Senin, 15 Maret 2021

Akreditasi, Kebutuhan Primer, dan Anton Medan




Oleh Duddy Fachrudin 

Setiap beberapa tahun sekali, sebuah lembaga mengajukan diri untuk dilakukan akreditasi. Misalnya akreditasi sebuah jurusan atau program studi di suatu universitas. Tim asessor yang ditugaskan oleh Badan Akreditasi kemudian menilai mutu sesuai standar baku yang telah ditetapkan. Hasil akhirnya berupa nilai dan status yang kemudian disematkan oleh program studi selama rentang waktu tertentu hingga kemudian melakukan reakreditasi. 

Akreditasi mengacu pada sebuah pengakuan atas kesesuaian. Jadi... kalau lembaga telah memiliki kesesuaian performa dan pencapaian dengan standar yang ditetapkan, maka mendapatkan "pengakuan" yang bagus. Jika kurang sesuai, maka dapat melakukan evaluasi dan meningkatkan kualitas institusi sampai akhirnya meraih pengakuan yang layak.

Itu akreditasi sebuah lembaga. Bagaimana dengan manusia? 

Akreditasi pada manusia hanya bisa dilakukan oleh dirinya sendiri dan penciptanya. 

Saat seorang manusia telah sampai (baligh) pada kedewasaan (kematangan seksual), dan memahami baik dan buruk lewat akal serta budi (akil), maka hadir konsekuensi untuk mengembangkan kehidupan yang tertata, selaras, dan sesuai dengan standar Sang Maha. 

Artinya, Tuhan sangat ingin sekali mahluk yang diciptakannya yang bernama manusia ini senantiasa bertumbuh, berkembang, bertransformasi terus menerus memperbaiki diri, dan mampu mengevaluasi (melakukan akreditasi diri), yang kelak suatu hari nanti Tuhan mengakui. 

Manusia sendiri berharap mendapatkan pengakuan terbaik agar saat meninggalkan dunia "tidak memiliki keinginan untuk kembali ke dunia".

Sebagian orang yang telah mati memang butuh sekali kembali ke dunia. Mereka ingin kembali ke dunia bukan bertujuan untuk menggapai dunia. Mereka ingin memperbaiki amal salih. 

Tidak jarang, karena hasrat dan obsesi, manusia lalai mengembangkan prioritas hidup yang dijalani. Ini tidak terlepas dari paradigma kebutuhan yang dikembangkan oleh manusia itu sendiri. 

Primer, sekunder, tersier. 

Singkatnya kebutuhan dibagi menjadi ke dalam tiga bagian. 

Kebutuhan primer berkaitan dengan kebutuhan pokok, misalnya, makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Kebutuhan sekunder sifatnya pendamping, seperti perabotan rumah tangga. Dan terakhir kebutuhan tersier, yang sebenarnya sangat tidak penting tapi dipenting-pentingkan oleh manusia, seperti barang mahal dan mewah. 

Teori ini setidaknya diajarkan dan diujikan hingga akhirnya tertanam dalam pikiran. Manusia lupa mempertanyakan kelayakan dan kevalidannya, serta hanya mengikuti arus kehidupan yang memenjarakan. 

Kemerdekaan dari penjara kehidupan dilalui saat manusia bisa memilih mana yang menjadi orientasi utama. Apakah tepat pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, perabotan, hingga cincin berlian dan kepopuleran adalah yang paling penting dan menjadi fokus perhatian? 

Para resi, seperti halnya Nabi mengajarkan keteladanan sikap dan perbuatan melalui jalan pengendalian, kebenaran, dan kebermanfaatan. Vektor ini mengarahkan manusia pada pencapaian yang diberkahi dan diridoi Tuhan. 

Dan inilah yang dilakukan oleh Anton Medan, mantan preman yang menyiapkan liang lahat untuk akhir kediaman. Ia memahami kebutuhan primer manusia sesungguhnya yang perlu dicapai dengan disiplin dan latihan. Dirinya telah siap untuk dilakukan akreditasi sesuai dengan standar yang ditetapkan Tuhan dengan penuh ketenangan.

Sumber gambar:
Share:

0 komentar:

Posting Komentar