Selasa, 15 Agustus 2017

Proklamasi, Mindfulness, dan Kesejahteraan Bangsa Indonesia (bagian 5)


Oleh Duddy Fachrudin




Mindfulness dan Ketenangan: Merdeka dari Jeruji Pikiran

Ketidaktenangan hidup bersumber dari pikiran yang terlalu mengembara dan terlalu banyak tuntutan serta keinginan yang harus dipenuhi dengan sesegera mungkin. Keinginan-keinginan ini biasanya bersumber dari kebutuhan dasar manusia. Abraham Maslow, salah satu tokoh psikologi terkenal menciptakan teori tentang kebutuhan manusia (motivasi) berdasarkan jenjang, dari yang paling dasar hingga yang paling atas dengan model piramida.



Kebutuhan manusia yang paling dasar (basic needs) adalah kebutuhan fisiologis, seperti makan, minum, dan seks. Kebutuhan ini lebih mirip dengan kebutuhan instingtif dan bertahan hidup. Jika kebutuhan ini tercapai maka manusia membutuhkan rasa aman. Manusia membutuhkan keamanan sehingga perlu melindungi dirinya. Oleh karenanya manusia memiliki keinginan akan kepastian. Hal ini juga mirip dengan kebutuhan bertahan hidup. Kemudian kebutuhan diatasnya adalah kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki sebagai manusia yang berjiwa sosial. Manusia butuh bersosialisasi, berbaur dan mendapatkan kasih sayang.

Manusia juga ingin dianggap ada keberadaannya oleh kelompoknya. Jika kebutuhan ini tercapai, maka manusia membutuhkan penghargaan diri dengan kata lain ingin dihargai oleh orang lain. Kebutuhan yang kelima adalah kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. Kebutuhan ini dapat dipenuhi jika empat kebutuhan dibawahnya tercapai. Maslow kemudian menyempurnakan teorinya dengan menambahkan kebutuhan terakhir pada puncak piramida yaitu kebutuhan spiritual (meta need), yaitu tentang kebutuhan keterhubungan dengan suatu Dzat Yang Maha Segalanya.

Jika kita melihat kenyataan pada kehidupan manusia memang seperti Piramida Maslow. Kita melakukan sesuatu termotivasi karena untuk mengenyangkan perut. Jika dapur sudah mengepul, kita butuh rumah yang membuat kita aman dari hujan, kalau perlu rumah pun ditembok tinggi hingga sulit bagi pencuri memasuki rumah kita. Kita pun mengasuransikan kesehatan kita agar jika terjadi sesuatu pada diri kita, maka perusahaan asuransi yang membayarnya. Setelahnya kita bergaul, bersosialisasi, mencintai dan ingin dicintai. Lalu kita ingin dihargai, atau bahkan dipuji atas hasil kerja keras kita. Dan selanjutnya kita mengkreasikan segala potensi dalam wujud aktualisasi diri, menghasilkan karya di dunia ini. Setelah semuanya terpenuhi... namun ternyata hati ini masih hampa dan tidak tenteram. Di masa tua kita mendekat kepada-Nya.

Mazhab kelima dalam psikologi adalah transpersonal, yang lahir dari kebutuhan spiritual dimana mindfulness termasuk di dalamnya. Salah satu tokohnya yang mempelopori ternyata Maslow. Konon kabarnya di akhir hayatnya Maslow kecewa dengan teori yang sudah dibuatnya. Piramida kebutuhan itu bukan berdiri seperti mengerucut ke atas membentuk segitiga, namun piramida itu harusnya dibalik.




Dengan kondisi piramida terbalik ini maka kebutuhan pertama dan utama adalah berhubungan dan berinteraksi dengan Tuhan, yaitu Allah Swt. bukan kebutuhan fisiologis. Segala aktivitas termotivasi karena Allah, untuk mendekatkan diri kepada Allah, untuk mengenal-Nya, dan untuk mendapatkan ridha-Nya. Berfokus dan mendekatkan diri kepada Allah menghadirkan ketenangan.

Muhammad Rasulullah Saw., orang nomor satu dari 100 tokoh paling berpengaruh di dunia menurut Michael Hart, bersabda:

“Barangsiapa bangun pagi dan dunia ini menjadi perhatian utamanya, maka Allah Swt. akan membuat dia berserakan dan terpecah; dia akan merasakan perasaan panik dan rugi; serta dia hanya akan mendapatkan dunia ini sesuai dengan apa yang sudah ditakdirkan untuknya. Akan tetapi, barangsiapa bangun pagi dan perhatian utamanya adalah akhirat, maka Allah Swt. akan membuat dia merasa fokus dan utuh; Allah Swt. akan memberinya suatu perasaan sebagai pribadi mandiri; serta hasil-hasil duniawi sudah pasti mendatanginya.”

Dengan pikiran dan hati terfokus pada Allah, maka ego (keakuan) yang berisi keinginan dan nafsu duniawi pada diri kita perlahan luntur. Kita dapat mengelola rasa dari berbagai keinginan dan perasaan termasuk ketidakpuasan terhadap kehidupan yang membelenggu. Kita pun melangkah dengan penuh ketenangan dan kedamaian. Tak ada kekhawatiran maupun ketakutan.

Inilah kondisi yang merdeka sesungguhnya. Hidup mindful (memberi perhatian penuh) pada Allah Swt. membuat kita terbebas dari jeruji pikiran yang menjerat. Fokus dan tujuan kita hanya tertuju pada-Nya, sehingga pada akhirnya kita manusia berhasil memposisikan diri sebagai hamba yang tidak memiliki apa-apa namun begitu memiliki tugas mulia menjadi wakil-Nya di dunia. Kesadaran dan penerimaan sebagai khalifah menghadirkan potensi cinta yang tiada lain menjadi manusia-manusia yang rahmatan lil ‘alaamiin.

Selanjutnya, kebijaksanaan menaungi setiap gerak geriknya. Ucapannya penuh hikmah. Hidupnya untuk memberi, berbagai, dan melayani. Hatinya selalu teringat akan kematian. Dan ia begitu rindu akan perjumpaan dengan-Nya.

Kesejahteraan berawal dari hadirnya suatu ketenangan. Itulah kekayaan dan keberlimpahan. Hati kita kaya karena kita dekat dengan Sang Maha Kaya. Sehingga kita tidak perlu khawatir tidak diberi rizki (harta, sehat, keamanan, dan sebagainya). Semua sudah diperhitungkan oleh-Nya. Jadi cukup berikhtiar sebaiknya, berdo’a dengan merendahkan diri, dan mendekat kepada-Nya.


1 2 3 4 Sebelumnya <> Berikutnya 6
Share:

0 komentar:

Posting Komentar