Tampilkan postingan dengan label Neurosains. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Neurosains. Tampilkan semua postingan

Jumat, 19 September 2025

Mindful Journey: Kelana Berujung Otak Sehat dan Kinclong



Oleh Tauhid Nur Azhar 

Adik bungsu saya itu salah satu contoh pribadi yang agak sulit diam. Selalu suka bepergian dan mencoba hal-hal yang baru. Jika di kota kami ada tempat makan atau ngopi yang sedang happening maka ia akan selalu berada di barisan kaum FOMO (fear of missing out) yang rela ngantri demi mendapatkan momen sebagai bagian dari kelompok masyarakat urban yang tercatat sudah pernah ke tempat itu.

Hal ini semacam aktualisasi diri sih kalau piturut Abraham Maslow. Suatu kebanggaan yang menandai eksistensi melalui representasi kehadiran di ruang publik dan media sosial yang menegasi kealpaan atau ketidakberadaan.

Maka bagi adik bungsu saya itu, penting sekali berfoto di tempat yang tengah menjadi buah bibir publik, dan mengunggahnya ke dunia maya, sekedar agar orang tahu bahwa ia masih ada.

Tak hanya tempat makan sih sebenarnya, totem itu bisa jadi adalah mall yang sedang viral, destinasi wisata yang trending topic, atau bahkan moda transportasi yang sedang jadi pusat atensi publik, contoh kereta cepat, LRT Jabodebek, atau MRT Jakarta. Kadang dalam konteks lebih makro, kawasan yang sedang hype seperti Blok M saat ini, menjadi tolok ukur seberapa eksis pribadi yang bersangkutan.

Tapi khusus kasus adik bungsu saya sebenarnya sih menurut saya masih relatif aman ya. Bagus malah. Karena dia tak begitu suka tempat-tempat yang glamor dan mewah, jadi fokusnya banyak ke alam dan suasana perdesaan, juga pantai dan pegunungan. Kalau di kota, paling senangnya di kedai kopi yang baru buka dan sedang menjadi percakapan karena diendorse oleh para influencer yang terdiri dari para TikToker, selebgram, sampai food vlogger di YouTube.

Tapi riset neurosains terkini menunjukkan bahwa hobi adek bungsu saya yang kalau nemu curug atau sungai yang jernih itu langsung masuk ke dugong mode, alias suka langsung nyemplung dan rendeman persis dugong, ternyata sangat baik untuk kesehatan dan kebugaran.

Apalagi kalau ke curugnya itu berjalan kaki lebih dari 5 km sambil melihat pemandangan yang indah di sepanjang jalurnya. Hal ini yang baru saja dialami oleh adik sepupu saya yang dekat sekali dengan saya hingga sudah seperti adik adopsi. Namanya Dira Sugandi, ia diva jazz Indonesia, dan ia baru saja mendaki gunung untuk pertama kalinya.

Dira sang Diva mendaki gunung Lawu lewat jalur Cetho, lumayan loh itu. Secara Candi Cetho sebagai titik awal pendakian itu berada di ketinggian 1496 mdpl, sedangkan Hargo Dumilah di puncak Lawu itu elevasinya adalah 3265 mdpl. Ada elevation gain setinggi 1769 meter yang Teh Dira harus perjuangkan dengan segenap daya tahan yang dimiliki untuk mengatasi rasa lelah dan juga kedinginan di hampir sepanjang perjalanan.

Tapi sekali lagi, jalan kaki, lari, dan mendatangi tempat baru yang penuh dengan misteri adalah hal-hal yang menyehatkan. Saat kita mengunjungi tempat baru, otak dibanjiri oleh pemandangan, suara, bau, dan pengalaman yang tidak biasa. Stimulasi ini mendorong neuroplastisitas, yaitu kemampuan otak untuk mereorganisasi dirinya dengan membentuk koneksi saraf baru. Setiap kali kita mencoba menavigasi jalan baru, memahami bahasa asing, atau mencicipi makanan yang berbeda, kita secara harfiah sedang membangun jalur-jalur baru di otak kita. Proses ini meningkatkan fungsi kognitif, kreativitas, dan kemampuan memecahkan masalah.

Studi pencitraan otak menunjukkan bahwa berjalan-jalan di alam, seperti di hutan atau di tepi pantai, juga naik gunung seperti Teh Dira, dapat menurunkan aktivitas di korteks prefrontal subgenual. Area otak ini sering kali sangat aktif ketika kita merasa sedih atau terus-menerus memikirkan hal-hal negatif (ruminasi). Dengan "menenangkan" area ini, berwisata di alam secara efektif mengurangi gejala stres dan depresi.

Di sisi lain, reward system di otak sangat bergantung pada neurotransmiter bernama dopamin. Proses merencanakan liburan, antisipasi menjelang keberangkatan, dan pengalaman menyenangkan saat berwisata itu sendiri memicu pelepasan dopamin. Inilah yang membuat kita merasa termotivasi, bersemangat, dan bahagia.

Sementara rutinitas keseharian kita dengan berbagai dinamika dan problematika klasik yang repetitif seperti kemacetan di jalan, tekanan pekerjaan, dan juga interaksi toksik kita dengan berbagai kondisi yang tidak ideal, akan terakumulasi sebagai tekanan jiwa yang berlebihan. Saat berada di bawah tekanan, kelenjar adrenal akan melepaskan kortisol.

Dalam jangka panjang, kadar kortisol yang tinggi dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk penambahan berat badan, tekanan darah tinggi/hipertensi, dan gangguan tidur. Berwisata, terutama ke lingkungan yang tenang dan alami, secara signifikan terbukti menurunkan kadar kortisol dalam darah. Menjauhkan diri secara fisik dari sumber stres (pekerjaan, rutinitas rumah) memberikan sinyal pada tubuh untuk berhenti memproduksi kortisol secara berlebihan.

Aktivitas fisik yang sering dilakukan saat berwisata, seperti berjalan kaki, mendaki, atau berenang, akan merangsang produksi endorfin. Hormon ini dikenal sebagai pereda nyeri alami dan peningkat suasana hati. Selain itu, paparan sinar matahari yang lebih banyak saat beraktivitas di luar ruangan membantu tubuh mengatur produksi serotonin, neurotransmiter yang krusial untuk perasaan sejahtera dan bahagia, serta melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur.

Tentu juga produksi vitamin D akan semakin baik lewat jalan-jalan dan pajanan sinar matahari ini ya. Vitamin D sendiri selain berperan penting dalam kesehatan tulang, juga dapat mempengaruhi kinerja sistem imun, karena vitamin D penting dalam proses mengaktifkan sel-sel imunitas seperti sel T, yang bertugas mengidentifikasi dan menyerang patogen penyebab penyakit.

Tak hanya itu saja, ternyata, kesehatan mental dan hormonal yang kita dapatkan dari berwisata memiliki dampak langsung pada kekuatan sistem imun kita. Seperti yang telah disebutkan, stres kronis dapat meningkatkan kadar kortisol. Salah satu efek negatif kortisol adalah kemampuannya untuk menekan efektivitas sistem imun. Dengan menurunkan kadar kortisol, berwisata secara tidak langsung "melepaskan rem" dari sistem kekebalan tubuh, memungkinkannya berfungsi lebih optimal untuk melawan infeksi dan peradangan.

Bepergian ke lingkungan yang berbeda, terutama lingkungan alami, membuat tubuh kita terpapar pada beragam jenis mikroorganisme (bakteri, jamur) yang baru. Paparan terhadap mikroba "baik"ini dapat membantu "melatih" dan mendiversifikasi mikrobioma usus dan kulit kita. Keanekaragaman mikrobioma yang lebih tinggi sering dikaitkan dengan sistem imun yang lebih kuat dan tangguh.

Bahkan aktivitas berinteraksi dengan alam ini, secara serius telah dikembangkan menjadi suatu metoda terapi di Jepang yang dikenal sebagai Shinrin Yoku. Dimana Shinrin-yoku, atau yang dikenal juga dengan istilah "forest bathing" adalah praktik terapi tradisional Jepang yang melibatkan interaksi penuh dengan alam, khususnya hutan, untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Istilah ini secara harfiah berarti "berendam dalam suasana hutan" atau "menyerap atmosfer hutan".

Praktik Shinrin Yoku ini melibatkan penggunaan seluruh panca indera untuk merasakan keindahan dan ketenangan hutan, seperti melihat pepohonan, mendengar suara burung, merasakan aroma tanah, dan menyentuh kulit kayu.

Shinrin-yoku sendiri pertama kali dicetuskan pada tahun 1982 oleh Tomohide Akiyama, direktur Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang, sebagai upaya untuk mendorong masyarakat Jepang terhubung kembali dengan alam dan menjaga kelestarian hutan.

Karena Shinrin-yoku dipercaya dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi stres, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, memperbaiki suasana hati, dan memberikan efek positif pada kesehatan mental secara keseluruhan.

Hal yang tak kalah pentingnya dari berwisata dan jalan-jalan, khususnya adalah proses jalan kaki nya. Terlebih setelah paradigma lama bahwa otak adalah organ yang tak dapat beregenerasi mulai runtuh pada tahun 1960-an berkat karya perintis Joseph Altman dan Gopal Das. Menggunakan teknik autoradiografi dengan timidina berlabel tritium untuk menandai sel-sel yang membelah, mereka memberikan bukti pertama yang meyakinkan tentang adanya neurogenesis pasca-kelahiran, berupa pembentukan neuron baru di hipokampus dan bulbus olfaktorius otak tikus dewasa. Dan neurogenesis ini dipengaruhi oleh jalan kaki, olahraga aerobik, aktivitas luar ruang, wisata alam, dan juga asupan makanan.

Meskipun penemuan ini sangat revolusioner, penemuan tersebut sebagian besar diabaikan selama beberapa dekade karena keterbatasan teknis dan skeptisisme yang mendalam dari komunitas ilmiah. Baru pada akhir 1990-an atau awal 2000-an, dengan munculnya teknik pelabelan yang lebih canggih seperti penggunaan analog timidin bromodeoxyuridine (BrdU) yang dikombinasikan dengan penanda protein spesifik sel, keberadaan Neurogenesis Hipokampus Dewasa (AHN) mulai dikenal secara luas.

Puncaknya adalah studi tahun 1998 oleh Peter Eriksson dan rekan-rekannya, yang untuk pertama kalinya memberikan bukti langsung neurogenesis di hipokampus manusia dewasa, menggunakan sampel otak post-mortem dari pasien kanker yang telah menerima infus BrdU.

Hipokampus adalah komponen integral dari sirkuit otak yang mengatur respons fisiologis dan perilaku terhadap stres. Salah satu fungsi utamanya adalah memberikan umpan balik negatif yang menghambat aksis Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal (HPA), sistem neuroendokrin utama tubuh untuk respons stres.

Ketika dihadapkan pada stresor, hipotalamus akan melepaskan corticotropin-releasing factor (CRF), yang memicu kelenjar pituitari untuk melepaskan adrenocorticotropic hormone (ACTH). Selanjutnya ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan glukokortikoid (kortisol pada manusia, kortikosteron pada hewan pengerat). Hipokampus, yang padat dengan reseptor glukokortikoid, mendeteksi peningkatan kadar hormon ini dan mengirimkan sinyal penghambatan kembali ke hipotalamus, sehingga mengurangi respon stres dan mengembalikan homeostasis.

Neurogenesis hipokampus dewasa (AHN) bukanlah proses yang statis; sebaliknya, ia sangat plastis dan responsif terhadap berbagai faktor endogen dan eksogen. Tingkat di mana neuron baru diproduksi dan bertahan hidup dapat dimodulasi secara dramatis oleh pengalaman, perilaku, dan keadaan fisiologis individu. Faktor-faktor ini dapat secara luas dikategorikan sebagai yang meningkatkan (up-regulasi) atau menurunkan (down-regulasi) AHN, menyoroti peran sentralnya sebagai integrator kesehatan otak dan tubuh secara keseluruhan.

Secara umum, AHN/adult hippocampus neurogenesis sangat penting untuk beberapa bentuk pembelajaran dan pembentukan memori yang bergantung pada hipokampus. Fungsi-fungsi ini termasuk memori spasial jangka panjang, memori episodik, dan pembelajaran asosiatif seperti pengkondisian ketakutan kontekstual. Mekanisme yang mendasari kontribusi ini terletak pada sifat unik dari neuron yang baru lahir. Selama beberapa minggu pertama setelah kelahirannya, neuron-neuron imatur ini melewati periode kritis plastisitas yang meningkat, yang sering disebut sebagai hyperexcitability.

Mereka memiliki resistansi membran yang lebih tinggi dan ambang batas yang lebih rendah untuk menginduksi potensiasi jangka panjang (LTP/long-term potentiation), sebuah mekanisme seluler yang mendasari pembelajaran dan memori.

Karakteristik ini membuat mereka lebih mungkin untuk diaktifkan oleh input baru yang masuk dari korteks entorhinal dan, akibatnya, lebih mungkin untuk direkrut dan diintegrasikan ke dalam jejak memori (engram) yang baru terbentuk.

Hubungannya dengan wisata dan olahraga apa ya? Kegiatan wisata, aktivitas luar ruang, dan olahraga (aerobik dan jalan kaki) telah terbukti dapat meningkatkan setiap tahap proses neurogenik, mulai dari proliferasi sel progenitor hingga kelangsungan hidup dan diferensiasi neuron baru. Mekanisme yang mendasari efek ini bersifat multifaset. Salah satu mediator utama adalah peningkatan ekspresi faktor pertumbuhan di hipokampus, terutama brain-derived neurotrophic factor (BDNF) dan vascular endothelial growth factor (VEGF).

Wisata dan olahraga juga dapat meningkatkan aliran darah serebral (CBF/cerebral blood flow) dan volume darah serebral (CBV/cerebral blood volume) ke hipokampus, yang meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrisi ke niche neurogenik (tempat sel punca dan astrosit).

Selain itu, wisata dan olahraga juga melepaskan molekul pensinyalan dari otot (myokines) dan jaringan lain (exerkines) yang dapat melintasi sawar darah-otak dan mendorong plastisitas otak.

Dengan kata lain, wisata, aktivitas luar ruang, dan olahraga aerobik dapat mendorong terjadinya neurogenesis atau pembentukan sel-sel syaraf/neuron di area hipokampus kita yang pada gilirannya, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas; dapat mereduksi atau mengurangi dampak stres, meningkatkan kapasitas belajar dan daya ingat, serta mencegah catastropic interference, dimana memori baru dapat mengeliminir memori lama. Karena mekanisme ini pula saat kita terus belajar, ilmu yang kita dapatkan akan terus bertambah secara akumulatif.

Terlebih jika pada saat kita berwisata lintas alam ke curug tersembunyi (hidden gem) atau naik turun gunung Lawu seperti yang dilakukan adik bungsu saya serta Terh Dira. Kita juga botram, alias piknik dengan membawa dan menikmati hidangan dengan dominasi muatan lokal yang sarat dengan kearifan geologis.

Makanan yang kaya akan polifenol, seperti flavonoid yang ditemukan dalam terong-terongan, teh hijau, dan coklat atau kopi, memiliki efek pro-neurogenik. Flavonoid ini dapat memodulasi jalur pensinyalan seluler (termasuk jalur BDNF) dan memberikan efek antioksidan dan anti-inflamasi yang melindungi niche neurogenik. Asam lemak omega-3, yang ditemukan pada ikan berlemak, juga mendukung AHN. Maka kalau berwisata nya ke pesisir jangan lupa bakar ikan Katombo atau Kembung, Bandeng yang kaya Omega-3, dan keluarga ikan karang seperti kerapu dan Kakatua.

Belum lagi jika lalapan yang dimakan selain mengandung prebiotik yang tepat, juga kaya akan probiotik seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium yang dapat membantu proses neurogenesis di otak, khususnya di hipokampus, hingga dapat meningkatkan cognitive reserve (kapasitas cadangan memori), dan pattern separation yang membuat kita dapat melakukan pengelolaan pengalaman dan membandingkan pelajaran dari berbagai kasus dalam kehidupan.

Intinya, petualangan ala Dugong adik bungsu saya, ataupun naik turun gunung ala Mbak Dira, bahkan jalan kaki 30-40 menit sehari itu banyak sekali manfaatnya. Otak jadi makin kinclong, metabolisme dan sistem sirkulasi jantung dan pembuluh darah baik, imunitas meningkat, dan stresspun menjauh.

Sumber gambar:
https://www.instagram.com/duddyfahri/

Selasa, 12 April 2022

Mindful Journey: Ketika Anak Jaksel Naik Gunung (Bagian 2, Habis)



Oleh Tauhid Nur Azhar 

Aroma adalah suatu anugerah yang sungguh proses menghasilkan sensasinya tidak mudah. Sebaliknya dalam mekanismenya pun tersimpan begitu banyak hikmah dan makna bagi kita yang mau belajar untuk mengurai tanda cinta yang telah diberikan oleh Sang Maha Pencipta.

Menghidu kerap disama artikan dengan "mencium". Dalam pendekatan epistemologis bahasa, mencium itu berkaitan dengan fungsi bibir, sedangkan fungsi hidung adalah jalan nafas dan juga alat penghidu.

Untuk dapat menghidu, hidung secara makro dan mikro anatomi diperlengkapi dengan reseptor olfaksi (reseptor penghidu) yang akan menangkap molekul bau (odor) yang biasanya berupa volatile organic compound (VOC) yang bersifat aerosolik.

Reseptor olfaksi jamak nya berwujud dalam bentuk sel-sel khusus, berupa sel neuron bersilia yang terletak di dalam epitel olfaktorius pada rongga hidung.

Kumpulan dari akson sel reseptor olfaksi membentuk berkas nervus olfaktorius yang berjalan memasuki kranium atau rongga tengkorak melalui foramina lamina kribiformis pada tulang etmoidalis.

Nervus Olfaktorius kemudian bermuara di bulbus Olfaktorius yang lokasi anatomisnya berada di area inferior lobus Frontalis.

Pengolahan data olfaksi menjadi informasi sensasi penghiduan dimulai di bulbus Olfaktorius yang terdiri dari sel-sel interneuron dan sel-sel mitral besar.

Selanjutnya akson atau neurit dari sel-sel mitral keluar dari bulbus Olfaktorius dan membentuk traktus Olfaktorius.

Traktus Olfaktorius melewati daerah posterior basalis lobus Frontalis dan di dekat kiasma Optikum, sebagian serabut traktus Olfaktorius berbelok ke arah lateral.

Kemudian serabut traktis Olfaktorius membentuk stria Olfaktorius lateralis, yang akan menuju fissura lateralis.

Di fissura lateralis, traktus Olfaktorius menyilang dan masuk ke area lobus Temporalis, serta berakhir di korteks Olfaktorius primer.

Korteksi Olfaktorius primer sendiri terletak di unkus yang terdapat di bagian inferomedial lobus Temporalis dekat dengan Amigdala. Sementara struktur terkait fungsi olfaksi atau penghiduan lainnya adalah korteks asosiasi Olfaktorius yang terdapat di bagian anterior girus parahipokampalis (Entorhinal Cortex). Korteks primer Olfaktorius dan korteks asosiasi Olfaktorius ini dikenal sebagai korteks Piriformis.

Uniknya nervus Olfaktorius dan traktus Olfaktorius ini tidak melewati "stasiun relay" Thalamus. Maka hubungan dan fungsinya pun menjadi khusus. Aroma menjadi sensasi khusus yang punya diskresi istimewa untuk langsung mengguncang memori di hipokampus.

Saat ini diketahui bahwa hidung manusia sebagai organ terluar dari sistem penghiduan, memiliki sekitar 1000 jenis reseptor odor dengan sekitar 5 juta sel reseptor Olfaksinya.

Setiap reseptor memiliki rentang kepekaan terhadap suatu spektrum bau saja. Maka molekul odor saat memasuki rongga hidung akan "ditangkap" komponennya oleh berbagai jenis reseptor agar dapat diteruskan menjadi sinyal biolistrik melalui nervus Olfaktorius ke korteks primer dan asosiasi Olfaksi di otak.

Di pusat asosiasi Olfaktorius itulah berbagai aroma diidentifikasi dan diverifikasi serta diklasifikasi, juga diasosiasikan dan dikorelasikan dengan memori yang didapatkan dari pengalaman. Terciptalah basis data aroma, hasil pembelajaran yang dilakukan oleh sel-sel penghiduan.

Karena mekanisme itulah maka kita mampu "mengendus" nikmatnya soto dan kopi serta tentu saja petrichor dari aromanya yang menguap dan menguar di udara sekitar.

Ini belum bahas soal indahnya mekanisme penglihatan, pendengaran, rasa, raba, panas, dingin, juga kesadaran akan ruang dan refleks-refleksnya loh.

Honestly ini adalah part of miracle yang seharusnya membuat kita feel blessing dan bisa deep thinking sih. Jarang loh yang mau deep talk gini, normally orang tuh mau nya bahas topik-topik easy going aja, shallow, which is ya jadinya ga dapet apa-apa juga, wasting time. Udah ketebak end up nya, basicly yah cuman ngomongin soal temen yang flexing, temen yang ghosting, atau ketemu orang baru yang udah langsung gaslighting, cemen. Because why obrolan di circle kayak gini malah jadi nambahin mental issue aja. 

The point is, hidup itu banyak problemnya, tapi juga banyak berkahnya, maka perbanyaklah bersyukur dan kurangi keluh kesah berkepanjangan yang nggak jelas. Somehow hidup ini sementara dan kita pasti akan kembali pada-Nya, dan jangan sampai di penghujung perjalanan kita merasa hidup kita itu penuh derita dan sia-sia.

Banyak bersyukur ya Guys...

La in syakartum laazidannakum...

<<< Halaman Sebelumnya

Senin, 21 September 2020

Kebahagiaan yang Tidak Disangka-sangka




Oleh Duddy Fachrudin & Tauhid Nur Azhar

Kadang kita bingung, takut dan khawatir dalam mengambil keputusan mengenai hidup kita, karena keputusan tersebut bukan hanya berhubungan dengan diri sendiri tapi juga orang-orang terdekat. 

Atau keputusan hidup kita bertentangan dengan harapan yang dimiliki orang tua dan keluarga terhadap kita. Misalnya saja seorang perempuan yang ingin menikah dengan laki-laki pujaannya, namun ternyata orang tuanya meminta agar ia mencari laki-laki yang lebih sederajat dengan keluarganya. 

Atau seorang siswa SMA telah memilih jurusan yang ia ambil di Perguruan Tinggi, namun ayahnya menghendakinya menjadi dokter karena ayahnya seorang dokter.

Saya beberapa kali menjumpai permasalahan tersebut pada klien-klien yang datang pada saya. Mereka terlihat bingung apa yang harus dilakukannya. Karena suatu keputusan, mereka dapat mengecewakan orang terdekatnya atau justru mengecewakan dirinya sendiri. 

Pada kondisi seperti ini, sebelum mengambil keputusan kita perlu melihat segalanya secara ekologis. Tentu saja kita juga perlu meminta bantuan Tuhan lewat do’a maupun shalat istikharah agar diberikan yang terbaik. 

Dan keputusan dibuat dengan menggunakan nalar secara dengan sadar, bukan emosi sesaat.

Kang Tauhid, seorang dosen, guru, dan sahabat kehidupan menceritakan bahwa ia juga pernah mengalami konflik antara mengikuti keinginannya atau mewujudkan harapan orang tuanya. Dalam sebuah pengantar di buku saya beliau menulis:

“Saya mengambil program penerimaan mahasiswa berdasar potensi bakat di IPB, dan diterima bukan karena berminat melainkan lebih karena “malas” mengikuti seleksi perguruan tinggi negeri. 

Seluruh keluarga tidak setuju dengan apa yang saya mau, lalu saya masuk Fakultas Kedokteran Negeri. 

Lucunya saya tidak jadi dokter yang berpraktek sesuai disiplin ilmu. 

Modal kedokteran justru dipakai di pengajian. Saya masuk S-2 berlatar bioteknologi dan ilmunya saya pakai menulis buku. 

Saya mendapat beasiswa Bank Dunia untuk program S-3 di bidang Imunologi dan berakhir sebagai bahan ajar di Fakultas Psikologi!”

Kang Tauhid memang tidak berpraktek sebagai dokter dengan jubah putihnya, namun orang-orang memanggilnya dokter karena beliau banyak memberi, berbagi, dan melayani layaknya dokter. 

Bahkan beliau bukan hanya dokter dalam disiplin ilmu kesehatan medis, tapi juga dokter dalam berbagai bidang, mulai dari farmasi, biologi, psikologi, pendidikan anak, parenting, transportasi, kulinari, sejarah peradaban, geografi, spiritual, sampai ICT (Information and Communication Technology) hingga kecerdasan artifisial.

Bagi kebanyakan orang, menempuh studi kedokteran namun tidak berpraktek menjadi dokter sangat disayangkan. 

Kang Tauhid pun bercerita kembali:

“Sebagai bajak laut tua, saya akui sextan dan peta laut saya salah semua. Saya kandas di pulau-pulau yang tak jelas. 

Tapi Subhanallah... pulau-pulau tempat saya karam itu indah semua! 

Jadi rupanya sistem navigasi bajak laut itu memang sangat rahasia. Meski kita menggunakan peta, selalu saja kita akan tiba di tujuan yang berbeda. 

Itulah indahnya hidup yang direncanakan Allah, “Grand Line”-nya nggak ketebak! Sehingga setiap hari kita akan selalu tersenyum, kejutan demi kejutan manis akan senantiasa datang menghampiri.”

Bagi Kang Tauhid, setelah kita mengambil keputusan—apapun itu, kita harus menjalaninya dengan tanpa penyesalan, ikhlas, sabar, dan tentu perlu disyukuri. Lalu menjalani keputusan itu dengan hati yang riang gembira dan penuh cinta sambil berserah diri kepada Yang Maha Pembuat Rencana. 

Saat itulah kita akan selalu menemui kebahagiaan yang tidak disangka-sangka.

Sumber gambar:

Senin, 29 Juni 2020

Dilema WBP dan Neurobiologi Mindfulness



Oleh Duddy Fachrudin

Terbersit wajah garang namun ringkih dan penuh dengan kecemasan itu. Beberapa kata yang keluar dari mulutnya menyiratkan bahwa dirinya akan berubah. Meski kemudian ada ragu yang mengayun di sela-sela rongga dadanya.

Suatu waktu, saya berkesempatan memberikan intervensi psikologi berbasis logoterapi dan mindfulness kepada calon Warga Binaan Permasyarakatan (WBP) yang sebentar lagi bebas di salah satu lembaga permasyarakatan (lapas) di Yogyakarta. Mengajak mereka untuk menemukan makna dan belajar melepas masa lalu tidaklah mudah. Sesulit membantu mereka untuk berhenti menghakimi dan mensyukuri makanan yang selalu hadir di setiap pagi meski hanya nasi dan sebuah tempe mayit.

Di ruangan yang panas itu kami menjalankan sesi demi sesi. Mencoba beradaptasi lalu bermeditasi. Segala kecamuk rasa berkelindan bertautan menghasilkan resultan yang hanya mereka dan Tuhan tahu.

Satu yang pasti dan ditakuti serta dikhawatiri: Aku cemas mas, takut kalau tidak ada yang menerimaku lagi. Takut juga kalau aku kembali ke lingkungan yg nggak bener lagi.

Yang bilang itu ya pencuri, pembunuh, pemerkosa. Yang bukan hanya sekali masuk penjara.

Bahkan ada seorang WBP banjir air mata karena berlebihnya rasa bersalah. Perasaan berdosa membuncah hingga menyasar sisi terdalam sukma seiring berharap dalam seuntai tanya: Apakah untukku tersedia maaf?

Dinamika dan pergolakan jiwa orang yang melakukan kesalahan seperti halnya WBP, yang benar-benar merasa bersalah serupa hutan rimba yang belum terjamah oleh manusia. Sulit bisa menaksir dari pengamatan sesaat perubahan yang terjadi setelah menjalani masa "jeda" di balik jeruji penjara.

Saat diwawancarai Bang Andy Noya, kita bisa melihat sepintas dari raut wajah John Kei, bahwa penyesalan dan perubahan itu nyata. Namun pemberitaan belakangan ini membuat orang-orang kembali mempertanyakan sekaligus meragukannya.

Dalam kajian neurosains, salah satu bagian otak yg mempengaruhi dalam hal bertindak baik, benar, sesuai moral dan etika adalah Anterior Cortical Cortex (ACC).

Bagian otak ini menjadi selebritis yang manis dan selalu menjadi perhatian para saintis saat meneliti meditator yang sedang atau seusai bermeditasi. Saat dilakukan pemindaian dengan alat pemindai otak, kita bisa melihat sejauhmana aktivitas pada area tersebut.

Umumnya, hasil pemindaian menunjukkan warna yang menyala tanda rewire atau peningkatan aktivitas. Hasil ini juga ditunjukkan pada area otak lainnya, seperti PFC, dlPFC, insula, dan hippocampal.

Pengukuran brain marker bisa diintegrasikan dengan biomarker lainnya, seperti telomer, keadaan tekanan darah pada jantung, kualitas mitokondria yang berada dalam sel, hingga kadar hormon kortisol dan adrenalin.

Idealnya kuantifikasi yang telah diperoleh dilanjutkan dalam pengamatan secara kualitatif sehingga mix methode ini bisa menghasilkan data yang valid, terukur, dan benar adanya.

Ternyata perubahan itu memang tidak instan layaknya mie. Perubahan sejalan dengan perkembangan hidup manusia (life-span development) yang sejatinya terus ada hingga individu itu tiada.

Dan manusia sejatinya memang terus menjadi baru, baik itu pikiran, rasa, hingga, perilaku. Baru memperbarui kualitas sesuai Key Performance Indicator (KPI) manusia.

By the way, KPI nya manusia memangnya apa saja?

Sumber gambar:

Rabu, 15 April 2020

Saat Bala Melahirkan Waskita (Bagian 2, Habis)



Oleh Tauhid Nur Azhar 

Kecerdasan kognitif terkanalisasi dalam saluran berprioritas tinggi untuk memodulasi, bahkan memanipulasi berbagai potensi untuk mempertahankan eksistensi. 

Kebijakan didominasi upaya terkonstruksi mempertahankan eksistensi, bahkan melalui cara-cara yang bersifat agresi, ekspansi, okupasi, dan terkadang semua itu disertai sifat destruksi. 

Angkara yang bersimaharaja, berkelindan dengan banjir neurotransmiter pengeksitasi dan melahirkan ketrampilan berseni tinggi dalam proses mengeksploitasi berbagai hal yang semestinya dimaknai sebagai potensi untuk berbagi. 

Domain qualia atau roso yang sebenarnya merupakan representasi akumulasi kecerdasan dalam modul intelijensia qolbiyah, kini menyusut kisut, terpojok ke sudut, tergantikan oleh pusaran vorteks kusut yang berasal dari olah pikir yang kalut. 

Ketidakseimbangan stream konektomik antar wilayah pengambilan keputusan strategik, mengakibatkan lahirnya turbulensi sistemik. PFC dan Insula sulit berkolaborasi dengan area Basal Ganglia. 

Hipokampal area teralienasi dalam kepungan arus deras kecemasan yang membanjir deras, dari hulu Batang Otak yang telah tererosi dan daya dukung rasionalnya terdegradasi. 

Konflik keluarga sesama trah prosensefalon yang rukun sejak embrional kini meruncing. Telensefalon tak lagi bertegur sapa dengan diensefalon. Neokorteks dan PFC tak lagi hangat bercerita dengan thalamus dan hipokampus. 

Apalagi jika bicara di tingkat wangsa keturunan tuba neuralis: prosensefalon, mesensefalon, dan rhombencephalon yang telah berdiferensiasi dan mengalami spesifikasi fungsi meski sudah semestinya terus menyambung silaturahmi dan membina komunikasi karena toh bersama menjalankan banyak fungsi. 

Grup WA keluarga menjadi panas, banyak kasus unfriend dan unfollow di berbagai media di mana bagian-bagian fungsional otak semestinya saling berinteraksi untuk membangun sinergi. 

Maka tak heran jika jonggring salaka bernama qualia terdampak panasnya olakan kawah Chandradimuka yang meletupkan nafsu membara dari dasar dapur magma naluri manusia. 

Dan kini di saat langit mendadak sepi dan riuh rendah jalanan tak lagi bersahutan. Ada bisikan halus yang perlahan terdengar semakin keras. Bahkan semakin lama semakin tegas. Mungkin agar selain mulai berpikir cerdas, juga harus bertindak gegas, sekaligus belajar bersikap ikhlas. 

Pageblug meredam nafsu kemayu untuk tampil oke selalu, ia menggantikan itu dengan panggilan cumbu rayu untuk bersatu dan melangkah secara padu. 

Kearifan dan welas asih kembali mendapat pentas yang pantas untuk tak sekedar menyintas, tapi juga menjadi bagian dari solusi tuntas. 

Mari kita lihat bagaimana kini manusia lebih peduli pada saudara dibanding pada dirinya sendiri. Empati lahir dalam bentuk partisipasi untuk saling mensubstitusi dan melengkapi apa yang kini banyak tak lagi dimiliki. 

Kolaborasi hadir nyaris tanpa koordinasi karena yang berbicara adalah frekuensi hati. OFC, PFC, ACC, dan Insula tak lagi menjadi sekedar kuda penghela, melainkan ber tiwikrama menjadi maruta (angin) yang memutar kincir peniup akasa (langit) yang menjadi media lahirnya dahana (api). 

Daya guna bertenaga untuk mengubah petaka menjadi penyubur banthala (bumi) dengan berpandu kerlip kartika (bintang) ilmu yang menjadi navigasi dalam proses mencari jati diri. 

Maka pageblug ini adalah medan kurusetra dimana angkara akan berguguran disapu sifat Asta Brata yang merepresentasi jiwa ksatria dalam setiap dimensi spiritual manusia. 

Lihatlah ksatria-ksatria muda dari berbagai tlatah bangsa, kini menyatu bersama, mengikhlaskan diri dalam jalan dharma bagi kepentingan ummat manusia. 

Inilah mungkin makna qualia semesta yang datang bersama bala yang seolah merenggut rasa aman maya, dan menghempaskan kita ke dasar nalar tak berkadar. 

Dan di saat terkapar, terlihatlah kerlip berpendar di tubir sadar... selalu ada jalan keluar, jika ada kekuatan untuk bersandar. 

La haula wala quwwata illa billahil aliyil adzim,  lafadz hauqalah yang menisbatkan bahwa kita semua tak bisa terlepas dari kuasa dan ketentuan Allah.

Sumber gambar:

Saat Bala Melahirkan Waskita (Bagian 1)



Oleh Tauhid Nur Azhar 

Belum lama ini sehubungan dengan perkembangan wabah atau pageblug yang diperantarai virus SarsCoV-2, Sultan HB X menyampaikan petuah dari Sultan Agung Hanyokrokusumo yang sangat relevan dalam memaknai kondisi yang terjadi saat ini; Mangasah Mangising Budi, Memasuh Malaking Bumi

Maknanya adalah; mengasah ketajaman akal-budi, membasuh malapetaka bumi. Ini sejalan dengan dalil: 

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS Ar-Ruum: 41) 

Pageblug ini adalah sebuah peringatan, sekaligus sebuah proses pembelajaran komprehensif yang menempatkan manusia di posisi untuk melakukan proses kontemplasi dan secara paralel "dipaksa" untuk berpikir sistematik dalam menemukan solusi yang bersifat sistemik. 

Ketidak berimbangan pada proses eksploitasi dalam rangka mengakomodir pemenuhan kebutuhan akan rasa aman yang berlebihan, telah menempatkan manusia dalam posisi gagal mensyukuri dan menahan diri dalam mengambil manfaat di semesta sebagaimana yang telah dijanjikan. 

Padahal segenap potensi alam yang telah diciptakan Allah Swt., tak lain dan tak bukan dimaksudkan untuk diolah hingga memiliki nilai tambah serta dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari berkah. 

Kajian tafsir, baik tafsir bil ma'sur maupun tafsir birra'yi dari berbagai ayat Allah tentang potensi sumber daya alam, menunjukkan bahwa memang semestinya manusia dapat mengolah dan mengambil manfaat dari semua yang telah diciptakan Allah hingga dapat menghadirkan banyak hal yang bersifat maslahat. 

Tetapi sekali lagi, jika saya boleh menyitir nasehat Sultan HB X, masalah kita terkait naluri impulsi serakah tak terlepas dari karakter 3G berikut: golek menange dewe (mencari menangnya sendiri), golek butuhe dewe (mencari kebutuhan sendiri), dan golek benere dewe (mencari benarnya sendiri). 

Karena teknologi teleko sudah berkembang, izin saya menambahi menjadi 5G ya: golek senenge dewe, dan golek slamete dewe

Egosentrisme yang lahir dari kinerja survival tools di otak manusia. Ketika spektrum naluri limbikiyah telah memancarkan sinar yang berintensitas tinggi, maka spektrum waskita perlahan berpendar menuju pudar karena terinferensi gelombang yang didominasi kecemasan yang berenergi reduksi yang condong mengeliminasi. 


Kamis, 13 Desember 2018

Doa Penangkal Belanja (Bagian 2, Habis)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Akan tetapi, ketika tangan (kulit) kita menyentuh dan meraba kain tersebut, lengkaplah sudah "berkas-berkas" sensor yang terkumpul di talamus untuk selanjutnya dikirim ke korteks otak.

Gerakan dan sensasi ketika menyentuh direncanakan dan melibatkan beberapa bagian otak sekaligus, mulai dari serebelum, girus singulata (bagian dari striatum) sampai daerah kenyamanan (korteks preorbital dan kawan-kawan). Akumulasi sensasi inilah yang membuat otak tidak kuasa untuk menahan gejolak. 

Amigdala akan bekerja dan mulai mengembangkan emosi negatif berupa ketakutan akan hilangnya kenyamanan jika kita tidak bergegas untuk membeli. Pada saat itulah seorang shopaholic (orang yang gila belanja) akan kehilangan akal sehatnya, dan pada saat diraba-raba pula seorang yang semula berperilaku alim dapat kehilangan kemampuan mengendalikan dirinya.

Oleh karena itu, sangat beralasan apabila Rasulullah Saw. memerintahkan kita untuk berdoa dan memohon perlindungan ketika hendak melakukan aktivitas, termasuk saat hendak berbelanja. Ada doa yang sebaiknya kita baca sebelum masuk ke pusat perbelanjaan, yaitu:

"Bismillâhi Allâhumma inni as aluka min khairi hâdihissûqi wa khairi mâ fîhâ wa a’udzubika min syarri hâdihissûqi wa syarri mâ fîhâ, wa a’udzubika an ashabtu fîhâ yamînan fâjiratun aushafaqatan khâsiratan." (HR Tirmidzi)

Artinya, "Dengan nama Allah. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikan pasar ini dan kebaikan yang terdapat di dalamnya. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan pasar ini dan keburukan yang terdapat di dalamnya. Aku berlindung kepada-Mu dari terkena sumpah palsu dan dari perniagaan yang merugi di sana."

Doa ini bukan sekadar untuk berlindung dari kejahatan pencopet, pencuri, kecurangan, kerugian, atau hal-hal membahayakan lainnya, tetapi juga melindungi kita dari kecenderungan buruk dalam diri, yang apabila tidak dikendalikan bisa menguras isi dompet kita.


Sumber gambar:
https://www.mnn.com/lifestyle/responsible-living/stories/7-signs-you-may-be-addicted-shopping

Doa Penangkal Belanja (Bagian 1)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Acapkali ketika kita sedang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan seperti pasar, mall, ataupun pusat grosir. Dari semula hanya melihat-lihat dan tidak berniat membeli, setelah lirik sana lirik sini lalu raba-raba, eh keterusan, akhirnya uang di dompet terkuras semua! Begitu juga ketika sepasang kekasih asyik masyuk berpacaran, dari yang semula hanya saling bertukar cerita, bertukar pandang, bergandeng tangan, saling meraba dan menyentuh … eh akhirnya belanja juga!

Hasil penelitian Joan Peck dan Suzanne Tzhu dari University of Wisconsin dan University of California Los Angeles yang diumuat dalam Journal of Consumer Research awal 2009 menunjukkan bahwa menyentuh benda-benda atau obyek yang tengah kita amati akan mendorong kita untuk mengembangkan sikap ingin mengeksploitasi dan memiliki lebih jauh lagi.

Dalam salah satu sesi kuliah psikofisiologi di Fakultas Psikologi Universitas Maranatha, salah satu kelompok mahasiswa yang maju presentasi menampilkan sebuah gambar "homunculus", yaitu sebuah peta virtual yang menggambarkan lokasi dan proporsi sensorik dan motorik di otak dari daerah-daerah (organ) yang dipersarafi.

Tangan misalnya memiliki peta fungsional luas di area motorik, sebuah area di sebelah depan dari girus presentralis. Untuk sensoris, bibir dan lidah memiliki cakupan area sensoris di area sensoris yang terletak di daerah post sentralis. Maka ketika kita menyentuh sesuatu yang sudah kita lihat plus kita juga sudah dengar "kecap" promosi dari penjualnya, "gelombang tsunami" ingin memiliki tak tertahankan lagi.

Dalam konteks aktivasi sirkuit neuronal, menyentuh barang yang akan dibeli adalah rangsangan yang merupakan "penguat" dari serangkaian rangsangan yang masuk melalui jaringan sensoris. Sebagai contoh, ketika kita berada di dalam sebuah toko kain, pandangan kita akan tertumbuk pada sehelai kain yang warna dan tekturnya cocok dengan selera dan kebutuhan kita. Proses visualisasi akan mendominasi jalur talamikus.

Dengan demikian, walaupun si penjual berusaha membujuk dengan kata-kata manis untuk memilih kain lain yang berharga lebih mahal kita akan terus terfokus pada "cinta pertama" kita. Lengkung atau loop weber yang merupakan lokasi terjadinya konjungsi dan interseksi atau "saling menimpa" antara saraf pendengaran dan penglihatan, menjadikan apa yang dilihat akan berpengaruh pada otak lebih kuat.


Sumber gambar:
https://www.mnn.com/lifestyle/responsible-living/stories/7-signs-you-may-be-addicted-shopping

Minggu, 13 Mei 2018

Mindful Diet: Ketika Makanan Mempengaruhi Perilaku Kita (Bagian 2, Habis)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Dalam bukunya yang berjudul Gut and Psychology Syndrome (2004), Dr. Natasha Campbel-McBride menyatakan bahwa makanan yang mengandung kasein dan gluten dicurigai dapat mempengaruhi kesehatan usus pada orang-orang tertentu, terutama pada penderita autis.

Kasein adalah protein yang terkandung dalam susu dan produk makanan dan oats, misalnya tepung terigu, roti, oatmeal dan mie instant. Bagi penderita autis, gluten dan kasein dianggap sebagai racun karena tubuh penderita autis tidak menghasilkan enzim untuk mencerna kedua jenis protein ini.

Akibatnya protein yang tercerna dengan baik akan diubah menjadi komponen kimia yang disebut opioid atau opiate. Opioid bersifat layaknya obat-obatan seperti opium, morfin, dan heroin yang bekerja sebagai toksin (racun) dan mengganggu fungsi otak dan sistem imunitas.

Itulah mengapa, penderita gangguan perilaku yang terkait dengan gangguan pencernaan seperti autis disarankan untuk menjalani diet bebas gluten dan kasein atau diet GFCF (Gluten Free and Casein Free) selama 3-6 bulan. Ini merupakan contoh yang terjadi pada anak-anak, khususnya pengidap autisme.

Bagaimana dengan orang dewasa? Jawabnya adalah sama saja.

Makanan berpengaruh besar terhadap kondisi fisik dan psikologis seseorang. Pola makan yang buruk dan jenis makanan yang kurang bergizi lagi-lagi menjadi biang dari terganggungnya kinerja neurotransmitter di otak.

Kita ambil contoh makanan bergenre fast food yang tinggi kadar garamnya. Para ahli masak menemukan bahwa garam yang dihidangkan dalam kondisi panas bisa menambah rasa gurih makanan sebagaimana chinesse food yang menggunakan MSG.

Garam itu ada yang berbentuk kristal, setengah cair (semi liquid) dan cair (liquid). Garam yang berbentuk kristal akan menjadi semi liquid jika dipanaskan di atas suhu 100 derajat celcius. Saat dipanaskan, garam akan mengalami perubahan struktur molekul, sehingga cita rasanya tidak menempel di reseptor asin lidah, akan tetapi di reseptor umami yang mendeteksi rasa gurih serta kelezatan makanan.

Maka, jangan heran apabila yang namanya fast food selalu dihidangkan dalam kondisi panas. penyebabnya adalah karena rasa gurih dari makanan tersebut didapatkan dari garam semi liquid yang dipanaskan. Kalau dihidangkan dalam kondisi dingin, kelezatannya akan berkurang dan rasa asinnya akan sangat terasa.

Disadari atau tidak, dalam suasana kompetitif para produsen makanan, kadar garam yang dibubuhkan ke dalam masakan telah melebihi ambang batas. Alasannya adalah dengan semakin banyak garam yang dibubuhkan, semakin lezat pula cita rasa masakan yang dihidangkan.

Bayangkan kalau seseorang tiga kali dalam sehari makanannya fast food! Apa yang akan terjadi?

Kadar garam dalam tubuhnya akan terakumulasi melebihi batas normal. Kondisi ini pada akhirnya akan mendatangkan masalah serius bagi kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Masalah kesehatan tersebut antara lain: (1) obesitas alias kegemukan; (2) penyakit jantung, diabetes, serta darah tinggi; (3) depresi yang menyebabkan meningkatnya angka bunuh diri. Depresi ini akan menjadikan orang agresif dan mudah melakukan tindakan di luar kendali akal sehat, seperti membunuh atau bunuh diri.

<<< Halaman sebelumnya

Referensi:
Campbell-Mcbride, N. (2004). Gut and psychology syndrome: Natural treatment for autism, ADD/ADHD, dyslexia, dyspraxia, depression, schizophrenia. United Kingdom: Medinform Publishing.

Sumber gambar:
https://exploringyourmind.com/whats-the-relationship-between-emotions-and-obesity/

Mindful Diet: Ketika Makanan Mempengaruhi Perilaku Kita (Bagian 1)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Makanan. Kenalkah Anda dengan ”benda” yang satu ini?

Sebagai manusia, tentu yang namanya ”makanan” tidak akan pernah terlewatkan oleh kita. Saking rutinnya, aktivitas mengonsumsi makanan pun jadi tampak tidak penting dan biasa-biasa saja. Padahal, proses “makan memakan” termasuk hal penting dalam hidup, karena selain menjaga kelangsungan hidup, makanan pun dapat mempengaruhi sikap dan perilaku. Baik dan buruknya kesehatan fisik dan perilaku seseorang, ternyata sangat dipengaruhi berkualitas tidaknya menu makanan yang dikonsumsinya.

Secara umum, makanan memiliki tiga fungsi atau manfaat bagi manusia.

Pertama, sebagai bahan baku penyokong tumbuh kembang manusia (building block) atau sebagai sarana untuk mengganti dan meremajakan sel-sel yang rusak, khususnya yang berbentuk protein dan lemak.

Kedua, sebagai bahan metabolisme, semisal proses gula menjadi enzim, bahan pembentuk neurotransmitter, dan sebagainya. 

Ketiga, secara nutrigenomik, bahan makanan dan pola makan pun dapat menentukan profil DNA (asam deoksiribonukleat) yang akan diekspresikan, sehingga ungkapan you’re what you eat memiliki dasar ilmiah yang kuat, bukan saja secara fisik tetapi juga perilaku.

Terkait manfaat ketiga, bahan makanan, cara makanan, ataupun pola makan merupakan sebuah sarana untuk melatih gen-gen yang baik agar dapat diekspresikan. Bahan makanan yang tepat dapat menentukan ekspresi DNA-DNA yang baik. Pepatah mengatakan bahwa "orang bodoh menjadikan hidupnya untuk makan, sedangkan orang cerdas menjadikan makan untuk (meningkatkan kualitas) hidup".

Pada tingkat DNA, makanan bisa berfungsi sebagai prekursor atau pendorong yang berfungsi sebagai bahan baku enzim yang memungkinkan DNA bisa terekspresikan. DNA dapat mengekspresikan sifat-sifat baik apabila DNA tersebut memiliki cukup energi untuk bekerja, dan energi ini didapatkan dari bahan makanan yang tepat.

Ketika seseorang menjalani prosesi makan secara baik (mindful eating), dan kemudian diulang menjadi sebuah pola kebiasaan, DNA baik ini cenderung untuk menjadi sensitif dan lebih dominan dibandingkan DNA lainnya. Ibarat seorang atlet yang paling serius berlatih, dialah yang akan paling menonjol dan memenangi pertandingan, seperti itu pula gen-gen yang ada dalam tubuh kita.

Sebuah pembelajaran kita dapatkan dari pola makan orang-orang zaman modern yang tidak sehat (terburu-buru) dan didominasi oleh aneka jenis makanan olahan yang mengandung bahan pengawat kimia. Hal tersebut mempengaruhi kualitas kesehatan fisik dan juga perilaku, walaupun kadarnya berbeda-beda antara setiap orang.

Mengapa demikian? 

Zat-zat aditif dan zat-zat kimia sintetis yang berada dalam makanan olahan memiliki sifat memblok atau mengganggu neurotransmitter di otak. Ia bekerja dengan cara meniru cara kerja neurotransmitter. Efek yang ditimbulkan dari banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat aditif dan zat-zat sintetis ini adalah timbulnya perilaku yang tidak terkendali atau tidak diinginkan, seperti mudah marah, beringas atau loyo.

Bahan makanan tertentu seperti terigu, yang banyak terdapat dalam biskuit dan roti, atau susu dan makanan yang mengandung glutamat/ MSG, dapat pula menimbulkan gangguan perilaku pada orang-orang tertentu.

Halaman selanjutnya >>>

Sumber gambar:
https://exploringyourmind.com/whats-the-relationship-between-emotions-and-obesity/

Kamis, 28 September 2017

Mindful Couple: Bersyukurlah Ketika Anda Patah Hati, Loh Mengapa?


Oleh Tauhid Nur Azhar

…too much love will kill you… (Queen),
cinta ini membunuhku… (d’Masiv)

Tahukah anda bahwa para ilmuwan neurosains baru saja mendefinisikan sebuah fenomena fisiologis yang unik di saat seseorang mengalami tekanan batin yang berat. Tekanan tersebut dapat ditimbulkan oleh masalah-masalah yang terkait dengan proses interaksi dan komunikasi sosial, termasuk persoalan hubungan cinta antara dua orang yang tengah dimabuk asmara.

Hasil pengamatan di beberapa negara ditemui sindrom “putus cinta” ini seringkali menimbulkan gangguan yang menyerupai gejala serangan jantung, infark miokardium akut. Timbul serangan rasa nyeri di daerah dada yang menjalar ke punggung, lambung, dan daerah lengan sebelah kiri. Dapat pula diikuti dengan kesulitan bernafas (sesak), keluarnya keringat dingin, dan tubuh terasa lemas.

Sindroma ini dikenal sebagai sindroma Takotsubo atau miokardiopati Takotsubo. Dr. Ilan Wittstein, MD kardiolog dari The John Hopkins University Medical School dan kawan-kawan, menemukan kasus takotsubo terjadi akibat adanya akumulasi neuropeptida otak yang merupakan keturunan katekolamin. Turunan katekolamin yang kerap dijumpai serta memiliki efek simpatik secara sistemik antara lain adalah epinefrin dan norepinefrin.

Tetapi di dalam kasus Takotsubo ternyata tidak hanya epinefrin dan norepinefrin saja yang kadarnya melonjak drastis, melainkan juga molekul-molekul peptida kecil dan neurotransmiter seperti metaneprin, normetaneprin, neuropeptida Y, dan peptida natriuretik turut melonjak secara drastis.

Akumulasi produksi faktor kimiawi yang terjadi di saat amigdala menerima data yang “,menyakitkan” serta “gagal” meregulasi emosi negatif, akan menyebabkan efek kardiak berupa fibrilasi sesaat yang diikuti dengan “pingsan”nya sejumlah sel-sel otot jantung. Jadi putus cinta, ditolak, ataupun patah hati memang bisa membuat jantung “klenger” atau “semaput” !

Apakah sindroma ini berbahaya? Tergantung kepada seberapa luasnya daerah otot jantung yang “semaput”. Jika daerah yang mengalami kardiomiopati sesaat itu cukup luas, maka bisa saja akibatnya fatal.

Mengingat fungsi utama jantung adalah mensuplai kebutuhan oksigen untuk seluruh sistem tubuh, termasuk otak, maka keadaan jantung “mogok” bekerja ini dapat menimbulkan hipoksia (kekurangan oksigen) di jaringan. Jika kekurangan oksigen ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama maka jaringan yang amat bergantung pada asupan oksigen akan tertganggu bahkan rusak permanen.

Tetapi catatan klinis Dr. Ilan Wittstein dan kawan-kawan yang telah dipublikasikan di jurnal New England Journal of Medicine (2005), menunjukkan bahwa kasus-kasus kardiomiopati akibat kejutan psikologis ini biasanya bersifat reversible, alias dapat pulih kembali.

Kondisi jantung pun pada umumnya baik dan tidak disertai dengan kerusakan yang bersifat kronis. Cara membedakan dengan serangan jantung pada umumnya pun relatif mudah. Pada sindroma kardiomiopati Takotsubo tidak ditemukan adanya peningkatan kadar enzim-enzim penanda kerusajan jaringan otot jantung seperti CK dan CK-MB.

Siapa saja yang mungkin mengalami sindroma Takotsubo? Orang-orang yang memiliki tingkat stres harian sudah sangat tinggi, orang-orang yang kinerja otaknya lebih didominasi oleh sirkuit amigdala, dan orang yang memiliki tipologi kepribadian rentan terhadap stres.


Maka syukurilah peristiwa “patah hati”, cari hikmahnya dan jangan terlalu disesali. Sebab “patah hati” pasti adalah karunia Allah yang belum kita sadari maknanya. Jika disesali maka QS. Ibrahim ayat 7 akan berlaku, dimana nikmat jika disesali akan berubah menjadi azab. Nah, salah satu manifestasi azab itu mungkin sindroma jantung “klenger” yang dinamai Takotsubo!

Referensi:
Wittstein, I. S., Thiemann, D. R., Lima, J. A. C., Baughman, K. L., Schulman, S. P., Gerstenblith, G., Wu, K. C., Rade, J. J., Bivalacqua, T. J., Champion, H. C. (2005). Neurohumoral features of myocardial stunning due to sudden emotional stress. New England Journal of Medicine, 352 (6), 539-548.

Sumber gambar:
https://mysendoff.com/2011/05/dying-of-a-broken-heart/

Sabtu, 15 April 2017

Mindful Diet: Tubuh Sehat dan Berat Badan Turun serta Stabil dengan Revolusi Perut


Oleh Duddy Fachrudin

Tidak dipungkiri menjadi sehat dan memiliki berat badan yang ideal dan selalu stabil merupakan dambaan setiap orang.

Berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut seperti dengan olahraga, tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, dan melakukan diet seperti diet karbo, diet vegan, diet paleo, diet Atkins, diet Mayo, diet OCD, dan diet yang dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi pribadi.

Selain itu tidak ketinggalan untuk menjaga emosi dan rekreasi di sela-sela kesibukan pekerjaan.

Tentu banyak alasan memiliki tubuh ideal dan selalu sehat.

Alasan tersebut dapat berupa agar penampilan selalu terlihat indah, faktor pekerjaan, atau karena memang mengupayakan untuk selalu sehat sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat yang telah diberikan-Nya.

Mengupayakan di sini berarti senantiasa memelihara kesehatan dan mencegah dari datangnya sakit, khususnya yang ditimbulkan akibat kelalaian diri sendiri dan gaya hidup yang tidak sehat.

Mengapa memelihara kesehatan begitu penting?

Nabi Muhammad Saw., orang paling mulia yang pernah hidup bersabda, “Seorang yang bertakwa boleh-boleh saja kaya, tetapi baginya kesehatan lebih baik dari kekayaan (harta benda), dan (ketahuilah) bahwa ketenangan jiwa, lebih baik dari kenikmatan apapun.” (HR Ahmad, Ibnu Majah).

Kesehatan lebih baik daripada kekayaan, yang berarti nikmat sehat menjadi lebih utama ketimbang memiliki harta benda.

Menariknya Dalai Lama, seorang tokoh spiritual mengungkapkan pendapatnya mengenai kesehatan dan uang. Beliau seolah menegur kita yang terlalu berambisi dengan uang.

“Sewaktu ditanya apakah yang paling membingungkan di dunia ini, Dalai Lama menjawab: ‘Manusia. Karena dia mengorbankan kesehatannya hanya demi uang, lalu dia mengorbankan uangnya demi kesehatan...’”

Dalam era informasi digital yang serba cepat ini secara langsung mempengaruhi gaya hidup manusia. Gaya hidup pada era ini ibarat suatu kompetisi, siapa yang lebih cepat dialah yang menang dan memiliki banyak harta.

Oleh karena itu tidak heran jika gaya hidup serba cepat ini juga dilakukan orang saat makan dan minum serta sambil melakukan aktivitas lain atau memakan makanan instan.

Ini hanya contoh kecil dari kebiasaan yang tidak sehat dan akan memperburuk kualitas kesehatan manusia.

Uang dimiliki, namun tubuh keropos dan akhirnya satu per satu penyakit bermunculan. Di usia senja, tabungan yang dimiliki habis untuk biaya pengobatan kesehatan kita. Tentu, bukan ini yang kita inginkan bukan?

Upaya promotif dan preventif perlu dilakukan minimal untuk diri kita sendiri.

Selain beragam upaya yang telah dijabarkan di awal tulisan, ijinkan penulis memperkenalkan sebuah metode yang dinamakan Revolusi Perut (RP).

Program ini merupakan program kesehatan fisik dan psikologis dalam upaya mengembangkan gaya hidup sehat berbasis aplikasi mindfulness dan neurosains.

Program RP menekankan cara makan, minum, bergerak, bernapas, dan tidur yang dianjurkan oleh pakar kesehatan dan berdasarkan jurnal-jurnal ilmiah. Pada program ini tidak ada pengurangan porsi makan, tidak menggunakan pengganti makan, tidak menggunakan suplemen, tidak olahraga berat, apalagi sedot lemak.




Uji coba program Revolusi Perut pada diri penulis sendiri. Program berlangsung sejak Januari 2016, dan intens mulai bulan Maret hingga Agustus 2016. Hasilnya berat badan yang awalnya 68 Kg turun sebanyak 13 Kg dan kemudian stabil di angka 55 Kg.

Program ini kemudian dilakukan oleh seorang partisipan wanita berusia 23 tahun yang juga memiliki berat badan 68 Kg.

Partisipan tersebut melaporkan:

“Hasilnya selama 1 bulan mempraktikkan RP berat badanku yang awalnya 68 kg turun jadi 64, dan setelahnya stabil. Perut jadi lebih kecil dan badan terasa lebih ringan serta tidak mudah lelah. Kemudian tidur lebih nyenyak dan secara emosi lebih rileks.”


Revolusi Perut masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut oleh penulis. Bagi yang tertarik mengikuti program Revolusi Perut dapat menghubungi penulis (lihat About).

Cek pelatihan mindfulness terbaru di sini >>>

Sumber gambar:
Dokumen penulis