yang belum kita dapatkan. Sudut pandang yang terbentuk menjadi amat sempit dan bersifat asumstif bahkan sarat dengan sifat presumption atau praduga yang bermotif. Biasanya argumentasi ini dilakukan untuk melakukan pembenaran terbalik (retrospeksi) terhadap suatu keyakinan dengan cara membangun logika bahwa belum ada pembuktian (baik salah maupun benar) sebagai faktor pelegitimasi bahwa secara diametral apa yang kita yakini itu benar dan apa yang orang yakini itu salah.

Contoh: ada obat yang diberikan saat ini dan setelah seminggu dipakai tidak menunjukkan efek samping. Yang memberi obat langsung mengklaim bahwa obatnya sangat aman dan sama sekali tidak memiliki efek samping yang membahayakan. Pernyataan ini didukung tidak adanya komplain dan laporan terkait efek samping penggunaan obat tersebut selama 1 minggu. Apakah pernyataan ini sudah pasti benar hanya karena tidak ada bukti kalau salah? Tentu tidak. Maka dalam riset obat dan berbagai terapi medis lainnya dilakukan uji klinis dengan mempertimbangkan representasi sampel melalui proses sampling acak dan terukur disertai jumlah sampel minimal yang memenuhi kaidah representatif, termasuk dengan memasukkan berbagai cuplikan dari berbagai kondisi nyata sebagai bagian dari proses pengujian klinis. Dan tentu saja mempertimbangkan pula waktu dan berbagai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi.

Strawman Fallacy

Membuat simpulan yang menyudutkan dengan berdasar pada pengalihan fokus dari pernyataan yang dilontarkan.

Dalam perdebatan ataupun diskusi terkait sebuah persoalan, terkadang sifat kompetitif tak dapat terhindari. Pelontar gagasan dan penyanggah akan saling serang dan bahkan saling menjatuhkan. Jika salah satu peserta mulai mengungkit sisi buruk personalitas lawannya ini dapat dianggap pengalihan yang bersifat ad hominem.

Sementara jika penyanggah memelesetkan pernyataan pelontar pernyataan sehingga menimbulkan simpulan yang keliru ini masuk ke dalam Strawman Fallacy.

Contoh: Seorang mahasiswa magister ilmu psikologi menyampaikan bahwa wanita berpenampilan menarik adalah salah satu faktor yang menjadi pertimbangan munculnya motif perundungan. Maka penyanggah mengajukan sebuah simpulan bahwa pembicara mengatakan bahwa wanitalah yang mengundang perundungan terhadap dirinya.

Tentu kompleksitas kasus ini tidak sesederhana itu dan dalam konteks ini sebenarnya penyanggah pun paham sepenuhnya akan hal tersebut, akan tetapi melakukan teknik Strawman semata untuk menjatuhkan pembicara atau membangun opini publik ke arah yang berbeda dengan kenyataan.

Ignorantio Elenchi 

Membuat kesimpulan yang tidak sesuai premis.

Kondisi di atas (Strawman) terkait erat dengan argumentasi ignorantio elenchi, dimana bukan saja seseorang dapat dengan sengaja membuat sebuah kesimpulan yang menyesatkan dari sebuah pernyataan, melainkan juga dapat membuat kesimpulan yang sama sekali mengabaikan premis yang diajukan.

Contoh: seorang peneliti pangan menyampaikan bahwa konsumsi ikan, daging, telur, dan susu perkapita di Indonesia amatlah rendah. Lalu ada seorang pengamat mengatakan berdasar premis tersebut bahwa bangsa Indonesia amat menggemari tahu dan tempe.

Tu Quo Que

Kamu juga melakukan apa yang aku lakukan bukan? Argumentasi pembenaran melalui mekanisme proyeksi balik. Dimana kita saling menyandera karena masing-masing memiliki data kelemahan yang kita miliki.

Contoh: saat kita melarang seorang teman merokok di area publik, dan dia berkata: "sudahlah, bukankah kamu kemarin juga meludah sembarangan di taman ?"

Generalisasi Induktif 

Pengambilan simpulan terburu-buru dari data yang relatif kecil dan tidak layak menjadi sampel yang representatif.

Contoh: ketika seseorang bertemu dengan orang dari suku tertentu yang jika berbicara intonasinya tinggi, meski hanya bertemu 3 orang saja, ia telah menyimpulkan bahwa orang suku ini kalau berbicara itu berintonasi tinggi.

Atau contoh lainnya misalkan ketika saya bertanya pada 5 orang di sekitar kita (keluarga dan sahabat) apakah saya layak untuk maju sebagai kandidat kepala desa? Maka kelimanya menjawab sangat layak, dan saya percaya bahwa pernyataan mereka adalah representasi harapan publik desa.

Melihat pola-pola penyesatan logika di atas, sepertinya kok kita familier sekali ya? 

Karena memang dalam kehidupan yang bersifat kompetitif dan sarat motif kepentingan tentu manusia yang merupakan makhluk cerdas prokreatif akan mengembangkan berbagai strategi manipulatif untuk mencapai apa yang diinginkan dan menjadi tujuannya. 

Maka jernihlah (mindful), bijaklah dalam menilai dan mengambil keputusan sehingga kita senantiasa dapat menjadi pribadi yang rasional dan proporsional.

Sumber gambar:

Rabu, 15 April 2020

Saat Bala Melahirkan Waskita (Bagian 1)



Oleh Tauhid Nur Azhar 

Belum lama ini sehubungan dengan perkembangan wabah atau pageblug yang diperantarai virus SarsCoV-2, Sultan HB X menyampaikan petuah dari Sultan Agung Hanyokrokusumo yang sangat relevan dalam memaknai kondisi yang terjadi saat ini; Mangasah Mangising Budi, Memasuh Malaking Bumi

Maknanya adalah; mengasah ketajaman akal-budi, membasuh malapetaka bumi. Ini sejalan dengan dalil: 

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS Ar-Ruum: 41) 

Pageblug ini adalah sebuah peringatan, sekaligus sebuah proses pembelajaran komprehensif yang menempatkan manusia di posisi untuk melakukan proses kontemplasi dan secara paralel "dipaksa" untuk berpikir sistematik dalam menemukan solusi yang bersifat sistemik. 

Ketidak berimbangan pada proses eksploitasi dalam rangka mengakomodir pemenuhan kebutuhan akan rasa aman yang berlebihan, telah menempatkan manusia dalam posisi gagal mensyukuri dan menahan diri dalam mengambil manfaat di semesta sebagaimana yang telah dijanjikan. 

Padahal segenap potensi alam yang telah diciptakan Allah Swt., tak lain dan tak bukan dimaksudkan untuk diolah hingga memiliki nilai tambah serta dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari berkah. 

Kajian tafsir, baik tafsir bil ma'sur maupun tafsir birra'yi dari berbagai ayat Allah tentang potensi sumber daya alam, menunjukkan bahwa memang semestinya manusia dapat mengolah dan mengambil manfaat dari semua yang telah diciptakan Allah hingga dapat menghadirkan banyak hal yang bersifat maslahat. 

Tetapi sekali lagi, jika saya boleh menyitir nasehat Sultan HB X, masalah kita terkait naluri impulsi serakah tak terlepas dari karakter 3G berikut: golek menange dewe (mencari menangnya sendiri), golek butuhe dewe (mencari kebutuhan sendiri), dan golek benere dewe (mencari benarnya sendiri). 

Karena teknologi teleko sudah berkembang, izin saya menambahi menjadi 5G ya: golek senenge dewe, dan golek slamete dewe

Egosentrisme yang lahir dari kinerja survival tools di otak manusia. Ketika spektrum naluri limbikiyah telah memancarkan sinar yang berintensitas tinggi, maka spektrum waskita perlahan berpendar menuju pudar karena terinferensi gelombang yang didominasi kecemasan yang berenergi reduksi yang condong mengeliminasi. 


Selasa, 28 Mei 2019

Mindful Diet: Mikrobiota Saluran Cerna dan Kerja Otak Kita


Oleh Tauhid Nur Azhar

Bakteri komensal atau flora normal di saluran cerna dapat memproduksi berbagai jenis metabolit seperti Kolin dan Asam Lemak rantai pendek/ short chain fatty acid (SCFA). Dimana SCFA dihasilkan melalui proses fermentasi karbohidrat kompleks seperti serat tumbuhan secara anaerob atau tanpa oksigen.

Asam lemak rantai pendek yang dihasilkan antara lain adalah asam butirat, asam asetat, asam propionat (PPA). PPA memiliki titik tangkap fisiologis penting seperti terlihat dalam proses sinyal transduksi, sintesis neurotramsmiter, metabolisme lipid, modulasi ekspresi gen melalui fosforilasi dan asetilasi histon. 

PPA berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin dan memodulasi reaksi alergi melalui stimulasi pada sitokin anti inflamasi / IL-10 dan mensupresi/ inhibisi sitokin proinflamasi seperti IL-1 alfa, TNF alfa, IL-6, dan NO. 

Sementara peran SCFA lain dalam meningkatkan kapasitas kognitif dan kinerja sistem syaraf pusat dapat dipelajari pada fungsi asam butirat (BTA), dimana bersama PPA merupakan inhibitor dari enzim histon deasetilase (HDAC), suatu enzim yang bertugas memotong gugus asetil pada histon. 

Jika berbicara konsep kesetimbangan homesotatik dari sistem biologis, maka jika ada suatu fungsi ditekan maka akan ada fungsi kompensata yang mensubtitusi. Maka jika HDAC diinhibisi, HAT atau histon asetil transferase akan disintesis. 

Proses asetilasi histon berhubungan dengan transkripsi gen-gen tertentu, termasuk gen-gen yang terlibat dalam proses pembelajaran dan pembentukan memori. Hiperasetilasi pada promotor dari gen-gen terkait proses belajar dan pembentukan memori akan meningkatkan transkripsi gen tersebut. 

Asam butirat yang dihasilkan sebagai metabolit dari mikroba saluran cerna ternyata juga dapat menstimulasi hiperasetilasi histon di sel-sel neuron yang terdapat di hipokampus dan korteks frontalis, termasuk prefrontal cortex (PFC). 

Dan hiperasetilasi yang dipicu oleh BTA itu terkait dengan ekspresi gen brain derived neutrophic factor (BDNF) yang antara lain berperan dalam mengatur mekanisme plastisitas dan pembentukan sinaps/ sinaptogenesis. 

Beberapa bakteri komensal dan flora normal seperti genus lactobacillus dan bifidobacterium dapat mensitesa berbagai jenis neurometabolit seperti GABA, melatonin, noradrenalin, dan asetilkolin. 

Escherichia, bacillus, dan sacharomyces memproduksi noradrenalin, sementara candida, streptococcus, escherichia, dan enterococcus memproduksi serotonin. 

Bacillus bisa mensintesis dopamin dan lactobacillus dapat mensintesis asetilkolin. Selain neurometabolit flora normal atau mikrobiota usus juga dapat menghasilkan gas NO yang punya peran amat penting di berbagai sistem fisiologi. 

Genus lactobacillus diduga merupakan jenis mikrobiota yang dapat menghasilkan NO. Gas NO sendiri punya banyak fungsi keren secara fisiologis, mulai dari vasodilatasi pembuluh darah, regulasi tekanan darah, aktivasi sistem imun mukosal, sampai terlibat dalam fungsi kognitif terkait memori dan pembelajaran. 

Secara vis aversa, mikrobiota usus juga terlibat dalam proses pengelolaan stres. Jika stres berkepanjangan yang ditandai dengan peningkatan kortisol dan derivat katekolamin seperti norepinefrin, maka akan terjadi peningkatan permiabilitas usus yang berdampak pada gangguan ekosistem mikrobiota saluran cerna. 

Peningkatan kadar katekolamin juga, dalam hal ini NE ternyata dapat menstimulasi gen virulensi yang membuat koloni E. Colli menjadi patogen. Semula E. Colli adalah bakteri komensal yang tidak berulah, tetapi dalam kondisi stres bisa terpicu untuk bersifat patogen. Maka gangguan saluran cerna adalah salah satu simptom yang kerap dijumpai pada mereka yang mengalami stres secara berkepanjangan. 

Karena populasi mikrobiota yang disebut sebagai probiotik itu juga bergantung pada asupan nutrisi baginya dan bagi manusia host-nya maka tak pelak apa yang kita makan akan menentukan seperti apa populasi mikrobiota di saluran cerna kita, dan apa dampak keberadaan mereka pada sistem faali tubuh kita sebagaimana tulisan saya di atas. 

Sebagai gambaran sederhana saja, hasil riset seorang psikiater dari Belgia, Lukas van Oudenhove, menunjukkan bahwa seseorang akan lebih baik mood nya meski berada dalam tekanan atau kesedihan jika di dalam menu dietnya terdapat komposisi asam lemak. Sate selap gajih asal tidak berlebih rupanya bagus juga ya sebagai obat anti "baper".

Sumber gambar: