Selasa, 17 Maret 2020

Jeda Corona: #WelcomeToSelf


Oleh Tauhid Nur Azhar

Ini saat-saat paling tepat untuk mengenal diri, manusia dan kemanusiaan serta maksud kehadiran.

Ternyata kita rapuh dan sementara. Tak abadi dan bukan esensi. Ada yang hakiki yang senantiasa memberi dan menjadi tempat kembali. 

Kalau kita introspeksi, acapkali kita kerap saling manyakiti, menzalimi, demi sekedar mengamankan kepentingan pribadi. 

Peduli pada diri sendiri jauh melebihi dari peran diri dalam porsi semesti. Proporsi secara multi dimensi masih jauh panggang dari api

Ketakutan dan kecemasan membuka kedok kesejatian. Saat ini jika kita bercermin tampaklah sosok ringkih itu...

Yang menjerit penuh ketakutan, dicekam dengan berjuta kekhawatiran, lalu berteriak marah pada setiap orang yang sebenarnya juga ringkih dan ketakutan. 

Karena marah, kecewa, dan sedih berlebihan kita kehilangan arah hingga mengerut dalam pusar carut marut lalu perlahan larut dalam emulsi homogen berbau kentut. 

Ya... kita menjadi ampas tanpa esensi, yang hanya berbau tanpa tahu apa yang kita mau. 

Panduan arah memudar, kadar nalar turun hingga tak tertakar lalu perlahan bersama semua sikap kontra produksi mengubur sadar jauh di bawah serabut akar peradaban yang melahirkan pohon kemanusiaan. 

Maka menyelami tafakur, berpikir melipir dan terpekur dalam dengkur semesta yang saat ini seperti mendapat rehat sesaat dan bisa tidur mendengkur. Sekedar mengukur betapa tua dirinya yang telah melayani kerakusan manusia dan berbagai drama yang tercipta di dalamnya. 

Saya tidak lagi hendak bicara dalam wacana angka ataupun logika. Banyak narasi positif tentang hidup, banyak narasi destruktif soal kepastian. 

Virus bukan lagi soal tekno hayati, ia telah berubah menjadi pandemi hati. Hati yang kini inflamasi, meradang dalam cahaya terang yang sedemikian benderang hingga membuat benak panas dan serasa akan meledak. 

Berpikir dan berzikir lalu menjalani takdir, demikian idealnya. Meski ternyata banyak dari kita tenggelam dalam doa sementara di sela-selanya tak henti pula mencaci dan menyesali semua yang telah terjadi. 

Sekali lagi, yang telah terjadi itu dicari inti lalu dibuat sari. Yang tengah dijalani itu dinikmati dan disyukuri. Juga jika itu masalah mari dicari solusi. 

Bisa jadi inovasi dan warisan indah untuk generasi yang mengikuti. Lalu nanti? Ya diterawang dulu dalam bentuk bayang yang sudah mulai mengambang karena ada cahaya pengetahuan yang membuatnya membentuk tanda sebagai bagian dari cakrawala perjalanan di media hidup yang telah terbentang. 

Jadilah manusia jujur yang ringkih dan rapuh, karena sejujurnya itulah kita... hingga kita menipu diri sendiri dan bermain dalam proyeksi palsu yang pasti semu dan tak lekang oleh kepentingan dan waktu. 

Dengan jujur bahwa kita ringkih dan rapuh kita akan butuh dan merasa tak utuh.

Sumber gambar:

Share:

0 komentar:

Posting Komentar