Tampilkan postingan dengan label Living In The Moment. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Living In The Moment. Tampilkan semua postingan

Jumat, 18 Juni 2021

Mindful Diet: 2 Botol Seharga 57 Triliun: Cara Babang CR7 Mengkampanyekan Hidup Sehat


Oleh Tauhid Nur Azhar

Jagat persepakbolaan heboh dengan suatu aksi spontan yang sebenarnya tidak berelasi langsung dengan aktivitas olahraganya, yaitu pemindahan botol minuman ringan berkarbonasi yang merupakan sponsor utama laga, dan sepenggal pesan pendek dari sang mega bintang, Cristiano Ronaldo, "minum air putih itu sehat."

Keesokan harinya dunia investasi geger. Valuasi saham perusahaan tersebut anjlok sampai sekitar 57 triliun rupiah. Pendapat pro dan kontra pun berseliweran memenuhi lini masa media sosial. Tentu ini bukan preseden yang baik bagi dunia usaha yang memiliki etika, terutama ketika menyangkut sponsorship dan konsep simbiosis mutualisma yang semestinya terjaga di dalamnya.

Tetapi dari sisi lain ini adalah gebrakan revolusioner yang luar biasa. Entah Ronaldo sadar atau tidak, ia telah menyuarakan kebenaran yang saat ini amat diperlukan sebagai bagian dari upaya penyelamatan kualitas hidup manusia. Track record Ronaldo dalam hal kepedulian terhadap lingkungan dan kemanusiaan memang tak dapat diragukan. Ia orang yang penuh perhatian pada restorasi lahan mangrove, termasuk di Aceh, hingga akhirnya kegiatan itulah yang mempertemukannya dengan Martunis sang anak angkat.

Ajakan Ronaldo minum air putih ini jika keluar dari mulut kita mungkin hanya bergaung di seputar ekosistem kita yang tak seberapa. Akan tetapi karena dinyatakan oleh seorang mega bintang pujaan dunia, tentu saja akan banyak barisan penggemarnya di seluruh dunia yang akan dengan khusyu' mendengarkannya. Sama dengan kasus antrian BTS Meal oleh fansbase BTS yang menamakan dirinya ARMY.

Sayangnya BTS Meal tidak memiliki kandungan pesan kesehatan yang setara dengan "minum air putih itu sehat." Coba ya para figur publik itu menjalankan konsep sebagaimana perusahaan melakukan program corporate social responsibility, dalam bentuk edukasi kesehatan dan gaya hidup ya? 

Sepertinya pesan-pesan moral yang disampaikan akan dapat mengubah wajah peradaban dalam ruang lingkupnya masing-masing.

Bukankah kita masih cukup teringat akan pesan making love not war seiring dengan kemuakan para generasi muda yang dikategorikan kelompok hippies alias social rebelion yang akhirnya melahirkan gerakan bermusik anti kemapanan yang mencerminkan kemerdekaan berekspresi sebagai manusia. Ada aliran punk, reggae-ska, sampai death metal dengan lirik-lirik pesan moral yang selain aktual juga sangat fundamental.

Sebagian dari kita tentu mengenal festival Woodstock dengan tokoh sekaliber Janis Joplin dan Joe Cocker. Perdamaian menjadi isu sentral yang mereka usung. Lalu tentu kita juga mengenal Bob Dylan yang amat peduli pada degradasi nilai-nilai kemanusiaan dan membuat musik menjadi medan perjuangannya dalam berkontribusi bagi perbaikan kualitas kemanusiaan.

Kembali ke pesan Ronaldo. Ini adalah pesan fenomenal seiring dengan terjadinya silence pandemic yang tidak terekspos sebagaimana pandemi karena virus Corona. Pandemi penyakit metabolik dan degeneratif yang sampai dikategorikan oleh BPJS Kesehatan sebagai golongan penyakit katastropik. Sifatnya perlahan menggerogoti dan menghantarkan penderitanya sampai pada suatu titik di mana tidak ada jalan untuk kembali. Tak berbilang kerugian banyak negara dalam mengatasi dan menanggulangi kondisi pandemi non infeksius ini. Sebagian besar alokasi dana kesehatan terserap untuk proses pengobatan dan tindakan medis terkait kondisi ini dengan berbagai komplikasi ikutan yang menyertai.

Padahal tindakan pencegahan relatif mudah. 

Menjalankan gaya hidup sehat, termasuk minum air putih, berolahraga secara teratur, menghindari stres berlebih, dan tentu saja mengendalikan pola konsumsi antara lain dengan membatasi asupan garam, gula, dan lemak. Dimana konsumsi gula lebih dari 50 gram (4 sendok makan), natrium lebih dari 2000 miligram (1 sendok teh) dan lemak/minyak total lebih dari 67 gram (5 sendok makan) per orang per hari akan meningkatkan risiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung.

Maka terimakasih banyak Babang CR7, tindakan spontanmu yang meramaikan lini masa dunia maya semoga dapat menjadi sumber inspirasi yang memotivasi banyak penggemar sepakbola di seantero dunia untuk mempelajari pola hidup sehat yang dimulai dari anjuranmu untuk minum air putih. Semoga kondisi ini juga tak kalah dengan gegap gempitanya BTS Meal yang mampu membuat banyak Pemda di Indonesia turun tangan untuk mengatasinya.

Akhirul kata, salam sehat teriring doa yang terbaik bagi kita semua agar senantiasa berada dalam lindungan Allah Swt. 

Sumber gambar:

Rabu, 12 Agustus 2020

Ubah Dunia dengan Mendengar



Oleh Duddy Fachrudin 

“Dulu gue tuh, berdoa, memohon, meminta, berharap dari mulai yang aneh-aneh sampai yang paling sederhana. 

Meminta hanya untuk sehat aja kok... tapi kenyataannya yang dihadapi sekarang adalah penyakit kanker. Hodgkin’s lymphoma... sejak itu nggak lagi mau meminta. 

Do’a sekarang untuk mendengar dan merasakan energi Yang Maha Kuasa... Hanya keheningan yang membuat kita mendengar sebenarnya...”

Sebuah monolog yang menyentuh dari seorang karakter bernama Meimei yang diperankan Cut Mini dalam ending film Arisan 2. 

Bagi saya, monolog ini sangat menohok kesadaran sekaligus melucuti ego saya yang sering kali meminta ini itu kepada Tuhan.

Berdo’a memang harus, bahkan Allah Swt. meminta kita untuk berdo’a kepada-Nya. Dengan begitu kita sebagai hamba-Nya ini senantiasa merapat dan mendekat kepada-Nya. 

Namun kadang selama berdo’a kita lupa untuk berdialog, mendengar, dan merasakan kehadiran-Nya. 

Kita berdo’a hanya karena memang minta ini itu berupa kebutuhan duniawi.

Aktivitas dunia yang serba sibuk, padat, dan ramai semakin membuat kita lupa akan mendengar, termasuk mendengar tubuh kita sendiri. 

Tubuh berkata “Sudah cukup, aku butuh istirahat. Aku tidak kuat lagi digunakan untuk bekerja. Aku benar-benar butuh istirahat.” 

Sayang orang yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya tidak mendengar jeritan tubuhnya. Kesehatan diabaikan dan akhirnya sakit bahkan tidak jarang meninggal.

Maka kita perlu merenungkan kembali kata-kata Dalai Lama yang menganggap manusia adalah hal yang membingungkannya. 

Mengapa? 

Beliau menjawab, “Karena manusia mengorbankan kesehatannya demi uang. Lalu ia mengorbankan uangnya demi kesehatan. Manusia sangat khawatir dengan masa depannya sampai-sampai tidak menikmati saat ini.”

Sumber gambar:

Jumat, 03 Agustus 2018

Yes, Akhirnya Merasakan "Living In The Moment" [Pengalaman Berlatih Mindfulness]


Oleh Oka Ivan Robiyanto

Gegara video pemandangan super lambat berdurasi 6 menit itu pikiran saya semakin mengembara.

"Apa maksudnya ini?"

"Saya kan mau belajar mindfulness berbasis terapi kognitif, kenapa dikasih video yang nggak jelas seperti ini?"

Saya mengikuti pelatihan ini agar saya mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya dan target seminar proposal cepat terealisasi.

Namun, nyatanya selama pelatihan hari pertama pikiran saya terus dibayangi target. Ditambah video itu... "Oh sepertinya gua dikadalin nih sama pematerinya..." 

Alhasil, pada hari itu, saya belum bisa merasakan hidup dengan memberikan perhatian sepenuhnya di setiap momen.

Pada pelatihan pertama, kami memang belum berlatih mindfulness. Kami banyak berdiskusi mengenai mindfulness dari berbagai pengalaman dan juga dari literatur-literatur ilmiah sesuai dengan tujuan pelatihan ini, yang salah satunya untuk kepentingan penelitian.

Pada hari kedua, barulah saya dan teman-teman berlatih mindfulness.

Hari itu diawali dengan apa yang disebut sebagai mindful walking. Berjalan dengan penuh kesadaran, bagaimana kaki ini melangkah dan merasakan apa yang tersentuh oleh kaki kami sebagai peserta.

Kasar, basah, kotor, pegal yang terasa oleh kaki ini ditambah suara angin hingga kendaraan yang melintas di sekitar wilayah pepohonan tempat kami berjalan. Lalu juga tampak kucing yang sedang tidur berbaring dan suara-suara tonggeret yang bertengger di pepohonan pinus disekitarnya.

Seolah saya bisa memberikan perhatian penuh saat mindful walking... 

Tapi pikiran ini ternyata masih mengembara pada proposal, pekerjaan yang tertunda, serta keinginan mengabadikan pemandangan nan asri ini melalui kamera.

Rasa cemas pun mulai muncul seiring pikiran yang mengembara tersebut. Namun, saat latihan mindful walking berikutnya pikiran ini mulai bisa ditata hanya untuk merasakan langkah kaki dan apa yang terinjak dibawahnya.

Saat otot-otot paha ini melangkah secara bergantian, tumit yang menyentuh tanah dilanjutkan dengan jari-jari kaki yang menyentuh ranting-ranting yang berserakan sungguh amat terasa.

Perasaan nyaman dan tenang pun mulai muncul meskipun sesekali pikiran ini kembali mengembara ke tempat lain namun bisa kembali lagi untuk merasakan sentuhan pada kaki ini. 

Selain berlatih mindful walking di hutan pinus yang asri itu, kami juga berlatih mindful hearingmindful eating, breathing, meditasi duduk, dan body scanning.

Pikiran mengembara tetap muncul, bahkan tidak jarang berupa judgement. Sensasi tidak nyaman terjadi, seperti pusing. Puncaknya ketika latihan body scan, rasa pusing dan mual tersebut tidak tertahankan, yang akhirnya membawa saya untuk segera bangun di pertengahan sesi dan berlari menuju ke toilet.

Lega terasa karena sudah membuang racun yang bersarang di dalam tubuh.

Rasa mual ini terjadi mungkin karena saya cemas akan target proposal atau juga karena minum kopi saat sesi coffe break.

Maka saat ada sesi berlatih mindfulness lagi yaitu pada pelatihan hari keempat (pelatihan hari ketiga membahas desain intervensi mindfulness), saya tidak minum kopi, dan tentunya saya juga melepaskan kecemasan saya. Dan, I'm really fine and yes, finally i feel "living in the moment".

Non-striving kuncinya. Tidak berambisi karena semua akan sampai pada waktunya.


Sumber gambar:
http://healthcoachpenny.com/strive-to-non-strive/