Selasa, 12 April 2022

Mindful Journey: Ketika Anak Jaksel Naik Gunung (Bagian 1)


Oleh Tauhid Nur Azhar 

Air bergemericik, dan beburung pagi yang morning person banget seolah hadir menjadi healing process untuk mereka-mereka yang burn out karena overwhelmed dalam mengelola trust dan mental health issue.

Maklumlah dinamika kehidupan itu kadang lempeng tapi lebih sering mengejutkan, reality bites, dan itu bisa sangat stressful dan painful.

Kadang support system kita juga tidak benar-benar care dengan kita. Bahkan orang yang kita anggap bestie saja, dan kita harap bisa at least memberi sepatah dua patah word of affirmation, eh malah suka guilt tripping dan yang lain malah clingy.

Masih mending kalo enggak emotional abuse atau melakukan silent treatment yang menyakitkan. Toxic relationship itu literally ga sehat banget guys.

Kalau sudah begini memang healing dan self love perlu jadi consideration deh. Perlu positive vibes dan personal space yang proper. Somehow kita memang harus menghindari environment atau circle yang terlalu banyak diisi mereka yang kerap verbally abuse atau bersifat judgemental dan oversharing yang gak penting. Jangan juga terlalu memaksa diri menjadi social butterfly agar bisa masuk banyak circle, ga guna.


Mending cari hidden gem kayak di gunung ini, dan ga terlalu sering staycation yang sebenarnya di sana-sana juga. Beri kesempatan jiwa kita self healing dengan socmed detox, dan ga ada salahnya kalau sekali-sekali kita jadi gate keeping yang nggak spill out yang kita tahu.

Saatnya menikmati me time dan beri diri kita bonus self reward, hindari timeline yang salty dan destruktif. IMO, pergi nyepi ke secret place kayak remote area yang masih nature banget gitu tuh sesuatu.

Ga usah FOMO, dan dicap social awkward, figuratively ini ibarat Robinson Crusoe yang bertualang untuk mengexplore kapasitas dirinya sendiri sih. Semacam self journey untuk mengenal inner soul sebenernya.

Ok, in a fact gemericik air dan kicau burung itu stimulan neurofisiologi banget. Lalu tetiba rasa sejuk melanda qolbu saat awan mendung mulai merintikkan gerimis. Alam gunung seolah sedang tersenyum manis.

Kabut, gemericik sungai dan rintik gerimis berpadu dengan kicau burung, kini menyatu dengan aroma tanah yang menguar.

Petrichor melanda pusat hidu di otak kita. Petra itu batu dan ichor itu cairan para dewa. Sementara sains modern menjelaskan bahwa petrichor adalah bau tanah pertama saat hujan menyapa dan melepas geosmin yang merupakan produk metabolit dari milyaran bakteri aktinobakter dari spesies Streptomyces.

Dan anehnya aroma itu compatible dengan kinerja otak kita. Aroma itu menghanyutkan kita dalam rindu tanpa lagu, tapi lewat orkestrasi bau.

Aroma itu membawa pesan cinta nan sarat makna, dengan pesan nyata bahwa rindu adalah hak semua penghuni semesta.

Lalu bagaimana aroma itu dapat menstimulasi pusat asosiasi di otak kita? Sampai ada rasa, sampai muncul cinta.

Halaman Berikutnya >>>

Sumber gambar:
https://www.instagram.com/duddyfahri/

Share:

0 komentar:

Posting Komentar