Sabtu, 25 April 2020

Corona dan Kesadaran untuk Kembali



Oleh Duddy Fachrudin 

Salah satu praktik hidup berkesadaran atau mindful living adalah dengan menerapkan gaya hidup minimalis. 

Sayangnya hidup minimalis yang tidak materialis dan nirkapitalis ini tidak mudah dan penuh tantangan. 

Serbuan keinginan dari alam pikiran dalam pemenuhan kebutuhan tak bisa direm, dipuasai, dan dikendalikan. 

Akhirnya manusia cenderung berlebihan dalam menjalani kehidupan. 

Perut menjadi buncit, lingkungan tercemari sampah serta polusi, dan perilaku konsumtif yang destruktif adalah contoh nyata dari degradasi akhlak manusia. 

Eksplorasi dan eksploitasi pemenuhan kebutuhan menggerus tatanan keseimbangan.  

Saat di-KO corona, manusia kelimpungan.

Maka jangan sok latah dengan hashtag "lawan corona". Dalam menghadapi tamu agung yang diperjalankan Tuhan ini, justru manusia perlu melawan dirinya sendiri.

Karena kita tidak tahu kapan pandemi ini akan berlalu. 

Meski bisa diprediksi dengan logika matematika, akhir dari pandemi ini masih menjadi misteri. 

Bukan lagi bulanan, tapi satu dua hingga lima tahun sejak awal mula kasus ditemukan. Itupun jika manusia mampu mengalahkan dirinya. 

Dan ini adalah peringatan akhir jaman di peradaban yang begitu sarat konflik dengan Tuhan. 

Semakin teknologi maju, manusia justru semakin angkuh. 

Dengan berbagai cara dan upaya, manusia ingin hidup abadi. "Hidup 1000 tahun lagi," kata Chairil Anwar. 

Simbah berpesan, "Elingo sangkan paranmu." 

Sementara Sabda Nabi, "Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini untuk kalian." 

Ihdinas shirootol mustaqiim. 

Sumber gambar: 

Share:

0 komentar:

Posting Komentar