Tampilkan postingan dengan label Drama Korea. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Drama Korea. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Juni 2022

Cara Mudah Menjadi Bahagia dalam 5 Menit



Oleh Nita Fahri Fitria

Pernahkah kamu merasa hidupmu begitu melelahkan dan seolah buntu? 

Rasanya setiap hari kita seolah diseret untuk tetap melakukan rutinitas yang itu-itu saja. Makan hanya karena waktunya telah tiba, mau tidak mau tetap bekerja karena tidak mungkin diam saja di rumah, dan kembali tidur karena semua orang tidur. 

Semua bergulir sesuai arus, dan kita terbawa oleh arus itu tanpa tahu akan ke mana dan harus melakukan apa.

Itulah yang dialami oleh Yeom Mi-jeong di drama Korea My Liberation Notes yang baru saja merampungkan episode terakhirnya. 

Sebagai seorang gadis yang pendiam, Mi-jeong terbiasa memendam perasaannya dan memikirkan banyak hal secara berulang. 

Dalam diamnya Mi-jeong kerap membayangkan hal-hal yang tidak perlu. Mi-jeong semakin merasa buntu karena ibu, ayah, dan kakak-kakaknya bukanlah orang yang bisa diajak bicara. 

Hari-harinya di tempat kerja juga hanya membuat Mi-jeong semakin lelah dan nyaris kehilangan jati diri.

Suatu hari Mi-jeong dan dua rekan di kantornya terpaksa membuat sebuah komunitas karyawan karena hanya mereka bertiga yang tidak bergabung dengan komunitas manapun di kantor tersebut. Padahal komunitas karyawan tersebut adalah fasilitas perusahaan agar mereka bisa memiliki aktivitas menyenangkan di luar pekerjaan. Mi-jeong dan kedua rekannya tadi akhirnya membuat kegiatan komunitas yang mereka namai sebagai “Haebang Club” atau Klub Pembebasan.

Setiap anggota klub wajib menuliskan isi hati dan pikiran yang dianggap menjadi tirani bagi dirinya sendiri, lalu tulisan tersebut akan diceritakan kepada satu sama lain. Uniknya mereka sepakat untuk hanya saling mendengarkan cerita saja, sehingga tidak boleh saling berkomentar atas cerita yang dibacakan. 

Tujuan pembebasan setiap anggota klub juga beragam. Mi-jeong sendiri ingin bebas dari perasaan terjerat oleh hidup yang memuakkan. Ia mengaku ingin bisa merasakan senang dan lepas seperti orang lain.

Uniknya, semakin Mi-jeong jujur dengan dirinya, ia pun semakin bersinar. Mi-jeong mulai berani mengambil langkah besar dalam hidupnya dan mulai menemukan makna dari “bebas” yang selama ini diidamkan. 

Pada salah satu adegan, Mi-Jeong berkata pada kekasihnya bahwa ia cukup mendapatkan rasa bahagia selama lima menit saja dalam sehari. Ya, lima menit yang dapat mengubah harinya. 

“Aku merasa senang dalam tujuh detik saat membukakan pintu toserba untuk seorang pelajar dan dia mengatakan ‘terima kasih’. Saat aku membuka mata di pagi hari dan menyadari bahwa ini adalah hari Sabtu, aku merasa senang selama sepuluh detik. Isilah lima menit dalam sehari dengan hal-hal seperti itu.”

Dialog lain yang tak kalah menarik adalah saat seorang rekan di Haebang Club berkata, “Aku hanya berhasil menemukan alasan mengapa aku merasa tersiksa”, lalu Mi-jeong menjawab, “Kurasa itulah hal yang penting, (yaitu) mengetahui masalah kita sendiri.”

Oh rupanya inilah kunci bebas dari penjara pikiran ala Yeom Mi-jeong. Iya, jujur dan menemukan apa yang sebetulnya kita pikirkan dan rasakan. Karena dari sanalah kita bisa menemukan cara untuk bebas. 

Kadang, kita bergelut dengan harapan ingin bahagia tanpa tahu apa yang sebetulnya membuat kita merasa tidak bahagia. Bagaimana bisa kita sampai pada suatu tujuan tanpa tahu cara untuk mencapainya?

Yeom Mi-jeong yang awalnya menulis catatan pembebasan untuk mengisi kegiatan di Haebang Club pada akhirnya menemukan cara untuk jujur pada diri sendiri sehingga akhirnya menemukan strategi untuk mendapatkan vitamin Bahagia selama lima menit yang ia ceritakan pada kekasihnya. 

Ia menemukan bahwa kebahagiaan kadang terletak pada hal-hal kecil yang bisa menghangatkan hati.

Lalu apakah setelah ini Mi-jeong menjadi bebas sepenuhnya? 

Sepertinya tidak. Karena hidup terus berjalan dan masalah akan tetap datang silih berganti. Akhir dari drama ini sendiri pun termasuk kategori open ending yang menggambarkan kondisi terkini setiap karakter yang sudah menemukan titik bebas dan tetap akan berjalan selangkah demi selangkah untuk terus melanjutkan hidup.

Pada akhirnya, kisah Yeom Mi-jeong dan karakter lain di My Liberation Notes ini terangkum dalam sebuah kesimpulan…

“Meski hidup sesekali akan menjebak kita pada jeratan yang lain, setidaknya kita tidak sepenuhnya terjebak karena kita sudah tahu bagaimana cara untuk bebas. Kita bisa merasakan bebas dan kadang bisa juga kembali merasa terjebak. Tapi yang terpenting adalah kita bisa merasakan kemajuan.”

Sumber gambar:
https://www.instagram.com/duddyfahri/

Rabu, 16 Juni 2021

Sayangnya Kita Harus Jatuh Hati pada Mas Vincenzo



Oleh Nita Fahri Fitria 

Drama teranyar Song Joong-ki yang berjudul Vincenzo berhasil menyita perhatian publik. Kali ini bukan soal kisah cinta dalam drama yang membuat baper, tapi soal betapa apiknya Song Joong-ki dalam membawakan karakter Mafia. 

Jalan cerita dalam drama Vincenzo sendiri bisa disebut sebagai satire yang menyindir hukum di Korea yang seolah selalu berpihak pada kaum konglomerat atau mereka yang punya koneksi. Vincenzo beserta para penghuni sebuah gedung bernama Geumga Plaza berusaha melawan perusahaan raksasa yang korup dan semena-mena pada rakyat kecil yang turut menyeret beberapa pejabat berpengaruh lainnya di Korea. 

Perlawanan ini tentu saja tidak hanya bergulir di meja hijau, melainkan juga di “arena tempur” dengan berbagai strategi ala Mafia. Pada episode final, kedua penjahat utama meregang nyawa di tangan Vincenzo dan uniknya adegan pembunuhan ini seolah menjadi trofi kemenangan bagi kaum yang tertindas.

Karakter Vincenzo memang merupakan anti hero yang berusaha melawan penjahat kelas kakap dengan cara yang tidak kalah jahat. Beberapa kali Vincenzo mengulang dialog, “Aku adalah sampah yang berusaha membersihkan sampah lainnya agar masyarakat tidak tenggelam dalam timbunan sampah yang semakin banyak”. 

Ya, tujuan utamanya memang melawan penjahat, tapi kan tetap saja cara-cara penuh kekerasan hingga mengambil nyawa seseorang tidak dapat dibenarkan. Song Joong-ki sendiri dalam wawancara bersama Soompi mengatakan bahwa drama ini sebetulnya adalah drama black comedy tapi dia berpikir bahwa drama ini bergenre sedih. Alasannya adalah karena penonton harus mendukung seorang penjahat seperti Vincenzo. (www.soompi.com, 3 Mei 2021, artikel dibaca pada 5 Mei 2021).

Kisah dalam drama Vincenzo sebetulnya juga mirip dengan apa yang terjadi di Indonesia di mana hukum begitu sulit ditegakkan. Ada banyak variabel yang membuat masyarakat geram karena pihak-pihak yang dianggap merugikan bahkan cenderung jahat pada masyarakat masih bisa melenggang bebas menikmati indahnya hidup. 

Oleh karenanya tidak heran jika drama Vincenzo juga membuat masyarakat Indonesia jatuh hati. Bisa saja ada yang berpikir jika seandainya Vincenzo benar-benar ada di kehidupan nyata, maka akan sangat mudah memberantas para koruptor atau penjahat lainnya.

Sekali lagi ini adalah satire level dewa atas bobroknya sistem hukum di suatu negeri. Saya sendiri sempat perang batin saat menonton keenam belas episodenya. Satu sisi saya bahagia melihat keberhasilan Vincenzo memberikan hukuman pada para penjahat, tapi di sisi lain saya juga merasa cara ini tidak benar. 

Bukankah tidak pernah ada alasan yang tepat untuk melakukan kejahatan meski pada penjahat sekalipun?

Andai saja keadilan bisa tegak tanpa tapi, mungkin kita tidak perlu memuja Mas Vin.

Ah tapi bolehkah kita berandai-andai?

Sumber gambar:

Senin, 12 Oktober 2020

Terapi Mindfulness: Konflik dalam Diri



Oleh Duddy Fachrudin

Permasalahan psikologis utama yang terjadi pada diri manusia adalah konflik dalam diri, karena hampir setiap hari manusia mengalami konflik. 

Saat bangun pagi, sebagian besar dari kita menengok jam lalu setelah mengetahui pukul berapa kita bangun, bagian diri kita berkata, “Oh masih jam 3 pagi”, lalu dengan refleksnya kita menarik selimut dan bersiap tidur kembali. Tiba-tiba sebelum kita terlelap lagi, terdengar sesuatu di dalam hati, “Hei... kenapa kau tidur lagi. Ayo bangun dan sholat tahajud.” 

Itulah konflik, dan dapat kita temui dalam kehidupan sejak bangun hingga bersiap untuk tidur kembali.

Contoh lain adalah ketika saya diminta seorang sahabat untuk memberikan terapi kepadanya agar ia bisa mengurangi frekuensi menonton drama Korea dan bisa lebih menggunakan waktunya untuk belajar. 

Kebiasaan sahabat saya menonton drama Korea ternyata mengusik agenda belajarnya. Atau... aktivitas belajarnya yang justru mengganggu kesenangannya menonton drama Korea?

Konflik dalam diri terjadi karena pertentangan antara dua atau lebih bagian diri dalam diri kita. Dalam kasus di atas, satu bagian diri sahabat saya mengatakan, “Nanti ya belajarnya, nonton drama Korea dulu”, dan satu bagian diri yang lain, “Tapi ini kan waktunya belajar, kenapa malah nonton?”

Dalam mindfulness, saat terjadi konflik antar bagian diri, kita perlu mengamati (pay attention) dan  menyadari (aware) kehadiran bagian-bagian diri tersebut. Lalu memahami apa tujuan yang diinginkan bagian-bagian diri tersebut serta menerimanya (acceptance). Langkah terakhir, diri kitalah yang mendamaikan mereka dengan kebijaksanaan tertinggi. 

Maka, teruslah berlatih mendamaikan diri... saat diri telah damai, maka kita tumbuh menjadi pribadi seimbang, kokoh, dan utuh. 

Sumber gambar:

Selasa, 11 Agustus 2020

Ngopi Susu: Cara Mengusir Kesepian ala Drama Korea



Oleh Nita Fahri Fitria 

Kisah cinta berlatar konflik negara Korea Utara dan Korea Selatan yang dibintangi oleh Hyun Bin dan Son Ye Jin menyedot begitu banyak perhatian pecinta drama Korea. Crash Landing on You, nyatanya bukan sekedar kisah cinta biasa, melainkan sebuah kisah tentang orang-orang kesepian yang pada akhirnya menemukan tempat untuk mendaratkan hati agar tak lagi sepi. 

Seperti kata Yoon Se-ri sebelum naik paralayang hingga tersesat di perbatasan Korea Utara-Korea Selatan, “Angin harus bergerak agar aku bisa terbang.”, maka sejatinya kita memang perlu terus bergerak dan mengisi kehidupan ini dengan sesuatu yang bermakna.

Yoon Se-ri yang telah berhasil membangun perusahaan besar, bergelimang harta, dan dikelilingi berbagai fasilitas mewah, rupanya punya banyak lubang sepi di hatinya. Tidak dekat dengan ayah-ibu, hingga hubungan saudara yang penuh dengan ambisi perebutan harta khas para chaebol (konglomerat) di Korea Selatan. 

Terjebak di sebuah desa yang jauh dari barang-barang modern di Korea Utara, rupanya membantu Yoon Se-ri untuk mulai mengisi lubang-lubang sepi itu. Ada Kapten Ri yang membuatnya jatuh cinta, keempat prajurit yang perlahan menjadi karib, hingga ibu-ibu kompleks militer yang turut menghangatkan hatinya. 

Jika dulu Yoon Se-ri terkenal sebagai “putri pemilih” yang tak pernah memakan apapun lebih dari tiga suap, maka di desa sederhana itu ia bisa melahap apa saja dengan nikmat.

Apakah Yoon Se-ri satu-satunya yang kesepian dan menemukan kebahagiaan di drama ini? Tidak, hampir semua pemeran, termasuk si gagah Ri Jeong-hyeok yang memilih untuk tidak terlibat perasaan secara pribadi dengan siapapun karena takut terluka seperti saat ia kehilangan kakak satu-satunya. Juga Seo Dan, wanita yang dijodohkan dengan Ri Jeong Hyeok, yang memelihara kesepian dengan cinta sepihak pada Ri Jeong Hyeok. 

Seo Dan bersikeras ingin menikah dengan Ri Jeong Hyeok, dan menganggap bahwa ia akan bahagia, padahal rasa cintanya pada Ri Jeong Hyeok tidak lebih dari ambisi ingin memiliki yang berujung pada semakin besarnya rongga sepi itu di dalam hatinya. 

Begitu pula dengan Gu Seung-joon si penipu ulung yang berusaha menutupi rasa sepinya sebagai seorang yatim dengan menipu keluarga Yoon Se-ri untuk membalas dendam. 

Uniknya Gu Seung-joon mengakui bahwa setelah berhasil menipu keluarga Yoon Se-ri, ia nyatanya malah merasa tidak bahagia sama sekali. Gu Seung-joon kian terpuruk dalam rasa sepi dan terus bertanya, “Jika aku mati, siapa yang akan menangisiku?”

Begitulah keempat tokoh sentral dalam drama ini bergelut dengan rasa kesepiannya masing-masing. Mereka tersesat dan keliru memilih jalan untuk mengisi rasa sepi dengan memburu tujuan yang salah. 

Tapi kembali, seperti kata Yoon Se-ri, ada kalanya kita salah naik kereta dan tersesat, tapi justru di sanalah kita menemukan sesuatu yang indah. 

Ya dalam ketersesatan itu, Yoon Se-ri, Ri Jeong Hyeok, Seo Dan, hingga Gu Seung-joon pada akhirnya menemukan landasan tempat mereka melabuhkan rasa sepi dan membasuh jiwa yang haus akan cinta, crash landing on you.

Bertemu dengan sosok-sosok yang tulus dan membantunya saat kesulitan, Yoon Se-ri akhirnya tahu bahwa makan bersama itu membahagiakan, dan ia tak perlu lagi memelihara tembok diri yang membuatnya kian terkucil dari orang-orang terkasih. Se-ri kemudian membuka diri untuk kembali terhubung dengan orang-orang di sekitarnya. 

Bersama Yoon Se-ri, Kapten Ri Jeong Hyeok memutus tali kesepiannya dan memutuskan untuk siap terluka sebagai resiko saat mencintai seseorang. Ri Jeong Hyeok menyadari, bahwa meski pada akhirnya harus berpisah dengan yang dicinta, tapi memperjuangkan cinta itu sendiri adalah kebahagiaan, bahwa mencintai itu menyembuhkan. 

Dengan Seo Dan, Gu Seung-joon memahami bahwa ia tidak perlu balas dendam untuk mencapai kebahagiaan, bahwa kesepian yang ia pikul sepanjang hidup rupanya dapat ia genapkan dengan cinta yang sederhana. 

Juga Seo Dan, yang pada akhirnya memutus rantai sepi yang ia simpul sendiri dalam balut ambisi, lalu membuka dan mengijinkan cinta mengalir dengan lembut mengisi setiap rongga sepi di hati.

Haruskah kita tersesat ke Korea Utara untuk mengusir sepi seperti Yoon Se-ri? Tidak juga. 

Jika menyimpulkan hasil diskusi Ngopi Susu Virtual pada 27 Juni 2020, rupanya kesepian yang bisa saja dirasakan oleh setiap orang dapat kita atasi dengan cara yang sederhana, yaitu terhubung. Seperti pada drama “Crash Landing on You”, keempat tokoh tadi memelihara sepi di hati karena gagal terhubung dengan sesuatu yang sejatinya dekat dengan mereka, dan memilih untuk membangun tembok tinggi yang makin memisahkan mereka dari hangatnya cinta kasih.

Cinta kasih dalam hal ini bukan melulu cinta kasih romantis antara pria dan wanita, tapi juga cinta kasih dengan teman seperti Yoon Se-ri dan keempat prajurit juga ibu-ibu komplek militer, cinta kasih dengan masa lalu, seperti yang dilakukan Gu Seung-joon yang berdamai dengan dendamnya, dan tentu saja cinta kasih untuk diri sendiri, seperti Seo Dan yang memutus ikatan ambisi yang ia simpul sendiri.

Kita perlu terhubung dengan apa yang ada dalam kehidupan ini, dengan aktivitas yang dijalani (mindful in daily activities), dengan binatang peliharaan, dengan tanaman, dan tentu saja dengan orang-orang di sekitar. Karena kesepian menjalar dan membentuk rongga di hati ketika hubungan itu terlepas, atau sengaja kita lepaskan. 

Mungkin kita adalah Yoon Se-ri, yang kemudian memburu tujuan yang keliru untuk mengusir kesepian dengan memuaskan diri pada atribut yang tidak esensial. Tetapi semoga pada akhirnya ketersesatan itu membawa kita pada kesadaran, bahwa jika kita adalah sebatang kara seperti Gu Seung-joon di dunia ini, kita perlu selalu ingat untuk mencipta keterhubungan kita dengan-Nya.

Sumber gambar:

Kamis, 28 Mei 2020

Drama Korea & Menolak Corona



Oleh Nita Fahri Fitria

Benang merah dari kisah Drama Korea Hi Bye, Mama! yang berhasil menyentuh hati pemirsa, yang juga menjadi momen comeback dramatis Kim Tae Hee, adalah penyesalan.

Sebelumnya banyak juga drama Korea yang mengangkat tema penyesalan orang yang sudah meninggal sehingga menjadi arwah yang tidak tenang dan terjebak di dunia. Sebut saja Hotel del Luna yang bercerita tentang seorang wanita yang terjebak selama 1000 tahun di dunia karena menyimpan amarah yang tak tuntas. Juga Oh My Ghost yang membuat sang arwah kebingungan sendiri kenapa ia tak bisa “naik ke atas” karena ternyata mengalami kematian yang tidak wajar sementara ia punya urusan yang belum selesai di dunia.

Hi Bye, Mama! sendiri berkisah tentang seorang wanita bernama Cha Yu Ri yang meninggal karena kecelakaan. Yang membuatnya tertahan di dunia adalah karena ia belum sempat memeluk anak yang terlahir dari rahimnya bertepatan dengan datangnya ajal.

Uniknya, secara ajaib Cha Yu Ri mendapatkan kesempatan untuk hidup kembali selama 49 hari karena ibunya yang memohon kepada Dewa agar diberi kesempatan untuk bertemu kembali dengan putrinya meski hanya satu kali saja. Begitulah, Cha Yu Ri berada dalam lingkaran ketidakrelaan atas perpisahan yang mendadak.

Rupanya kesempatan hidup kembali selama 49 hari bukan sepenuhnya hadiah yang membahagiakan. Ada banyak sekali masalah pelik yang terjadi selama 49 hari tersebut. Puncaknya adalah saat Cha Yu Ri haru memilih, apakah ia akan tetap hidup dunia dengan konsekuensi anaknya yang selamanya akan memiliki kemampuan melihat hantu, atau “naik” ke alam baka dan mengikhlaskan kehidupan yang memang sudah ia tinggalkan sebelumnya.

Sebagai seorang ibu, Cha Yu Ri tentu saja dengan mantap memilih untuk menyelamatkan anaknya dan pergi untuk selamanya. Ia dan orang-orang di sekelilingnya kemudian tersadarkan tentang apa itu melepas yang sesungguhnya. Tentang menjalani hari tanpa penyesalan dan rasa bersalah.

Kita saat ini berada dalam masa krisis sebagai konsekuensi dari hadirnya wabah penyakit yang menimpa seluruh penjuru dunia. Dan kita akhirnya terjebak pada sebuah sikap yang mirip dengan Cha Yu Ri dan keluarganya, yakni menolak keadaan yang hadir saat ini.

Mungkin pada awalnya kita tidak sadar, sama seperti halnya Cha Yu Ri yang bersikap sangat spontan saat pertama kali memilih menjadi arwah yang bergentayangan. Kita juga seolah tidak sadar membiarkan ketidak relaan bergentayangan dan serba penasaran dengan apa yang terjadi.

Ketidak relaannya beragam, dari yang masuk akal hingga memperumit diri sendiri. Tak rela dilarang mudik, lalu pura-pura jadi barang angkutan dan bersembunyi dibalik kontainer sayur. Karena penasaran dan tak bisa membayangkan lebaran tanpa mudik, akhirnya membiarkan dirinya gentayangan dalam batas realitas.

Padahal memilih untuk ridha terhadap kenyataan yang ada, meski berat, tapi justru memudahkan diri sendiri. Masalahmu makin rumit ketika kamu melawan. Bahkan meski kamu dikasih kesempatan kedua seperti Cha Yu Ri, tetap saja keadaannya super rumit dan pada akhirnya harus memilih di antara dua bilah pisau yang sama-sama tajam. Rumit bukan main.

Ridha terhadap ketentuan yang Allah gariskan, seberat apapun wujudnya, tetaplah berbuah ridha-Nya Allah. Maka saatnya kembali menjadi hamba yang ridha terhadap takdir Rabbnya. Karena bahagia itu terletak pada hati yang ikhlas. 

Sumber gambar: