Kamis, 01 November 2018

[Mindful Journey] Menyusuri Salabintana Hingga Puncak Gede (Bagian 1)


Oleh Duddy Fachrudin

“Ngapain lama-lama tinggal di Jakarta. Mendingan naik gunung. Di gunung kita akan menguji diri dengan hidup sulit, jauh dari fasilitas enak-enak. Biasanya akan ketahuan, seseorang itu egois atau tidak. Juga dengan olahraga mendaki gunung, kita akan dekat dengan rakyat di pedalaman. Jadi selain fisik sehat, pertumbuhan jiwa juga sehat. Makanya yuk kita naik gunung. Ayo ke Semeru…”

Kata-kata itu diucapkan Soe Hok Gie sebelum keberangkatan menuju Puncak Mahameru 16 Desember 1969. Namun sayangnya, setelah bersimpuh di Puncak Para Dewa tersebut, Soe yang turun terakhir dari puncak bersama Idhan Lubis meninggal dunia akibat menghirup gas beracun.

Kematian Soe Hok Gie merupakan salah satu dari sekian banyak kecelakaan yang menimpa para pendaki gunung, baik mereka yang pemula bahkan yang sudah sering mendaki seperti Soe. Berbagai tragedi di gunung tersebut melecutkan Wanadri yang menamakan dirinya sebagai perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung untuk mengadakan Sekolah Pendaki Gunung (SPG). Sejak 1973 Wanadri mengadakan SPG untuk berbagi pengetahuan bagaimana caranya agar mendaki gunung dengan aman dan nyaman.

Selama 8 hari (8-15 Juli 2007), saya termasuk dalam 41 peserta mengikuti SPG Wanadri Gede-Pangrango. Sebelum keberangkatan, kami melakukan tes kemampuan dasar, tes fisik dan tentunya tes medis. Poin ketiga ini merupakan hal yang wajib dilakukan bagi siapa saja yang akan melakukan pendakian. Berbagai perlengkapan pun harus kami siapkan seperti ransel, pakaian lapangan, perlengkapan bivak dan tidur, perlengkapan masak dan makan, perlengkapan navigasi, perlengkapan lain seperti MCK, peralatan jahit, obat-obatan pribadi dan 18 paket makanan sebagai perbekalan.

4 Hari di Camp Salabintana
Minggu (8 Juli) jam 6 pagi kami berangkat dari Sekretariat Wanadri di Jl. Aceh Bandung dengan tujuan Salabintana Sukabumi. Sekitar pukul 9.45 kami sampai di Pondok Halimun (± 1200 mdpl) lalu dikumpulkan dengan para peserta yang mendaftar di Jakarta dan dibagi dalam 9 kelompok. Peserta SPG yang berjumlah 41 orang sendiri berasal dari berbagai kalangan, dari mulai siswa SMA sampai bapak-bapak berumur 44 tahun, namun kebanyakan dari kami adalah mahasiswa.

Selama 4 hari kami dibekali berbagai materi dasar yang diperlukan bagi seorang pendaki gunung. Materi-materi tersebut mencakupi: perencanaan perjalanan, perlengkapan perbekalan, iklim medan dan penaksiran, kesehatan perjalanan dan penanganan gawat darurat, navigasi darat, pengantar ilmu survival, bootani dan zoologi praktis, tali temali, pengenalan konservasi, kesadaran lingkungan, dan manfaat hidup di alam terbuka. Para pemateri berasal dari senior-senior Wanadri, tim dokter Atlas Medical Pioneer (AMP) Fakultas Kedokteran Unpad dan tim pelestari Taman Nasional Gede-Pangrango.

Beberapa hari sebelum SPG, saya mendengar berita tentang tewasnya salah seorang pendaki di Gunung Ciremai. Dikabarkan dia tewas akibat hipotermia karena cuaca buruk pada saat itu. Kemudian saya mendapatkan informasi lagi bahwa dia hanya membawa bekal 20 ribu rupiah untuk mendaki puncak Ciremai tersebut!


Sumber gambar:
http://sejarahri.com/mengenang-soe-hok-gie/

Share:

0 komentar:

Posting Komentar