Namun ketika metoda desinfeksi dengan mencuci tangan hendak diperkenalkan sebagai salah satu protokol dasar sebelum tindakan, terjadilah penolakan masif di kalangan medis yang beranggapan bahwa teori Semmelweis tidak didukung oleh bukti bukti ilmiah yang memadai.
Maklumlah saat itu fasilitas dan alat pengamatan di bidang mikrobiologi belumlah berkembang seperti saat ini. Bahkan konsep mikroba sebagai patogen saja masih dianggap kontroversial. Meski Zacharias Janssen (1585–1632) seorang ilmuwan yang berasal dari Belanda, telah berhasil mengembangkan mikroskop dan selanjutnya seorang Antonie Philips van Leeuwenhoek, juga dari Belanda, telah menggunakannya untuk melakukan penelitian untuk melihat diertjes atau animalculum (hewan kecil, makhluk mikroskopis), tetapi konsep nosokomial dan patogen penyebab infeksi belumlah dapat diterima sepenuhnya oleh para dokter di masa itu.
Padahal mencuci tangan dengan klorin di masa Penicillin sebagai cikal bakal antibiotika modern belum ditemukan oleh Alexander Flemmings, adalah cara yang cukup efektif untuk mengurangi resiko terjadinya penularan patogen penyebab infeksi, tetapi kalangan medis saat itu punya pendapat yang berbeda.
Intinya pemikiran dan hipotesa Semmelweis dianggap radikal dan tidak cocok dengan fatsun ilmiah kedokteran yang saat itu diterapkan dan dijalankan segenap profesi medis di berbagai institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan terkemuka.
Bahkan karena kengototan Semmelweis dalam memperkenalkan metoda desinfeksinya, ia dianggap mengalami gangguan mental. Nasibnya berakhir tragis dengan dikirimkan oleh para sejawatnya sendiri ke pusat perawatan jiwa pada tahun 1865.
Demikianlah sekelumit kisah hikmah tentang Semmelweis, sang inovator, yang seperti banyak inovator lainnya, dianggap gila pada zamannya, yang berawal dari sikap ingin tahu, bertanya, mengamati, meneliti, yang itu semua terangkum dalam sikap beginner's mind.
Maklumlah saat itu fasilitas dan alat pengamatan di bidang mikrobiologi belumlah berkembang seperti saat ini. Bahkan konsep mikroba sebagai patogen saja masih dianggap kontroversial. Meski Zacharias Janssen (1585–1632) seorang ilmuwan yang berasal dari Belanda, telah berhasil mengembangkan mikroskop dan selanjutnya seorang Antonie Philips van Leeuwenhoek, juga dari Belanda, telah menggunakannya untuk melakukan penelitian untuk melihat diertjes atau animalculum (hewan kecil, makhluk mikroskopis), tetapi konsep nosokomial dan patogen penyebab infeksi belumlah dapat diterima sepenuhnya oleh para dokter di masa itu.
Padahal mencuci tangan dengan klorin di masa Penicillin sebagai cikal bakal antibiotika modern belum ditemukan oleh Alexander Flemmings, adalah cara yang cukup efektif untuk mengurangi resiko terjadinya penularan patogen penyebab infeksi, tetapi kalangan medis saat itu punya pendapat yang berbeda.
Intinya pemikiran dan hipotesa Semmelweis dianggap radikal dan tidak cocok dengan fatsun ilmiah kedokteran yang saat itu diterapkan dan dijalankan segenap profesi medis di berbagai institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan terkemuka.
Bahkan karena kengototan Semmelweis dalam memperkenalkan metoda desinfeksinya, ia dianggap mengalami gangguan mental. Nasibnya berakhir tragis dengan dikirimkan oleh para sejawatnya sendiri ke pusat perawatan jiwa pada tahun 1865.
Demikianlah sekelumit kisah hikmah tentang Semmelweis, sang inovator, yang seperti banyak inovator lainnya, dianggap gila pada zamannya, yang berawal dari sikap ingin tahu, bertanya, mengamati, meneliti, yang itu semua terangkum dalam sikap beginner's mind.
Kelak waktu akan membuktikan bahwa pemikiran pemikiran mereka yang jauh melampaui jamannya akan mendapatkan pembuktian seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan metoda pembuktian yang belum ada di zaman gagasan terkait dilontarkan.
Semmelweis mungkin senasib dengan Nikola Tesla yang pemikiran dan karyanya baru termanfaatkan dan dapat dipahami hampir satu abad setelah pertama kali dicetuskan.
Simpulan dan hikmah yang dapat kita petik dari kisah hidup Semmelweis ini adalah betapa banyak gagasan aneh, bahkan gila, dan belum dapat diuji serta diukur efektivitasnya saat ini, barangkali adalah solusi masa depan yang akan kita butuhkan nanti. Maka inovasi dan kreativitas serta kejelian dalam memetakan hubungan sebab akibat adalah keniscayaan untuk menghasilkan sebuah terobosan yang menghadirkan kemaslahatan, bahkan dapat meningkatkan kualitas peradaban.
Semmelweis mungkin senasib dengan Nikola Tesla yang pemikiran dan karyanya baru termanfaatkan dan dapat dipahami hampir satu abad setelah pertama kali dicetuskan.
Simpulan dan hikmah yang dapat kita petik dari kisah hidup Semmelweis ini adalah betapa banyak gagasan aneh, bahkan gila, dan belum dapat diuji serta diukur efektivitasnya saat ini, barangkali adalah solusi masa depan yang akan kita butuhkan nanti. Maka inovasi dan kreativitas serta kejelian dalam memetakan hubungan sebab akibat adalah keniscayaan untuk menghasilkan sebuah terobosan yang menghadirkan kemaslahatan, bahkan dapat meningkatkan kualitas peradaban.
Sumber gambar:
0 komentar:
Posting Komentar