Oleh Tauhid Nur Azhar
Kecerdasan kognitif terkanalisasi dalam saluran berprioritas
tinggi untuk memodulasi, bahkan memanipulasi berbagai potensi untuk
mempertahankan eksistensi.
Kebijakan didominasi upaya terkonstruksi mempertahankan eksistensi, bahkan melalui cara-cara yang bersifat agresi, ekspansi,
okupasi, dan terkadang semua itu disertai sifat destruksi.
Angkara yang
bersimaharaja, berkelindan dengan banjir neurotransmiter pengeksitasi dan melahirkan
ketrampilan berseni tinggi dalam proses mengeksploitasi berbagai hal yang
semestinya dimaknai sebagai potensi untuk berbagi.
Domain qualia atau roso yang sebenarnya merupakan
representasi akumulasi kecerdasan dalam modul intelijensia qolbiyah, kini
menyusut kisut, terpojok ke sudut, tergantikan oleh pusaran vorteks kusut yang
berasal dari olah pikir yang kalut.
Ketidakseimbangan stream konektomik antar
wilayah pengambilan keputusan strategik, mengakibatkan lahirnya turbulensi
sistemik. PFC dan Insula sulit berkolaborasi dengan area Basal Ganglia.
Hipokampal area teralienasi dalam kepungan arus deras
kecemasan yang membanjir deras, dari hulu Batang Otak yang telah tererosi dan
daya dukung rasionalnya terdegradasi.
Konflik keluarga sesama trah
prosensefalon yang rukun sejak embrional kini meruncing. Telensefalon tak lagi
bertegur sapa dengan diensefalon. Neokorteks dan PFC tak lagi hangat bercerita
dengan thalamus dan hipokampus.
Apalagi jika bicara di tingkat wangsa keturunan tuba
neuralis: prosensefalon, mesensefalon, dan rhombencephalon yang telah
berdiferensiasi dan mengalami spesifikasi fungsi meski sudah semestinya terus
menyambung silaturahmi dan membina komunikasi karena toh bersama menjalankan
banyak fungsi.
Grup WA keluarga menjadi panas, banyak kasus unfriend dan
unfollow di berbagai media di mana bagian-bagian fungsional otak semestinya saling
berinteraksi untuk membangun sinergi.
Maka tak heran jika jonggring salaka
bernama qualia terdampak panasnya olakan kawah Chandradimuka yang meletupkan
nafsu membara dari dasar dapur magma naluri manusia.
Dan kini di saat langit mendadak sepi dan riuh rendah
jalanan tak lagi bersahutan. Ada bisikan halus yang perlahan terdengar semakin
keras. Bahkan semakin lama semakin tegas. Mungkin agar selain mulai berpikir
cerdas, juga harus bertindak gegas, sekaligus belajar bersikap ikhlas.
Pageblug
meredam nafsu kemayu untuk tampil oke selalu, ia menggantikan itu dengan
panggilan cumbu rayu untuk bersatu dan melangkah secara padu.
Kearifan dan welas asih kembali mendapat pentas yang pantas
untuk tak sekedar menyintas, tapi juga menjadi bagian dari solusi tuntas.
Mari
kita lihat bagaimana kini manusia lebih peduli pada saudara dibanding pada
dirinya sendiri. Empati lahir dalam bentuk partisipasi untuk saling
mensubstitusi dan melengkapi apa yang kini banyak tak lagi dimiliki.
Kolaborasi hadir nyaris tanpa koordinasi karena yang
berbicara adalah frekuensi hati. OFC, PFC, ACC, dan Insula tak lagi menjadi
sekedar kuda penghela, melainkan ber tiwikrama menjadi maruta (angin) yang
memutar kincir peniup akasa (langit)
yang menjadi media lahirnya dahana (api).
Daya guna bertenaga untuk mengubah
petaka menjadi penyubur banthala (bumi) dengan berpandu kerlip kartika
(bintang) ilmu yang menjadi navigasi dalam proses mencari jati diri.
Maka pageblug
ini adalah medan kurusetra dimana angkara akan berguguran disapu sifat Asta
Brata yang merepresentasi jiwa ksatria dalam setiap dimensi spiritual manusia.
Lihatlah ksatria-ksatria muda dari berbagai tlatah bangsa, kini menyatu bersama,
mengikhlaskan diri dalam jalan dharma bagi kepentingan ummat manusia.
Inilah mungkin makna qualia semesta yang datang bersama bala
yang seolah merenggut rasa aman maya, dan menghempaskan kita ke dasar nalar tak
berkadar.
Dan di saat terkapar, terlihatlah kerlip berpendar di tubir
sadar... selalu ada jalan keluar, jika ada kekuatan untuk bersandar.
La haula
wala quwwata illa billahil aliyil adzim,
lafadz hauqalah yang menisbatkan bahwa kita semua tak bisa terlepas dari
kuasa dan ketentuan Allah.
0 komentar:
Posting Komentar