Oleh Duddy Fachrudin
Kadang saya iri dengan gunung. Ia begitu elok, tempat bersemayam beraneka rupa flora serta fauna, dan pastinya banyak dikunjungi manusia.
Gunung tak mengeluh saat didaki manusia yang terkadang malah mengotorinya. Ia juga tak menampakkan kemarahan saat badai hujan menerpa. Pun saat terik matahari menyengat, ia tetap tabah.
Gunung mengajarkan keteguhan, kemantapan, sekaligus bagaimana menjalani kehidupan tanpa keruwetan. Ia tetap istiqomah menjalankan tugas menjaga keseimbangan di bumi tercinta.
Dibalik tugas besarnya, ia tak memiliki keinginan apa-apa, ia pandai menerima dan melepas segala sampah kotoran yang dibawa manusia, serta begitu ikhlas menjalani ketidakpastian.
Maka belajar dari gunung berarti belajar bagaimana menjalani kehidupan ini dengan santuy, mindful, tanpa keribetan, tanpa keruwetan. Bagaimana?
1. Memilih dan memilah mana yang menjadi kebutuhan kita. Hidup adalah tentang keseimbangan. Berlebihan akan menggerus keseimbangan. Mengecek keinginan yang muncul segaligus mempertanyakannya, "apakah saya benar-benar membutuhkan ini?"
2. Melepas. Kurangi hal-hal yang tidak penting: barang-barang yang memenuhi space (ruang), sampah pikiran dan perasaan yang terus mengendap, serta informasi tidak penting yang terus membanjiri indera. Melepas berarti menata hidup, menjadi sadar sepenuhnya akan kehidupan kita.
3. Menjalani ketidakpastian dengan keyakinan, kesabaran, keikhlasan, dan kebersyukuran. Suatu hal yang pasti adalah ketidakpastian tersebut, bukan? Selalu ada ujian, tantangan, penderitaan. Dan itu adalah kewajaran. Justru jika tidak ada semua itu, apa asyiknya mengarungi kehidupan?
Maka berfokus saja memberi kebermanfaatan. Meniatkan diri untuk menjadi baik dan menebar kebaikan.
Sumber gambar:
0 komentar:
Posting Komentar