Tampilkan postingan dengan label Neuroplastisitas Otak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Neuroplastisitas Otak. Tampilkan semua postingan

Kamis, 10 Desember 2020

Jeda untuk Hati: Sebuah Renungan Pagi




Oleh Tauhid Nur Azhar

Waktu adalah dimensi yang malar. Selalu maju seiring dengan nalar dan sadar. 

Tentu masing-masing kita berbeda kadar, berbeda cara menakar, dan juga berbeda dalam hal nilai yang mengakar. Tetapi kita semua meyakini bahwa waktu dan ruang adalah keniscayaan yang terintegrasi dengan esensi dan eksistensi. Keberadaan dan nilai keberadaan. 

Saya pribadi menyadari di masa-masa penuh ujian ini begitu banyak merasakan kebaikan dan ketulusan dari banyak orang, yang bahkan tidak kita kenal sebelumnya. 

Kebersamaan dalam mengarungi ujian mempererat kepedulian dan menumbuhkan nilai-nilai persaudaraan yang memanusiakan kembali manusia. Akar keberadaan untuk memberi kebermanfaatan menjadi semakin terasakan. 

Bahkan secara resiprositas, saat seorang kawan mengalami kesulitan dan kita merasa kurang optimal dalam membantu, ada rasa bersalah yang terasa mengganggu. 

Mungkin ini adalah nilai kesadaran yang menyeruak dari pemahaman terhadap esensi dan eksistensi. Kehadiran di ruang waktu yang terus maju dan jejaring interaksi yang terjadi di dalamnya. 

Kemampuan prokreasi dan komunikasi yang berpadu dalam orkestrasi fungsi eksekusi (executive function), membuat simfoni nan harmoni dari semua fungsi neurofisiologi dan endokrinologi dalam menghadirkan kreasi berupa komposisi yang penuh arti dalam memaknai perjalanan hidup ini. 

Tak dapat dipungkiri, Sunatullah dan Fitrah makhluk adalah menua, menjadi renta. Berdegenerasi dan mengalami transformasi fungsi. Meski sulit dan berat untuk dijalani, apalagi dimengerti, tetapi sesuai takdir semua akan terjadi. 

Perjalanan hidup akan menghadirkan pengalaman dan pembelajaran. Tak pelak ini adalah peran organik dari organa sensuum alias indera, juga thalamus, limbik, dan area asosiatif di korteks otak. 

Master Chef PFC (prefrontal cortex) akan meramunya menjadi berbagai keputusan dan kebijaksanaan yang kemudian menjadi bagian tak terpisahkan dari kualitas hidup kita. Termasuk di dalamnya persoalan kepemimpinan, pengelolaan potensi, dan juga adaptasi serta proses pelatihan dalam menghadapi berbagai ujian. 

Dinamika emosi dan pengembangan konsep perilaku menjadi bahan baku yang selalu harus diracik dan dijaga agar tidak "over" atau "under" cook. Dan itu menantang sekali. 

Kita memainkan sebuah komposisi rumit dalam orkestra grand philharmonic dalam pentas kehidupan, dengan partitur yang setiap halaman berikutnya dapat berubah sesuai dengan berbagai pola interaksi dinamis yang terjadi, dimana sebagian besarnya justru di luar kendali kita. 

Maka uncertainty menjadi satu variabel yang "memaksa" kita untuk terus belajar beradaptasi dan membangun keyakinan sebagai "core value" yang pada gilirannya akan menghadirkan konsep IMAN. 

Ada jejaring fungsi, interaksi, dan koordinasi yang direncanakan, diciptakan, dan dijalankan oleh Supra Sistem yang mengawali, menghadirkan, dan mengakhiri. Di titik inilah kewaskitaan yang maujud dalam kepekaan terhadap gejala dan tanda dapat menjadi konstruksi keluhuran manusia. 

Kemampuan membangun perspektif dengan visi (vision) secara utuh. Dan perjalanan, pengalaman, serta pembelajaran yang disertai dengan permenungan, kontemplasi, serta upaya mawas diri dan kemauan untuk menerima "kehadiran" Yang Hakiki menjadi kata kunci.

Sumber gambar:

Senin, 29 Juni 2020

Dilema WBP dan Neurobiologi Mindfulness



Oleh Duddy Fachrudin

Terbersit wajah garang namun ringkih dan penuh dengan kecemasan itu. Beberapa kata yang keluar dari mulutnya menyiratkan bahwa dirinya akan berubah. Meski kemudian ada ragu yang mengayun di sela-sela rongga dadanya.

Suatu waktu, saya berkesempatan memberikan intervensi psikologi berbasis logoterapi dan mindfulness kepada calon Warga Binaan Permasyarakatan (WBP) yang sebentar lagi bebas di salah satu lembaga permasyarakatan (lapas) di Yogyakarta. Mengajak mereka untuk menemukan makna dan belajar melepas masa lalu tidaklah mudah. Sesulit membantu mereka untuk berhenti menghakimi dan mensyukuri makanan yang selalu hadir di setiap pagi meski hanya nasi dan sebuah tempe mayit.

Di ruangan yang panas itu kami menjalankan sesi demi sesi. Mencoba beradaptasi lalu bermeditasi. Segala kecamuk rasa berkelindan bertautan menghasilkan resultan yang hanya mereka dan Tuhan tahu.

Satu yang pasti dan ditakuti serta dikhawatiri: Aku cemas mas, takut kalau tidak ada yang menerimaku lagi. Takut juga kalau aku kembali ke lingkungan yg nggak bener lagi.

Yang bilang itu ya pencuri, pembunuh, pemerkosa. Yang bukan hanya sekali masuk penjara.

Bahkan ada seorang WBP banjir air mata karena berlebihnya rasa bersalah. Perasaan berdosa membuncah hingga menyasar sisi terdalam sukma seiring berharap dalam seuntai tanya: Apakah untukku tersedia maaf?

Dinamika dan pergolakan jiwa orang yang melakukan kesalahan seperti halnya WBP, yang benar-benar merasa bersalah serupa hutan rimba yang belum terjamah oleh manusia. Sulit bisa menaksir dari pengamatan sesaat perubahan yang terjadi setelah menjalani masa "jeda" di balik jeruji penjara.

Saat diwawancarai Bang Andy Noya, kita bisa melihat sepintas dari raut wajah John Kei, bahwa penyesalan dan perubahan itu nyata. Namun pemberitaan belakangan ini membuat orang-orang kembali mempertanyakan sekaligus meragukannya.

Dalam kajian neurosains, salah satu bagian otak yg mempengaruhi dalam hal bertindak baik, benar, sesuai moral dan etika adalah Anterior Cortical Cortex (ACC).

Bagian otak ini menjadi selebritis yang manis dan selalu menjadi perhatian para saintis saat meneliti meditator yang sedang atau seusai bermeditasi. Saat dilakukan pemindaian dengan alat pemindai otak, kita bisa melihat sejauhmana aktivitas pada area tersebut.

Umumnya, hasil pemindaian menunjukkan warna yang menyala tanda rewire atau peningkatan aktivitas. Hasil ini juga ditunjukkan pada area otak lainnya, seperti PFC, dlPFC, insula, dan hippocampal.

Pengukuran brain marker bisa diintegrasikan dengan biomarker lainnya, seperti telomer, keadaan tekanan darah pada jantung, kualitas mitokondria yang berada dalam sel, hingga kadar hormon kortisol dan adrenalin.

Idealnya kuantifikasi yang telah diperoleh dilanjutkan dalam pengamatan secara kualitatif sehingga mix methode ini bisa menghasilkan data yang valid, terukur, dan benar adanya.

Ternyata perubahan itu memang tidak instan layaknya mie. Perubahan sejalan dengan perkembangan hidup manusia (life-span development) yang sejatinya terus ada hingga individu itu tiada.

Dan manusia sejatinya memang terus menjadi baru, baik itu pikiran, rasa, hingga, perilaku. Baru memperbarui kualitas sesuai Key Performance Indicator (KPI) manusia.

By the way, KPI nya manusia memangnya apa saja?

Sumber gambar:

Rabu, 15 April 2020

Saat Bala Melahirkan Waskita (Bagian 2, Habis)



Oleh Tauhid Nur Azhar 

Kecerdasan kognitif terkanalisasi dalam saluran berprioritas tinggi untuk memodulasi, bahkan memanipulasi berbagai potensi untuk mempertahankan eksistensi. 

Kebijakan didominasi upaya terkonstruksi mempertahankan eksistensi, bahkan melalui cara-cara yang bersifat agresi, ekspansi, okupasi, dan terkadang semua itu disertai sifat destruksi. 

Angkara yang bersimaharaja, berkelindan dengan banjir neurotransmiter pengeksitasi dan melahirkan ketrampilan berseni tinggi dalam proses mengeksploitasi berbagai hal yang semestinya dimaknai sebagai potensi untuk berbagi. 

Domain qualia atau roso yang sebenarnya merupakan representasi akumulasi kecerdasan dalam modul intelijensia qolbiyah, kini menyusut kisut, terpojok ke sudut, tergantikan oleh pusaran vorteks kusut yang berasal dari olah pikir yang kalut. 

Ketidakseimbangan stream konektomik antar wilayah pengambilan keputusan strategik, mengakibatkan lahirnya turbulensi sistemik. PFC dan Insula sulit berkolaborasi dengan area Basal Ganglia. 

Hipokampal area teralienasi dalam kepungan arus deras kecemasan yang membanjir deras, dari hulu Batang Otak yang telah tererosi dan daya dukung rasionalnya terdegradasi. 

Konflik keluarga sesama trah prosensefalon yang rukun sejak embrional kini meruncing. Telensefalon tak lagi bertegur sapa dengan diensefalon. Neokorteks dan PFC tak lagi hangat bercerita dengan thalamus dan hipokampus. 

Apalagi jika bicara di tingkat wangsa keturunan tuba neuralis: prosensefalon, mesensefalon, dan rhombencephalon yang telah berdiferensiasi dan mengalami spesifikasi fungsi meski sudah semestinya terus menyambung silaturahmi dan membina komunikasi karena toh bersama menjalankan banyak fungsi. 

Grup WA keluarga menjadi panas, banyak kasus unfriend dan unfollow di berbagai media di mana bagian-bagian fungsional otak semestinya saling berinteraksi untuk membangun sinergi. 

Maka tak heran jika jonggring salaka bernama qualia terdampak panasnya olakan kawah Chandradimuka yang meletupkan nafsu membara dari dasar dapur magma naluri manusia. 

Dan kini di saat langit mendadak sepi dan riuh rendah jalanan tak lagi bersahutan. Ada bisikan halus yang perlahan terdengar semakin keras. Bahkan semakin lama semakin tegas. Mungkin agar selain mulai berpikir cerdas, juga harus bertindak gegas, sekaligus belajar bersikap ikhlas. 

Pageblug meredam nafsu kemayu untuk tampil oke selalu, ia menggantikan itu dengan panggilan cumbu rayu untuk bersatu dan melangkah secara padu. 

Kearifan dan welas asih kembali mendapat pentas yang pantas untuk tak sekedar menyintas, tapi juga menjadi bagian dari solusi tuntas. 

Mari kita lihat bagaimana kini manusia lebih peduli pada saudara dibanding pada dirinya sendiri. Empati lahir dalam bentuk partisipasi untuk saling mensubstitusi dan melengkapi apa yang kini banyak tak lagi dimiliki. 

Kolaborasi hadir nyaris tanpa koordinasi karena yang berbicara adalah frekuensi hati. OFC, PFC, ACC, dan Insula tak lagi menjadi sekedar kuda penghela, melainkan ber tiwikrama menjadi maruta (angin) yang memutar kincir peniup akasa (langit) yang menjadi media lahirnya dahana (api). 

Daya guna bertenaga untuk mengubah petaka menjadi penyubur banthala (bumi) dengan berpandu kerlip kartika (bintang) ilmu yang menjadi navigasi dalam proses mencari jati diri. 

Maka pageblug ini adalah medan kurusetra dimana angkara akan berguguran disapu sifat Asta Brata yang merepresentasi jiwa ksatria dalam setiap dimensi spiritual manusia. 

Lihatlah ksatria-ksatria muda dari berbagai tlatah bangsa, kini menyatu bersama, mengikhlaskan diri dalam jalan dharma bagi kepentingan ummat manusia. 

Inilah mungkin makna qualia semesta yang datang bersama bala yang seolah merenggut rasa aman maya, dan menghempaskan kita ke dasar nalar tak berkadar. 

Dan di saat terkapar, terlihatlah kerlip berpendar di tubir sadar... selalu ada jalan keluar, jika ada kekuatan untuk bersandar. 

La haula wala quwwata illa billahil aliyil adzim,  lafadz hauqalah yang menisbatkan bahwa kita semua tak bisa terlepas dari kuasa dan ketentuan Allah.

Sumber gambar:

Kamis, 21 November 2019

Kepemimpinan ala Orbital Intelligence


Oleh Tauhid Nur Azhar

Pemimpin itu harus mampu membangun pola pikir waskita yang dapat mengintegrasikan 4 sumbu sekaligus dan dapat pula membangun konstruksi sistem pengelolaan pengetahuan secara berkesinambungan.

Adapun ke-4 sumbu yang dimaksud adalah sumbu vertikal yang berarti seorang pemimpin harus berpikir menyintas waktu dengan selalu mengacu kepada nilai rujukan yang semata berlandas pada kebenaran (Haq). 

Pemimpin yang mampu memutar dan memusar segenap potensi pemangku kepentingan sehingga menghasilkan efek sentripetal yang mendekati titik pusat (Ahad). 

Di satu sumbu vertikal vektorial, selain ada arah terdapat pula waktu, yang meski selalu maju tetapi juga mengekalkan masa lalu sebagai kenangan yang kita kenal sebagai pengalaman serta dapat pula kita artikan sebagai pelajaran. 

Untuk itu seorang pemimpin harus mampu membangun fondasi integritas yang dapat menghasilkan sifat ikhlas sebagai compliance terhadap ketetapan dimensi ruang-waktu. 

Ilmu menjadi kata kunci, gaya sentripetal yang bersifat kinetik harus dicatudaya oleh energi potensial yang ditambang dari perut bumi kearifan yang kaya akan data dan informasi termaknai yang menjadi bagian dari konstruksi pengetahuan yang berperadaban. Knowledge based management atau Iqra adalah suatu keniscayaan dalam hal ini. 

Dua sumbu lain terletak pada bidang horisontal dan oblique atau menyilang alias menembus serta terletak di antara absis dan ordinat. Gaya sentripetal yang menarik semua energi ke satu titik disertai dengan eksitasi yang menghasilkan radiasi sirkuler yang memberikan dampak sebidang. 

Kemaslahatan harus dapat diradiasikan seluas mungkin. Sebagaimana paket quanta yang dapat mengelana di media semesta, berbagi secara adil tanpa subjektifitas preferensi (Rahmatan lil alamin). 

Pada akhirnya keempat sumbu di bidang horisontal dan vertikal-sagital akan dihubungkan oleh ruang maya dimensi berbentuk bola. Tak bersudut dan menyediakan lapang pandang multi perspektif dengan persepsi yang relatif akan lebih utuh. Satu cara pandang baru yang dapat mengakomodir kebutuhan holistik dalam memaknai sebuah fenomena di suatu titik di koordinat ruang, waktu, dan juga hubungan atau korelasi asosiasinya dengan berbagai titik lain di dalam bola yang terpisah ordinat waktu ataupun absis lokasi. 

Ball Vision bahkan dapat menjadi salah satu cara pandang yang dapat mengoptimasi konsep mobilisasi dan orkestrasi yang diinisiasi oleh Prof. Rhenald Kasali. Karena setiap elemen dapat kita identifikasi karakter berikut pola-pola interaksinya secara berkesinambungan dan dinamis dalam konteks ruang dan waktu. 

Kemampuan membangun cara pandang inilah yang pada gilirannya akan menginisiasi terpantiknya satu genre derivatif dari kecerdasan waskita, Orbital Intelligence alias OI

Suatu kecerdasan yang dapat mengakomodir perbedaan sudut pandang dan "membaca" berbagai percabangan algoritma dalam sebuah reaktor "chain reaction" yang membutuhkan kapasitas prediktif yang juga dikenal sebagai foresight ability

Dalam konteks iman, mungkin konsep ini adalah gambaran paling sederhana dari kompleksitas Lauh Mahfudz yang sedemikian canggih dan agung. Melihat dan meraba rencana yang Maha Merencanakan dalam sebuah peta algoritma berbentuk bola. 

Maka dengan Ball Vision yang mengakses data secara mengorbit, kita dapat mengoptimasi waktu dan mereduksi jarak karena kita kanalisasi dalam resultante non vektorial dari cara pandang tak bersudut (bola). 

Kita dapat menjadi satelit yang "melihat" dan melaju (bahkan tanpa energi), lalu memantulkan atau memancar ulangkan respon terukur dan teraugmentasi (diperkaya) berdasar stimulus yang diterima secara sangat proporsional. 

Khalifah yang terus belajar (melihat dan mendengar dengan karunia sistem sensoris; sam'a, abshor, dan fuad ) hingga mampu menjadi katalis (enzimatik) yang setiap pikiran, perkataan, dan perbuatannya senantiasa menghasilkan rahmat bagi semesta sekalian alam. 

Fungsi fuad sebagai regulator dan transformator dari ranah gagasan menjadi rencana aksi yang dieksekusi antara lain tentu melibatkan berbagai fungsi sistem limbik dan memori, reward system, dan tentu saja area fungsi eksekutif di korteks prefrontal yang dilandasi konstruksi kesadaran yang antara lain diperankan oleh Insula, dkk. 

Demikianlah bola-bola sederhana nan bersahaja dari pikiran cupu dan tak punya maksud suatu apa ini, siapa tahu dapat menjadi alternatif untuk bersama mengoptimasi potensi diri.

Sumber gambar:

Kamis, 12 September 2019

Spiderman dan Neuroleadership


Oleh Duddy Fachrudin

Jauh-jauh hari sebelum Spiderman berguru pada Tony Stark alias Iron Man dan bertransformasi menjadi lebih futuristik, ia adalah remaja biasa yang senang belajar, pengantar pizza, dan pengagum setia Marry Jane Watson, yang berharap dapat bermalam minggu berdua bersama.

Namun kekuatan yang diperolehnya menuntutnya untuk bertanggung jawab. The great power comes great responsibility. Teringat ia dengan pesan Uncle Ben tercintanya. Maka hari-hari yang dilaluinya adalah pengambilan keputusan: menjadi Peter Parker atau beraksi menumpas kejahatan dengan kostum laba-labanya?

Nyatanya proses pengambil keputusan sangatlah kompleks. Beberapa bagian otak berperan di dalamnya, seperti dorsolateral prefrontal cortex (dlPfc), orbitofrontal cortex (oFc), ventromedial prefrontal cortex (vmPfc), dan anterior cingulate cortex (ACC). Belum lagi nucleus accumbens (NAcc), amygdala, ventral tegmental area (VTA), serta insular dan somatosensory cortex.

Bayangkan saat Mary Jane sudah mengiyakan ajakan nonton, tiba-tiba sensor laba-laba Peter Parker berbunyi. Sudah asyik mau nge-date dengan doi, eh ada cecunguk (penjahat) yang mengganggu.

Susah loh jadi Peter Parker. Maka Peter Parker di dunia nyata maujud dalam profesi-profesi sosial yang senantiasa dibutuhkan orang lain. Atau ia juga merupakan pemimpin yang selalu dinanti keputusannya.

Pengelolaan aktivitas pada bagian otak menjadi kunci dari pengambilan keputusan yang waskita. Change your brain change your life atau sebaliknya mengubah kehidupan (perilaku) mengubah otak kita. Ini karena otak bersifat plastis.

Maka keputusan waskita nan bijaksana merupakan keputusan berbasis nilai dan visi, terkontrol oleh norma, tidak tergesa-gesa, dan pastinya tidak menghasilkan kesenangan semu atau sesaat.

Whatever comes our way, whatever battle we have raging inside us, we always have a choice. Bukan hanya Spiderman dan para pemimpin kali ya. Ini kan tentang kita, manusia dengan segenap potensinya.

Eh tapi, bagaimana caranya mengelola dorsolateral dan kawan-kawannya itu sehingga kita bisa menghasilkan keputusan yang bijaksana?

Sumber gambar:
Dokumentasi pribadi

Minggu, 08 September 2019

Bisakah Depresi Disembuhkan?


Oleh Duddy Fachrudin

Tiga hari ini berita meninggalnya mahasiswa ITB benar-benar menjadi perhatian dalam pikiran. Bukan hanya karena faktor lokasi meninggalnya yang merupakan daerah tempat kos saya dulu, tapi juga kesehatan mental di kalangan young people sudah harus menjadi prioritas utama kita semua.

Membaca blognya (alm) memang menyiratkan depresi, bahkan bisa dikatakan severe dengan disertai gejala psikotik berupa keyakinan-keyakinan delusional. OST Bioshock Infinite, "Will The Circle Be Unbroken" yang diputar saat ia gantung diri menegaskan hal itu.

Sungguh berat saat berada diposisinya. Pikiran ruminasi yang mendominasi tak kunjung berhenti. Depresi. Sendiri. Tidak ada yang memahami. Kesulitan dalam coping strategi. Ketiadaan cinta. Hampa. Tanpa makna. Untuk apa? Ya sudah.

Prevalensi depresi kian meningkat. Penelitian terbaru dari Peltzer & Pengpid (2018) sendiri mencapai 21,8%. Itu di Indonesia. Tinggi loh.

Lalu bagaimana menyembuhkan depresi?

Mari sedikit mengambil pelajaran dari Ruby Wax, seorang komedian yang depresi. Saat gejala itu muncul ia malah memutuskan mengambil studi S-2 di Oxford University. Ia tidak belajar bisnis, manajemen, seni, atau apapun yang berkaitan dengan pekerjaannya sebagai seorang artis. Ia belajar psikologi, ingin tahu tentang dirinya. Ruby Wax mengambil studi Mindfulness-Based Cognitive Therapy (MBCT).

Ia bukan hanya belajar, tapi tentu juga diterapi dengan MBCT. It works. Namun kata Ruby dalam bukunya Sane New World: Taming The Mind (2013), mungkin belum tentu MBCT berhasil bagi orang lain.

Suatu pendapat yang bijaksana. Karena MBCT didesain sesuai dengan kebutuhannya: ingin tahu tentang dirinya (tentang mengapa ia depresi). Dalam MBCT Ruby Wax belajar mekanisme pikiran, neurobiologi, bagian otak yang berpengaruh dalam depresi, neuroplastisitas, dan tentunya beberapa teknik mindfulness dan latihan-latihan kognitif-perilaku.

Depresi bisa dialami siapa saja. Maka yang paling penting, sudahkah kita siap untuk mengatasinya? Sudahkah kesehatan mental menjadi prioritas dalam hidup kita?

Maka bagi yang saat ini sedang mengalami permasalahan mental, please segera menghubungi psikolog atau psikiater terdekat.

Atau ingin mencoba strategi Ruby Wax dengan mempelajari MBCT?

Referensi:
Peltzer, K., & Pengpid, S. (2018). High prevalence of depressive symptoms in a national sample of adults in Indonesia: Childhood adversity, sociodemographic factor and health risk behavior. Asian Journal of Psychiatry, 33, 52-59, doi: 10.1016/j/ajp.2018.03.017.

Wax, R. (2013). Sane new world: Taming the mind. London: Hodder & Stoughton Ltd.

Sumber gambar: 
Dokumentasi Pribadi

Senin, 12 Juni 2017

Narkoba, Mindfulness, dan Neuroplatisitas Otak


Oleh Duddy Fachrudin

Otak manusia bersifat plastis atau biasa dikenal dengan neuroplastisitas. Konsep neuroplatisitas merujuk pada kemampuan otak untuk berubah secara struktural dan fungsional akibat dari input lingkungan (Setiabudhi dalam Sutanto, 2015). Penelitian dari suatu tim neurosains yang meneliti otak seorang biksu bernama Richard Matthieu di Prancis. Penelitian berlangsung selama 4 tahun, yaitu dari tahun 2008-2012. Richard Matthieu melakukan mindfulness meditation dan dipasang konektor di kepalanya untuk melihat aktivitas otaknya selama melakukan mindfulness meditation. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas yang luar biasa di bagian korteks prefrontal otak Richard (Ulfah, 2010).




Penelitian Sara Lazar, seorang neurosaintis dari Harvard melakukan penelitian dengan membandingkan otak kelompok meditator dan non-meditator. Kelompok meditator adalah orang umum yang biasa melakukan meditasi selama kurang lebih satu jam setiap harinya. Lazar menemukan di beberapa area kortikal otak kelompok meditator lebih tebal daripada kelompok non-meditator. Salah satu area kortikal yang lebih tebal adalah korteks prefrontal (Baime, 2011).

Perbedaan aktivitas atau volume yang terjadi pada otak subjek penelitian merupakan bentuk dari sifat otak yang plastis. Pelatihan-pelatihan otak seperti mindfulness menjadi pembeda otak individu sebelum dan sesudah pelatihan otak tersebut. Sifat plastis juga sebenarnya terjadi pada otak penyalahguna Narkoba saat individu tersebut berhenti menggunakan Narkoba. Otak tersebut akan perlahan kembali normal, namun dengan berlatih mindfulness dapat menjadi katalis otak tersebut lebih cepat kembali normal bahkan menjadi lebih baik kualitasnya. 

Konsep mindfulness berawal dari melepaskan penderitaan yang dialami manusia. Penderitaan tersebut dapat berupa stres, depresi, cemas, konflik interpersonal, kebingungan, khawatir berlebihan dan ketakutan-ketakutan irasional (Mace, 2008). Mindfulness dipercaya dapat mengurangi penderitaan dan mempromosikan kesejahteraan (Grossman & Van Dam, 2011). 

Menurut Mace (2008), mindfulness menekankan pada kesadaran, menjadi sadar sepenuhnya pada apa yang terjadi saat ini, dengan mengalihkan pengalaman yang lain, diterima sepenuhnya tanpa penilaian. Mindfulness merupakan suatu keterampilan dalam memberikan perhatian dengan berfokus pada satu tujuan, saat ini, dan tidak menilai (Kabat-Zinn, 1990). Mindfulness sangat berorientasi pada hidup saat ini. Konsep hidup pada saat ini (living in the present) berbeda dengan hidup untuk saat ini (living for the present). Hidup untuk saat ini dapat membuat seorang individu berperilaku dengan tidak mempertimbangkan konsekuensi yang terjadi di masa depan. Hidup pada saat ini mengembangkan perilaku berdasarkan kontrol diri dan pencapaian tujuan yang lebih efektif (Brown, Ryan, & Creswell, 2007). 

Tujuan utama dari berlatih mindfulness adalah untuk mengolah kesadaran agar tidak reaktif, serta penerimaan atas suatu hal/ objek. Ketika hal tersebut meningkat, maka individu akan lebih mudah untuk melepas objek tersebut. Brahm (2013), menyatakan usaha dalam mindfulness diarahkan untuk melepas dan mengembangkan pikiran yang cenderung tidak melekat. Salah satu yang perlu dilepas adalah yang menjadi beban dalam pikiran manusia. Saat seseorang membiarkan hal-hal berlalu dalam pikiran, maka akan terasa jauh lebih lega dan lebih bebas. 

Narkoba menjadi suatu zat yang sulit dilepaskan dari pikiran, karena pengaruhnya yang memicu pengeluaran dopamin secara berlebihan. Efek dopamin yang membuat nikmat (efek candu) ini yang melekat pada tubuh dan pikiran, sehingga penyalahguna Narkoba mengulangi penggunaan Narkoba. Berlatih mindfulness bertujuan menghilangkan kemelekatan individu penyalahguna Narkoba terhadap kenikmatan yang muncul akibat pengeluaran dopamin yang berlebihan.

Cek pelatihan/ event mindfulness terbaru di sini >>>

Referensi:
Baime, M. (2011, Juli). This is your brain on mindfulness. Shambala Sun. http://www.nmr.mgh.harvard.edu/~britta/SUN_July11_Baime.pdf diakses pada tanggal 2 Februari 2015.

Brahm, A. 2008. Superpower mindfulness. Jakarta: Ehipassiko Foundation

Brown, K. W., Ryan, R. M., & Creswell, J. D. (2007). Mindfulness: Theoretical foundations and evidence for its salutary effects. Psychological Inquiry, 18(4), 211-237, doi: 10.1080/10478400701598298.

Grossman, P., & Van Dam, N. T. (2011). Mindfulness, by any other name...: Trials and tribulations of sati in western psychology and science. Contemporary Buddhism, 12(1), 219-239, doi: 10.1080/14639947.2011.5648 41.

Kabat-Zinn, J. (1990). Full catastrophe living: Using the wisdom of your body and mind to face stress, pain, and illness. New York: Bantam Dell.

Mace, C. (2008). Mindfulness and mental health: Therapy, theory, and science. New York: Routledge.

Setiabudhi, T. (2015). Neuroplatisitas dan tai chi. Dalam J. Sutanto (Ed.), The dancing leader 4.0: Tai chi dan kesehatan otak, senam berbasis neuroplastisitas (hh. 1-48). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Ulfah, N. (2010, September). Otak manusia siapa yang paling bahagia di dunia. Detik.com. http://health.detik.com/read/2010/02/09/160046/1296057/766/otak-manusia-yang-paling-bahagia-di-dunia/ diakses tanggal 13 November 2014

Sumber gambar:
http://healingtraumacenter.com/neuroplasticity-and-rewiring-the-brain/