Tampilkan postingan dengan label Cara Mengelola Stres. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cara Mengelola Stres. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Januari 2021

Cara Meningkatkan Kualitas Motivasi & Kepribadian Calon Dokter (Bagian 2, Habis)


Oleh Duddy Fachrudin 

Motivasi sederhananya adalah motive to action. Niat atau dorongan untuk berubah yang dapat muncul dari internal maupun eksternal. Motivasi juga berupa alasan tertinggi mengapa seseorang melakukan sesuatu.

Contoh seorang mahasiswa kedokteran memiliki motivasi mendapatkan nilai IPK 3,5. Alasan ia mengapa ingin mendapatkan nilai 3,5 adalah agar ia bisa mendapat beasiswa. Jadi mendapat beasiswa dapat mendorong seseorang untuk mendapatkan nilai IPK 3,5.

Seyogyanya motivasi bersumber dari dalam diri, karena biasanya motivasi yang bersifat internal lebih kuat dibandingkan yang berasal dari luar dirinya.

Jadi mau memiliki nilai tinggi, atau aktif berorganisasi, coba tanyakan motifmu, niatmu. Karena motif ini mendorong seseorang untuk bisa bergerak dan melakukan perubahan dalam hidupnya.

Motivasi perlu dikelola atau dievaluasi. Kadang-kadang motivasi luntur juga, atau seperti yoyo, naik dan turun. Salah satu yang bisa digunakan sebagai sumberdaya dalam mengelola motivasi, yaitu kita perlu mengenal sejauh mana diri kita. Mengenal kelebihan dan kekurangan, minat, hobi, impian. Dan yang paling penting mengenal kepribadian.

Mungkin agak kompleks jika kita berbicara tentang kepribadian. Mudahnya dalam kepribadian ada yang namanya subkepribadian. Subkepribadian ini bisa dikatakan sebagai karakter diri kita.

Manusia memiliki karakter yang beragam. Kajian mengenai karakter sendiri dalam psikologi semakin luas, khususnya setelah Seligman membuat teori mengenai Psikologi Positif. Dalam kajian tersebut kita dapat melakukan pengukuran diri dan mengenal lebih jauh karakter-karakter positif yang telah diklasifikasikan oleh Seligman, dan koleganya.

Maka ijinkan saya berbagi satu tools yang bisa digunakan teman-teman mahasiswa kedokteran agar teman-teman mengenal lebih jauh mengenai diri teman-teman.

Silahkan buka:
https://www.viacharacter.org/survey/account/register  

Dan kemudian melakukan survei online mengenai character strength.

Ada setidaknya 24 karakter dalam 6 virtue (kebajikan), yaitu wisdom, courage, humanity, justice, temperance, dan transcendence.

Sebagai calon dokter, tentu setidaknya perlu memiliki virtue humanity, yang didalamnya terdapat karakter love, kindness, dan social intelligence. Bagaimana jika tidak? Maka perlu adanya evaluasi sekaligus menganalisis diri ini. Selain melakukan perenungan, dapat juga kita bertanya kepada orang lain, "Apa yg bisa saya lakukan untuk memunculkan dan menguatkan karakter ini?" 

Salah satu tumbuhnya karakter karena adanya faktor belajar dan latihan. Keteladanan pun dapat dijadikan sarana internalisasi karakter. Maka pilihlah seseorang yang memiliki karakter yang ingin kita tiru, amati, dan ikuti bagaimana ia berpikir dan berperilaku. Strategi ini dinamakan dengan modeling

Pentingnya memiliki karakter yang sesuai baik itu saat masih menjadi mahasiswa atau dokter nanti adalah bekal keterampilan dan kompetensi sikap. Pada saatnya kita tidak dinilai hanya dari pemahaman tentang sebuah ilmu, tapi juga memiliki kecerdasan berbasis emosional dan spiritual. 

Keseimbangan antara IQ, EQ, dan SQ akan menjadi pemandu menjalani kehidupan dan profesi menjadi dokter. Apalagi dokter adalah seorang community leader, pemimpin di masyarakat yang sudah tentu bagi masyarakat umum merupakan profesi mulia, dan karena ia adalah pemimpin maka haruslah insan yang solutif (memiliki solusi) terhadap permasalahan yang nampak (yang bukan hanya terkait permasalahan kesehatan).

Pada akhirnya, saatnya bagi kita semua untuk hening sejenak, menanyakan motif dan alasan menjadi dokter, mengikuti organisasi, menumbuhkembangkan karakter tertentu, dan mengasah kecerdasan secara holistik yang meliputi IQ, EQ, dan SQ.

Sumber gambar:

Rabu, 12 Agustus 2020

Ubah Dunia dengan Mendengar



Oleh Duddy Fachrudin 

“Dulu gue tuh, berdoa, memohon, meminta, berharap dari mulai yang aneh-aneh sampai yang paling sederhana. 

Meminta hanya untuk sehat aja kok... tapi kenyataannya yang dihadapi sekarang adalah penyakit kanker. Hodgkin’s lymphoma... sejak itu nggak lagi mau meminta. 

Do’a sekarang untuk mendengar dan merasakan energi Yang Maha Kuasa... Hanya keheningan yang membuat kita mendengar sebenarnya...”

Sebuah monolog yang menyentuh dari seorang karakter bernama Meimei yang diperankan Cut Mini dalam ending film Arisan 2. 

Bagi saya, monolog ini sangat menohok kesadaran sekaligus melucuti ego saya yang sering kali meminta ini itu kepada Tuhan.

Berdo’a memang harus, bahkan Allah Swt. meminta kita untuk berdo’a kepada-Nya. Dengan begitu kita sebagai hamba-Nya ini senantiasa merapat dan mendekat kepada-Nya. 

Namun kadang selama berdo’a kita lupa untuk berdialog, mendengar, dan merasakan kehadiran-Nya. 

Kita berdo’a hanya karena memang minta ini itu berupa kebutuhan duniawi.

Aktivitas dunia yang serba sibuk, padat, dan ramai semakin membuat kita lupa akan mendengar, termasuk mendengar tubuh kita sendiri. 

Tubuh berkata “Sudah cukup, aku butuh istirahat. Aku tidak kuat lagi digunakan untuk bekerja. Aku benar-benar butuh istirahat.” 

Sayang orang yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya tidak mendengar jeritan tubuhnya. Kesehatan diabaikan dan akhirnya sakit bahkan tidak jarang meninggal.

Maka kita perlu merenungkan kembali kata-kata Dalai Lama yang menganggap manusia adalah hal yang membingungkannya. 

Mengapa? 

Beliau menjawab, “Karena manusia mengorbankan kesehatannya demi uang. Lalu ia mengorbankan uangnya demi kesehatan. Manusia sangat khawatir dengan masa depannya sampai-sampai tidak menikmati saat ini.”

Sumber gambar:

Selasa, 11 Agustus 2020

Ngopi Susu: Cara Mengusir Kesepian ala Drama Korea



Oleh Nita Fahri Fitria 

Kisah cinta berlatar konflik negara Korea Utara dan Korea Selatan yang dibintangi oleh Hyun Bin dan Son Ye Jin menyedot begitu banyak perhatian pecinta drama Korea. Crash Landing on You, nyatanya bukan sekedar kisah cinta biasa, melainkan sebuah kisah tentang orang-orang kesepian yang pada akhirnya menemukan tempat untuk mendaratkan hati agar tak lagi sepi. 

Seperti kata Yoon Se-ri sebelum naik paralayang hingga tersesat di perbatasan Korea Utara-Korea Selatan, “Angin harus bergerak agar aku bisa terbang.”, maka sejatinya kita memang perlu terus bergerak dan mengisi kehidupan ini dengan sesuatu yang bermakna.

Yoon Se-ri yang telah berhasil membangun perusahaan besar, bergelimang harta, dan dikelilingi berbagai fasilitas mewah, rupanya punya banyak lubang sepi di hatinya. Tidak dekat dengan ayah-ibu, hingga hubungan saudara yang penuh dengan ambisi perebutan harta khas para chaebol (konglomerat) di Korea Selatan. 

Terjebak di sebuah desa yang jauh dari barang-barang modern di Korea Utara, rupanya membantu Yoon Se-ri untuk mulai mengisi lubang-lubang sepi itu. Ada Kapten Ri yang membuatnya jatuh cinta, keempat prajurit yang perlahan menjadi karib, hingga ibu-ibu kompleks militer yang turut menghangatkan hatinya. 

Jika dulu Yoon Se-ri terkenal sebagai “putri pemilih” yang tak pernah memakan apapun lebih dari tiga suap, maka di desa sederhana itu ia bisa melahap apa saja dengan nikmat.

Apakah Yoon Se-ri satu-satunya yang kesepian dan menemukan kebahagiaan di drama ini? Tidak, hampir semua pemeran, termasuk si gagah Ri Jeong-hyeok yang memilih untuk tidak terlibat perasaan secara pribadi dengan siapapun karena takut terluka seperti saat ia kehilangan kakak satu-satunya. Juga Seo Dan, wanita yang dijodohkan dengan Ri Jeong Hyeok, yang memelihara kesepian dengan cinta sepihak pada Ri Jeong Hyeok. 

Seo Dan bersikeras ingin menikah dengan Ri Jeong Hyeok, dan menganggap bahwa ia akan bahagia, padahal rasa cintanya pada Ri Jeong Hyeok tidak lebih dari ambisi ingin memiliki yang berujung pada semakin besarnya rongga sepi itu di dalam hatinya. 

Begitu pula dengan Gu Seung-joon si penipu ulung yang berusaha menutupi rasa sepinya sebagai seorang yatim dengan menipu keluarga Yoon Se-ri untuk membalas dendam. 

Uniknya Gu Seung-joon mengakui bahwa setelah berhasil menipu keluarga Yoon Se-ri, ia nyatanya malah merasa tidak bahagia sama sekali. Gu Seung-joon kian terpuruk dalam rasa sepi dan terus bertanya, “Jika aku mati, siapa yang akan menangisiku?”

Begitulah keempat tokoh sentral dalam drama ini bergelut dengan rasa kesepiannya masing-masing. Mereka tersesat dan keliru memilih jalan untuk mengisi rasa sepi dengan memburu tujuan yang salah. 

Tapi kembali, seperti kata Yoon Se-ri, ada kalanya kita salah naik kereta dan tersesat, tapi justru di sanalah kita menemukan sesuatu yang indah. 

Ya dalam ketersesatan itu, Yoon Se-ri, Ri Jeong Hyeok, Seo Dan, hingga Gu Seung-joon pada akhirnya menemukan landasan tempat mereka melabuhkan rasa sepi dan membasuh jiwa yang haus akan cinta, crash landing on you.

Bertemu dengan sosok-sosok yang tulus dan membantunya saat kesulitan, Yoon Se-ri akhirnya tahu bahwa makan bersama itu membahagiakan, dan ia tak perlu lagi memelihara tembok diri yang membuatnya kian terkucil dari orang-orang terkasih. Se-ri kemudian membuka diri untuk kembali terhubung dengan orang-orang di sekitarnya. 

Bersama Yoon Se-ri, Kapten Ri Jeong Hyeok memutus tali kesepiannya dan memutuskan untuk siap terluka sebagai resiko saat mencintai seseorang. Ri Jeong Hyeok menyadari, bahwa meski pada akhirnya harus berpisah dengan yang dicinta, tapi memperjuangkan cinta itu sendiri adalah kebahagiaan, bahwa mencintai itu menyembuhkan. 

Dengan Seo Dan, Gu Seung-joon memahami bahwa ia tidak perlu balas dendam untuk mencapai kebahagiaan, bahwa kesepian yang ia pikul sepanjang hidup rupanya dapat ia genapkan dengan cinta yang sederhana. 

Juga Seo Dan, yang pada akhirnya memutus rantai sepi yang ia simpul sendiri dalam balut ambisi, lalu membuka dan mengijinkan cinta mengalir dengan lembut mengisi setiap rongga sepi di hati.

Haruskah kita tersesat ke Korea Utara untuk mengusir sepi seperti Yoon Se-ri? Tidak juga. 

Jika menyimpulkan hasil diskusi Ngopi Susu Virtual pada 27 Juni 2020, rupanya kesepian yang bisa saja dirasakan oleh setiap orang dapat kita atasi dengan cara yang sederhana, yaitu terhubung. Seperti pada drama “Crash Landing on You”, keempat tokoh tadi memelihara sepi di hati karena gagal terhubung dengan sesuatu yang sejatinya dekat dengan mereka, dan memilih untuk membangun tembok tinggi yang makin memisahkan mereka dari hangatnya cinta kasih.

Cinta kasih dalam hal ini bukan melulu cinta kasih romantis antara pria dan wanita, tapi juga cinta kasih dengan teman seperti Yoon Se-ri dan keempat prajurit juga ibu-ibu komplek militer, cinta kasih dengan masa lalu, seperti yang dilakukan Gu Seung-joon yang berdamai dengan dendamnya, dan tentu saja cinta kasih untuk diri sendiri, seperti Seo Dan yang memutus ikatan ambisi yang ia simpul sendiri.

Kita perlu terhubung dengan apa yang ada dalam kehidupan ini, dengan aktivitas yang dijalani (mindful in daily activities), dengan binatang peliharaan, dengan tanaman, dan tentu saja dengan orang-orang di sekitar. Karena kesepian menjalar dan membentuk rongga di hati ketika hubungan itu terlepas, atau sengaja kita lepaskan. 

Mungkin kita adalah Yoon Se-ri, yang kemudian memburu tujuan yang keliru untuk mengusir kesepian dengan memuaskan diri pada atribut yang tidak esensial. Tetapi semoga pada akhirnya ketersesatan itu membawa kita pada kesadaran, bahwa jika kita adalah sebatang kara seperti Gu Seung-joon di dunia ini, kita perlu selalu ingat untuk mencipta keterhubungan kita dengan-Nya.

Sumber gambar:

Rabu, 29 Juli 2020

Gandhi, Tolstoy, dan Wukuf di Padang Arafah



Oleh Duddy Fachrudin 

Kian hari semakin banyak yang mempelajari mindfulness. Malam ini baru saja selesai mengkaji dan berdiskusi terkait ilmu ini. Yang hadir tidak main-main, para profesional, akademisi, dan juga praktisi.

Lalu apa yang sebenarnya kita cari? Segenap tanya meminta jawaban yang sesuai logika hingga rasa.

Begitulah manusia. Semestinya. Senantiasa ingin bertumbuh dan berkembang seperti Gandhi dan Tolstoy yang kadang pemikirannya tak kita mengerti. Gandhi yang senang jalan kaki dan puasa, sementara Tolstoy, bangsawan dan pujangga besar itu bercita-cita menjadi orang biasa-biasa saja.

Keduanya tak pernah bertatap muka, namun disatukan oleh kata-kata.

Dalam surat terakhirnya kepada Gandhi, Tolstoy menulis:

The longer I live-especially now when I clearly feel the approach of death-the more I feel moved to express what I feel more strongly than anything else, and what in my opinion is of immense importance, namely, what we call the renunciation of all opposition by force, which really simply means the doctrine of the law of love unperverted by sophistries. 

Love, or in other words the striving of men's souls towards unity and the submissive behaviour to one another that results therefrom, represents the highest and indeed the only law of life, as every man knows and feels in the depths of his heart (and as we see most clearly in children), and knows until he becomes involved in the lying net of worldly thoughts. This law was announced by all the philosophies- Indian as well as Chinese, and Jewish, Greek and Roman.

Cinta melahirkan persatuan dan kesatuan. Tak ada lagi membeda-bedakan, penilaian, serta penghakiman. Semua sama berkat cinta. Karena cinta pula lahir ahimsa. 

Keduanya menempuh jalan sunyi. Jalan transformasi. Bukan untuk mengubah dunia. Melainkan menanam untuk diri sendiri. Agar memahami dan mengenali diri.

###

Siapa kita ini? Semburat tanya kembali menggeliat. 

Bersama mereka dari berbagai negara, bangsa, berbeda suku, ras, dan kulit warna melakukan waqafa (berhenti sejenak), di padang arafah (hamparan pengetahuan) di waktu siang dan malam hari, di puncak haji.

Wukuf, berdiam diri untuk mengenal, dan memahami, serta menyadari diri.

Begitulah haji mengajarkan. Haji adalah arafah. Begitu sabda Nabi.

Haji adalah retreat akbar yang mengajak manusia untuk menilai dirinya agar tak lagi memvaluasi untung rugi. Tak lagi termelekati rupa-rupa kemolekan sensasi yang diindera oleh penglihatan, pendengaran, juga hati.

Arafah adalah upaya untuk menjadi murni. Cara agar kita manusia melepaskan diri dari jerat ilusi dan halusinasi. Strategi dalam mengolah batin untuk tak lagi menjadi hakim selama hidupnya. 

Maka arafah adalah hikmah bagi mereka yang berserah menjalani kehidupan dengan ilmu dan cinta.

Sumber gambar:

Senin, 20 Juli 2020

Metafora: Keluarga



Oleh Duddy Fachrudin 

Laki-laki berusia 45 tahun itu berjalan gontai. Wajahnya kuyu, namun tetap berusaha memperlihatkan senyumnya kepada saya. 

Senyumnya layu. 

Tampak bibir dan gigi-giginya menghitam akibat tar yang ia nikmati dalam belasan puntung rokok setiap harinya. Ia duduk di sebelah saya. 

Tangan kanannya diangkat dan diusapkan ke wajah tirus dan kepalanya yang beruban. Nafasnya begitu berat. 

Lalu, tak lama kemudian ia berucap, “Apa yang terjadi pada saya? Kenapa saya begini?” 

Sejak 3 hari bertemu dengannya, hanya kalimat itu yang ia lontarkan dari mulutnya. 

Hiburan satu-satunya di bangsal hanya sebuah televisi. 

Sore itu, sebelum mentari tenggelam dan adzan berkumandang kami menonton tv. Tidak ada acara yang menarik, hanya berita biasa seputar artis yang mempertontonkan gaya hidupnya yang berkecukupan. 

Tiba-tiba laki-laki itu berkata, “Dulu saya begitu, tapi sekarang...”, lagi-lagi tangan kanannya diangkat dan jemarinya mengusap wajah dan kepalanya. “Kenapa saya sakit seperti ini?” lirih laki-laki itu lagi.

Dua tahun yang lalu, tubuhnya masih tegak dan berjalan dengan penuh semangat. Ia masih bekerja di sebuah pabrik gula di sebuah kota di Jawa Timur. Namun dua kecelakaan motor dan peristiwa keracunan pestisida membuat hidupnya berubah. 

Kinerja fisiknya menurun. Tangannya kaku dan sering bergetar. Penglihatannya kabur dan tubuhnya lemas. Kondisi fisik mempengaruhi kinerjanya di pabrik. Dan ia pun di PHK oleh perusahaan.

Sebelum kejadian-kejadian itu hidupnya bahagia, berkecukupan, dan senantiasa berinteraksi secara sosial dengan keluarga dan tetangganya. 

Saat ini jiwanya begitu rapuh, depresif, dan hampa. Semuanya tampak hancur baginya. Satu-satunya yang ingin dilakukannya adalah bertemu dengan istri dan anak-anaknya.

Saya bertemu dengannya selama kurang lebih 3 minggu, menemaninya dan mengajaknya berbincang-bincang layaknya seorang kawan. 

Di sela-sela itu, saya menyempatkan diri untuk menemui keluarganya—istri dan ketiga anaknya serta saudara-saudaranya. Tak lupa saya meminta ijin untuk mengambil foto mereka.

Di akhir pertemuan dengannya, saya memberikan foto istri dan anak-anaknya. Tampak wajahnya tersenyum dan rona bahagia memancar di wajahnya. 

Ia lalu bercerita bahwa ia sudah boleh pulang dengan syarat mengurangi frekuensi merokoknya. Laki-laki itu menceritakan rencana-rencana yang akan dilakukannya setelah kembali ke keluarga. Saya senang dengan perkembangan ini.

Saya mohon pamit kepadanya karena memang waktu praktek telah usai. Kami berpisah dengan masing-masing mengucapkan terima kasih. 

Satu hal yang tak terduga adalah ketika ia mengatakan, “Salam untuk keluarga” kepada saya. 

Sumber gambar: 

Selasa, 30 Juni 2020

Mindful Diet: Memasak Dimsum Sepenuh Jiwa


Oleh Nur Yanayirah 

Kenapa mindful cooking

Karena saat saya belanja, cuci bersih bahan, bikin adonan, membentuk adonan, dan kukus, dilakukan dengan mindful, maka memasak menjadi enjoy. Penuh kesadaran dan kesabaran, fokus dan konsentrasi selama memasak. 

Mengosongkan pikiran untuk hal-hal lain, memprioritaskan untuk memasak dimsum ini, dan menikmati semua proses-nya, tidak terlalu mempedulikan bagaimana hasilnya. 

Yang penting adalah "kenikmatan dalam bekerja", hadir pada saat ini, pikiran tidak mengawang-awang ke masa lalu, atau masa depan. Hadir, sepenuh jiwa...

Dimsum Ayam Keju

Bahan:
-500 gram ayam cincang
-Keju 100 gram
-Wortel parut

Haluskan:
-Bawang merah 10 siung
-Bawang putih 5 siung
-Jahe 1 buah

Bumbu lain:
-Saus tiram 2 sachet
-Penyedap rasa bisa di skip
-Tapioka 10 sdm
-Telor 1 butir
-Daun bawang secukupnya
-Garam secukupnya
-Gula pasir secukupnya
-Kulit pangsit

Let's cook...
 
Cuci bersih ayam, lalu cincang.

Haluskan bumbu, tambahkan saus tiram, penyedap rasa, garam, gula, daun bawang cincang, tambahkan telur dan keju, aduk rata, dan taburi wortel parut.

Masukan adonan dimsum ke dalam kulit pangsit, kukus selama 35-40 menit, api sedang saja. 

Sajikan..

Hidup berkesadaran dengan melakukan mindfulness in cooking. Cukup masak yang simpel-simpel. 

Atau selain memasak teman-teman juga bisa melatih hidup mindful dengan melakukan aktivitas: menyetrika baju, melukis, menggambar, dan menjahit. Jangan terlalu pedulikan hasilnya. At least teman-teman sudah berusaha.

Dengan terbiasa melakukan ini, insya Allah kita jadi bisa lebih fokus, dan mengurangi pikiran negatif yang tidak perlu.

Sumber gambar:
Dokumentasi pribadi

Senin, 13 April 2020

Iftirosy Mengusir Corona dan Kerja dari Rumah


Oleh Duddy Fachrudin 

Seorang bocah cilik dengan lantangnya berkata kepada corona: 

Hey corona, siraku ya gawe pegawean isun 
Isun pengen sekola bae beli bisa 
Pegawean diliburaken 
Apa-apa diliburaken 

Siraku... mana lunga 
Aja mene-mene maning 

Hei corona, kamu tuh buat pekerjaan aku 
Aku mau sekolah saja tidak bisa
Pekerjaan diliburkan 
Apa-apa diliburkan 

Kamu tuh ya, sana pergi 
Jangan ke sini lagi

Jika setiap orang disurvei terkait keberadaan corona, maka semua setuju jika corona menjauh, memudar, menghilang dari muka bumi. 

Gara-gara corona semuanya menjadi stres: 

Cemas keluar rumah 
Bosan di rumah aja 
Penghasilan tak punya 
Parno kalau ada yang batuk dan bersin seenaknya 

Tabungan menipis dan terpaksa puasa makan 
Ga bisa lagi jalan-jalan 
Ga bisa lagi nonton film bersama teman 

Kerja di rumah ga bisa fokus dan banyak gangguan 
Kerja di rumah sendirian 
Kerja di rumah malah tidur berkurang 

Semuanya berubah dari biasanya. Tak semestinya begini. Corona sana pergi! 

Lagi-lagi jiwa kita marah, tak menerima yang ada. 

Berusaha memejamkan mata, lalu menarik nafas dengan lembut, dan berdoa: 

Tuhan, kuatkan aku untuk mengubah hal-hal yang dapat aku ubah. Ikhlaskan aku untuk menerima hal-hal yang tidak dapat aku ubah. Dan jernihkan pikiran serta hatiku untuk dapat membedakan keduanya. 

Setelahnya stretching sejenak melepaskan ketegangan. Ah, lalu menikmati sajian buah-buahan. 

Hati terasa tenang karena tak berusaha mengendalikan. Segalanya diletakkan: stres, cemas, dan ketakutan. 

Jiwa tak lagi carut marut. Wajah tiada berkerut. 

Diri menyelam dalam tahannuts. 

Melakukan dudi (duduk diam) iftirosy. 

Rabbighfirlii 
Warhamnii 
Wajburnii 
Warfa'nii 
Warzuqnii 
Wahdinii 
Wa'afinii 
Wa'fuannii 

Diawali dengan Tuhan ampuni aku dan diakhiri dengan Tuhan maafkanlah aku (yang suka mengeluh). 

Kerja di rumah nir stres dan tanpa keluhan. 

Mari atur napas untuk kembali pada prioritas. Usahakan tak terlalu multitasking agar tak menjadi pusing. Membuat jeda untuk mengisi energi cinta. Say hello menyapa teman yang selama pandemi jadi berjauhan. Dan mengawal diri untuk esok hari dengan tidur lebih awal. 

Sumber gambar: 

Rabu, 01 April 2020

Teater Corona, Aku, dan Afalaa Ta'qiluun


Oleh Duddy Fachrudin 

Teater corona terus berlanjut 
Akankah manusia kembali benjut

Aku siap benjut hingga hanya memakai cangcut 
Toh hidup ini hanya ketelingsut 

Mau melawan juga pakai apa? 
Wong aku ora duwe apa-apa 

Cuma bisa puasa tanpa sahur dan berbuka seadanya 
Kalau perlu mutih 40 hari 100 hari sekaligus bertapa dari segalanya 

### 

Aku hanya ingin Tuhan tidak murka 
Ini kehendak-Nya, 
bukan kehendakku 

Aku bukanlah aku 
Aku sudah tiada sejak dulu 

Meski yang dulu-dulu suka menyapa dalam mimpi 
Meminta untuk dikasihani 

### 

Aku hanyalah atom berongga 
Ruang hampa, gelap, dan tak bercahaya 

Hologram membisu, juga merindu 

### 

Aku cuma lempung kampung yang bebas ditelikung maupun diserimpung 
Aku fana fatamorgana yang sudah sejak dulu kala menderita 

### 

Aku materi berfrekuensi yang siap meluruh menjadi energi 
Terbebas dari labirin yang menghimpit penuh ilusi halusinasi 

### 

Corona akan terus bertamu 

Tak ingin menyuruh-nyuruh: 
"Tuhan, lenyapkan corona itu" 

Malu nyuruh-nyuruh Al-Hayyu Al Mumiitu 
Siapa aku nyuruh-nyuruh 

### 

Aku kulit yang mengelupas terkena panas 
Melepuh dan melepas 

Berduyun-duyun sel-sel mengayun tunduk memohon agar bisa ilaihi roji'uun 

### 

Aku, 
si dungu letih ringkih yang hanya bisa bersembunyi dalam kelambu 

Kelambu kasih sayang tempatku bersembahyang 
Menyanyikan stanza cinta bergelombang 

### 

Tak ikut-ikut lagi menanam buah khuldi 
Seperti yang mereka lakukan setiap hari 

Memanen, menikmati, menanam lagi dan lagi 
Terus berulang-ulang kali 

Tak pernah puas dan tak menyadari, 
misi penciptaan diri 

### 

Biarlah aku di sini, 
mati, 
membunuh diri 

Tak terbuai lagi dengan khuldi khuldi 

### 

Corona terus bergentayangan 
Yang ini datang berbulan-bulan 

Yang lain (mungkin) bertahun-tahun 
Menggembalakan racun agar manusia kembali membaca afalaa ta'qiluun 

### 

Bagi para pecinta, 
racun tha'un itu adalah kritik mesra dan pesona kasih-Nya tak terkira 

Sumber gambar: 

Senin, 09 Maret 2020

Amartya... Percik Sadar di Pusar Syahwat yang Berkelindan dengan Hasrat (Bagian 1)



Oleh Tauhid Nur Azhar

Mimpi apa saya? Di malam yang mendadak basah ini saya juga mendadak gelisah, resah, dan gundah...

Apakah ini nyata? Demikian sebaris tanya bak running text terus saja berulang di dalam benak saya seolah menjadi cameo pengisi ruang. 

Ya undangan kehormatan Dhian, seorang akademisi ISI Surakarta, membuat saya terdampar dan terkapar lemas di pantai-pantai sadar tak berbalut lagi selembar nalar. 

Sungguh sajian malam ini kurang ajar... Asu, kata Mas Butet, yang semalam duduk tepat di depan saya. 

Diawali terbukanya gerbang mistika yang penuh dengan mustika lewat mantra musika Kua Etnika yang menggetarkan sukma, dimulailah sebuah perjalanan spiritual menuju gua garba cinta dan asal muasal manusia. 

Mbak Silir dengan intonasi yang bisa semilir sekaligus berhembus kencang menghilir, membuai gendang telinga untuk larut dalam rima demi rima yang dibangkitkan dari pusara cerita oleh sang penyulap, kata Landung Simatupang anak Batak asli Jogja. 

Marinta Si Anak Matahari yang mewarisi radiasi hasil fusi saripati Tanah Karo dengan puser bumi tanah Jawa, Solo, membungkus kasunyatan dalam aliran gairah syahwat nalar nan gawat sampai tak terasa ada yang mengerut dalam cawat. Sirna lah nafsu yang berbaju hasrat. Lahirlah sejuta tanda tanya nan menggoda, meski sebagian besarnya tersandera retorika dan akan larut dalam pekatnya haeno tiga dunia nyata. 

Kasunyatan...yang nyata sesungguhnya yang maya. Yang lapar sesungguhnya indera. Yang kuasa sesungguhnya raga yang menjadi daya wadag adalah boga. Dan hidup adalah maha daya yang tak terperdaya oleh cinta maya. 

Adalah air, adalah rasa, adalah eter yang mengisi setiap jengkal ruang semesta. Persetan dengan Schopenhauer dengan majas idea nya. Persetan dengan Heidegger yang terlalu centil dengan ajaran Husserl tentang fenomena...

Belajarlah mencari apa yang terlukis dan tertulis di jiwa. Dan Jawa adalah Jiwa yang bermata, Mata Jiwa. Mata yang menembus sifat fana dan berkelindan dengan para malaikat yang baka. 

Wujud, qidam, baqa... eksistensi materi adalah bagian dari konstruksi hati yang mencari. Yang dicari tak pernah pergi, tapi kita mencintai proses mencari. Karena esensi mencari adalah mengenali yang hakiki. Mengagumi dan mengamati dari setiap sudut persepsi.

Halaman Selanjutnya >>>

Sumber gambar:
https://funnyjunk.com/channel/wallpapers/A+collision+of+dark+and+light/pLstDcY/

Kamis, 16 Januari 2020

ἐν παντὶ μύθῳ καὶ τὸ Δαιδάλου μύσος (Bagian 2, Habis)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Dan dendam melahirkan kecemasan kronis. Kata "kronis" tersebut sejatinya diambil dari nama Kronos. 

Sakit hati yang berkronologis. Kronos yang menikahi Rea dihantui kecemasan bahwa keturunannya juga akan mengkhianati dirinya. Ia memakan semua anaknya, kecuali Zeus yang disembunyikan Rea dan ditukar batu. 

Maka hanya batu dan Zeus yang tak lekang oleh siklus dendam berkesinambungan. 

Lalu mengapa manusia terlahir dengan luka yang siap untuk menganga karena pusaran dosa? 

Bukankah kita suci dan terlahir dalam kondisi nan fitri, tapi mengapa kita begitu terpesona pada daya tarik yang kekuatannya akan membuka kembali luka lewat jalan duka. 

Kehilangan karena mencari yang telah dimiliki. Kelelahan karena mengejar pada yang berlari sejengkal saja di belakang kita: masalah. 

Sebenarnya apapun itu nama sandingannya secara metonimia, masalah adalah masalah. Ia selalu akan membersamai kita saat ini dan sesaat kemudian segera bermetamorfosa menjadi masa lalu, bukan?

Maka masalah yang tersisa pastilah sejengkal di belakang, dan ia akan terus ikut berlari selama kita terus berlari. 

Bahkan maslah takkan pernah menjauh sedikitpun, kecuali kita berhenti dan berbalik untuk menghadapi. 

Sayangnya bagi sebagian besar dari kita, konsep itu masih terus betah menjadi sekedar wacana yang terangkum dalam kalimat inspiratif nan kontemplatif dari para "coach" kehidupan. 

Sejujurnya sayapun masuk kategori kelompok pelari, yang sesekali mencoba berani untuk berhenti, belajar menghadapi, dan... pada akhirnya memilih untuk melanjutkan balap lari dengan masalah yang kalau demikian tentu tidak akan pernah kalah, meski juga tak punya peluang untuk menang. 

Kondisi semacam ini tak perlu terlalu berimajinasi tinggi untuk mengetahui hasil akhirnya. Sudah jelas kita akan terkapar kelelahan dan ditimbuni masalah yang telah menyertai kita di sepanjang "pelarian"...


Sumber gambar:

ἐν παντὶ μύθῳ καὶ τὸ Δαιδάλου μύσος (Bagian 1)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Sejarah peradaban manusia terlahir dari luka. Tentang khianat pada realita. Tentang ketakutan Kronos akan arti niscaya hingga ia ingin menciptakan keadaan nirkala.

Timeless... tanpa waktu. 

Dan Kronos pun rela memakan semua anaknya dari Rea karena tersandera dalam kutukan masa lalu. 

Masa lalu yang tak terbunuh oleh waktu. Malah masa lalu itu bertumbuh seiring dengan semesta yang menua. Semesta dan sejarah dari segalanya. 

Dalam karyanya Theogonia. Asal usul segala sesuatu diceritakan oleh Hesiodos. 

Dia mulai dengan Khaos, suatu entitas yang tak berbentuk dan misterius. Dari Khaos ini muncullah Gaia atau Gê (Dewi Bumi) serta beberapa makhluk dewata primer lainnya, di antaranya adalah Eros (Cinta), Tartaros (Perut Bumi), Erebos (Kegelapan), dan Niks (Malam). 

Niks bercinta dengan Erebos dan melahirkan Aither (Langit Atas) dan Hemera (Siang). Tanpa pasangan pria (partenogenesis), Gaia melahirkan Uranus (Dewa Langit) dan Pontos (Dewa Laut). 

Uranus kemudian menjadi suami Gaia. Dari hubungan mereka, terlahirlah para Titan pertama, yang terdiri dari enam Titan pria, yaitu Koios, Krios, Kronos, Hiperion, Iapetos, dan Okeanos, serta enam Titan wanita, yaitu Mnemosine, Foibe, Rea, Theia, Themis, dan Tethis. 

Karena satu dan lain hal Gaia berselisih pandang dengan Uranus yang mengisolasi anak-anak mereka yang buruk rupa (Cyclops, raksasa bermata satu). Gaia murka dan meminta Kronos menyiksa ayahnya yang "kabur" dari kenyataan dan tak ingin terperangkap oleh keadaan. Karena Uranus dianggap Kronos--anaknya sendiri, sebagai pengecut, maka Kronos memotong penis Uranus. 

Maka setiap kisah mitos pastilah mencemari Daidalos... beratnya menanggung derita dunia yang menua dengan begitu banyak noda nista dan begitu banyak semburan ludah berbisa dari kata-kata beracun yang mematikan.

Sumber gambar:

Minggu, 06 Januari 2019

Event Mindfulness: Mindfulness-Based Cognitive Therapy


Oleh Duddy Fachrudin

Mengawali 2019, apa resolusimu?

Setiap orang mendambakan kondisi yang lebih baik setiap harinya. Jika tidak bisa lebih baik, minimal hari ini setara dengan hari kemarin. Jika saat ini lebih buruk dari yang lalu, maka kita menjadi orang yang merugi.

Kesehatan, finansial, spiritual, ilmu dan pengetahuan, teknologi, relasi dan sosial, serta kebahagiaan secara psikologi merupakan domain resolusi dalam hidup manusia.

Kita berharap semua aspek kehidupan tersebut terpenuhi sehingga kehidupan yang kita jalani dapat berjalan dengan lancar dan tenteram.

Namun, kadang kita menemui beberapa aspek tidak berada dalam keseimbangan sehingga menggerus dan menggoyahkan perjalanan hidup. Di saat seperti ini, jiwa kita menjadi tidak stabil, pikiran terdistorsi, dan perasaan yang tidak menentu hadir menemani hari demi hari.

Maka, resolusi 2019 itu perlu ditambahkan satu domain lagi, yaitu berharap agar bisa lebih mindful. Agar kita bisa menyadari, menerima, dan melepas segala pikiran dan perasaan yang tidak nyaman.

Untuk itu kami hadir.

Mindfulness-Based Cognitive Therapy ini bukan hanya untuk para praktisi psikologi saja, namun untuk siapa saja yang ingin mempelajari mindfulness secara sistematis dan komprehensif, lalu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Beritahu teman-teman dan kerabatmu. Kabar terbaru hingga hari ini, masih ada seat tersedia untukmu.




Minggu, 19 Agustus 2018

Mindfulness Event: Merdeka Dari Penjara Pikiran


Oleh Duddy Fachrudin

Kekecewaan, kemarahan, kecemasan, kesedihan, kebencian, rasa malu, ketakutan, rasa bersalah berlebihan, kesombongan, iri, dengki, dan prasangka negatif yang terus membelenggu membuat kita sesungguhnya "belum merdeka" dari kehidupan ini.

Saatnya kita menjadi pandai mengelola rasa dan pikiran.

Mari belajar bersama memerdekakan diri dari penjara pikiran, pada hari minggu, 26 Agustus 2018 pukul 09.00-12.00 wib @Kopi372 Dago Pakar, Bandung ☕🌳

Event asik ini memiliki 3 kegiatan:

1. Sesi mindfulness
2. Musikalisasi puisi
3. Launching komunitas Mindfulnesia

Bersama Kang Duddy & Tim Mindfulnesia.

Siapa yang bisa hadir? Anda yang ingin hidupnya lebih baik, ingin terus meningkat secara mental, dan pastinya yang menyukai psikologi 💖💖💖

Daftar sekarang juga karena tempat terbatas ke:
Hesti: 0812 1435 777

Investasi IDR. 150K* dan sudah termasuk seminar kit, e-certificate, snack & coffee.

*Semua keuntungan dari event ini akan disumbangkan kepada korban gempa Lombok