Tampilkan postingan dengan label Cara Menjadi Bahagia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cara Menjadi Bahagia. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Januari 2021

Cara Meningkatkan Kualitas Motivasi & Kepribadian Calon Dokter (Bagian 2, Habis)


Oleh Duddy Fachrudin 

Motivasi sederhananya adalah motive to action. Niat atau dorongan untuk berubah yang dapat muncul dari internal maupun eksternal. Motivasi juga berupa alasan tertinggi mengapa seseorang melakukan sesuatu.

Contoh seorang mahasiswa kedokteran memiliki motivasi mendapatkan nilai IPK 3,5. Alasan ia mengapa ingin mendapatkan nilai 3,5 adalah agar ia bisa mendapat beasiswa. Jadi mendapat beasiswa dapat mendorong seseorang untuk mendapatkan nilai IPK 3,5.

Seyogyanya motivasi bersumber dari dalam diri, karena biasanya motivasi yang bersifat internal lebih kuat dibandingkan yang berasal dari luar dirinya.

Jadi mau memiliki nilai tinggi, atau aktif berorganisasi, coba tanyakan motifmu, niatmu. Karena motif ini mendorong seseorang untuk bisa bergerak dan melakukan perubahan dalam hidupnya.

Motivasi perlu dikelola atau dievaluasi. Kadang-kadang motivasi luntur juga, atau seperti yoyo, naik dan turun. Salah satu yang bisa digunakan sebagai sumberdaya dalam mengelola motivasi, yaitu kita perlu mengenal sejauh mana diri kita. Mengenal kelebihan dan kekurangan, minat, hobi, impian. Dan yang paling penting mengenal kepribadian.

Mungkin agak kompleks jika kita berbicara tentang kepribadian. Mudahnya dalam kepribadian ada yang namanya subkepribadian. Subkepribadian ini bisa dikatakan sebagai karakter diri kita.

Manusia memiliki karakter yang beragam. Kajian mengenai karakter sendiri dalam psikologi semakin luas, khususnya setelah Seligman membuat teori mengenai Psikologi Positif. Dalam kajian tersebut kita dapat melakukan pengukuran diri dan mengenal lebih jauh karakter-karakter positif yang telah diklasifikasikan oleh Seligman, dan koleganya.

Maka ijinkan saya berbagi satu tools yang bisa digunakan teman-teman mahasiswa kedokteran agar teman-teman mengenal lebih jauh mengenai diri teman-teman.

Silahkan buka:
https://www.viacharacter.org/survey/account/register  

Dan kemudian melakukan survei online mengenai character strength.

Ada setidaknya 24 karakter dalam 6 virtue (kebajikan), yaitu wisdom, courage, humanity, justice, temperance, dan transcendence.

Sebagai calon dokter, tentu setidaknya perlu memiliki virtue humanity, yang didalamnya terdapat karakter love, kindness, dan social intelligence. Bagaimana jika tidak? Maka perlu adanya evaluasi sekaligus menganalisis diri ini. Selain melakukan perenungan, dapat juga kita bertanya kepada orang lain, "Apa yg bisa saya lakukan untuk memunculkan dan menguatkan karakter ini?" 

Salah satu tumbuhnya karakter karena adanya faktor belajar dan latihan. Keteladanan pun dapat dijadikan sarana internalisasi karakter. Maka pilihlah seseorang yang memiliki karakter yang ingin kita tiru, amati, dan ikuti bagaimana ia berpikir dan berperilaku. Strategi ini dinamakan dengan modeling

Pentingnya memiliki karakter yang sesuai baik itu saat masih menjadi mahasiswa atau dokter nanti adalah bekal keterampilan dan kompetensi sikap. Pada saatnya kita tidak dinilai hanya dari pemahaman tentang sebuah ilmu, tapi juga memiliki kecerdasan berbasis emosional dan spiritual. 

Keseimbangan antara IQ, EQ, dan SQ akan menjadi pemandu menjalani kehidupan dan profesi menjadi dokter. Apalagi dokter adalah seorang community leader, pemimpin di masyarakat yang sudah tentu bagi masyarakat umum merupakan profesi mulia, dan karena ia adalah pemimpin maka haruslah insan yang solutif (memiliki solusi) terhadap permasalahan yang nampak (yang bukan hanya terkait permasalahan kesehatan).

Pada akhirnya, saatnya bagi kita semua untuk hening sejenak, menanyakan motif dan alasan menjadi dokter, mengikuti organisasi, menumbuhkembangkan karakter tertentu, dan mengasah kecerdasan secara holistik yang meliputi IQ, EQ, dan SQ.

Sumber gambar:

Cara Meningkatkan Kualitas Motivasi & Kepribadian Calon Dokter (Bagian 1)


Oleh Duddy Fachrudin

Alkisah, seorang remaja, mahasiswa kedokteran bernama Siro tengah gundah gulana. Nilai-nilainya kurang memuaskan di tahun pertamanya. Meski begitu ia dapat naik ke semester 3.

Meski nilainya tidak sebaik teman-temannya, pada awal tahun kedua studinya, Siro mulai mengikuti berbagai organisasi. Ia menjadi pengurus BEM dan aktif pada kegiatan ekstrakurikuler olahraga.

Ia sempat meminta saran kepada kakak kelasnya, apakah fokus pada pencapaian akademik atau juga ikut organisasi di kampusnya. Kakak kelasnya menyarankan agar ia aktif berorganisasi dengan tujuan mendapatkan pengalaman serta belajar untuk berinteraksi dengan orang lain. Bukankah, dokter adalah pekerjaan sosial yang sangat menekankan humanisme?

Siro mengikuti masukan dari kakak kelasnya itu. Sembari ia juga mulai belajar mengenai self-development. Setiap bulan ia mewajibkan untuk membeli dan membaca satu buku pengembangan diri.

Sampai suatu ketika, Siro sedang membaca buku motivasi yg berjudul "Mengubah Kegagalan Menjadi Kesuksesan". Ia sangat tertarik dengan buku tersebut, sampai-sampai menerapkan satu per satu tips yang ada dalam buku.

Setelah menamatkan dan mempraktikkan isi buku, Siro rupanya masih penasaran. Ia ingin bertemu penulisnya langsung, kemudian meminta tips dan rahasia agar bisa memiliki motivasi yang tinggi dan menjadi mahasiswa kedokteran yang sukses secara akademik maupun organisasi.

Sampai akhirnya Siro menghubungi penulis buku tersebut yang tiada lain adalah seorang psikolog. Psikolog itu sangat baik dan mau membuat janji untuk bertemu Siro.

Pada hari yang ditentukan, Siro begitu bersemangat untuk bertemu penulis buku. Sesampainya di rumah sang penulis, ia menceritakan kegelisahannya.

"Jadi saat ini saya adalah mahasiswa kedokteran yang memiliki nilai yang tidak terlalu bagus. IPK saya 2.3. Dengan nilai yang kecil ini kadang saya minder dan ingin fokus saja memperbaiki nilai. Namun di sisi lain, saya juga ingin ikut berorganisasi sehingga bisa menambah pengalaman saya.

Saya sangat senang sekali membaca buku ini. Buku ini membantu saya untuk bisa berubah menjadi pribadi lebih baik. Tapi... Ada satu hal yang ingin tanyakan, adakah tips dan rahasia yang masih belum dituliskan dalam buku ini sehingga bisa saya praktikkan?"

Sang penulis buku menyadari dan merasakan apa yg dialami Siro. Ia berkata, "Saya sudah memberikan semua tips untuk pembaca terapkan. Mohon maaf tak ada yang bisa saya berikan lagi untuk anda."

Mendengar hal tersebut Siro kecewa...

"Tapi..." Ucap penulis lagi, "Saya akan memperkenalkan seseorang kepadamu. Orang tersebut dapat membuatmu berubah, bangkit, dan juga menyelesaikan konflikmu. Oya, orang itu juga akan membuatmu memiliki motivasi yang luar biasa dalam hidup."

Mendengar hal itu Siro antusias. "Dimana... Dimana saya dapat berjumpa dengan orang itu?"

Sang penulis terdiam sejenak. Lalu ia menjawab pertanyaan pemuda di depannya.

"Kamu bisa menemuinya di ruangan yang ada di sudut rumah ini. Melangkahlah lurus dari sini. Setelah itu belok kiri. Dan di situ ada sebuah ruangan. Masuklah. Kamu akan menemui orang yang dapat mengubah hidupmu."

Siro mengucapkan terima kasih. Lantas ia bergegas pergi ke ruangan yang dituju. Ia berhenti sejenak di depan pintu ruangan. Hatinya deg-degan. Perlahan dibukanya pintu itu. Ruangan itu besar dan nampak gelap. Ditutupnya pintu dan dicarinya tombol lampu. Perlahan ia nyalakan lampu. Dan...

Siro menemui orang itu. Ia sedang menatapnya. Memandang orang yang dapat mengubah hidupnya, yang membuatnya lebih termotivasi dalam hidup, dan bisa menyelesaikan segala masalahnya.

Siro sekali lagi memandangnya. Nampak di depannya sebuah cermin. Kini ia mengerti apa maksud sang penulis buku.

Halaman selanjutnya >>>

Sumber gambar:

Selasa, 30 Juni 2020

Mindful Diet: Memasak Dimsum Sepenuh Jiwa


Oleh Nur Yanayirah 

Kenapa mindful cooking

Karena saat saya belanja, cuci bersih bahan, bikin adonan, membentuk adonan, dan kukus, dilakukan dengan mindful, maka memasak menjadi enjoy. Penuh kesadaran dan kesabaran, fokus dan konsentrasi selama memasak. 

Mengosongkan pikiran untuk hal-hal lain, memprioritaskan untuk memasak dimsum ini, dan menikmati semua proses-nya, tidak terlalu mempedulikan bagaimana hasilnya. 

Yang penting adalah "kenikmatan dalam bekerja", hadir pada saat ini, pikiran tidak mengawang-awang ke masa lalu, atau masa depan. Hadir, sepenuh jiwa...

Dimsum Ayam Keju

Bahan:
-500 gram ayam cincang
-Keju 100 gram
-Wortel parut

Haluskan:
-Bawang merah 10 siung
-Bawang putih 5 siung
-Jahe 1 buah

Bumbu lain:
-Saus tiram 2 sachet
-Penyedap rasa bisa di skip
-Tapioka 10 sdm
-Telor 1 butir
-Daun bawang secukupnya
-Garam secukupnya
-Gula pasir secukupnya
-Kulit pangsit

Let's cook...
 
Cuci bersih ayam, lalu cincang.

Haluskan bumbu, tambahkan saus tiram, penyedap rasa, garam, gula, daun bawang cincang, tambahkan telur dan keju, aduk rata, dan taburi wortel parut.

Masukan adonan dimsum ke dalam kulit pangsit, kukus selama 35-40 menit, api sedang saja. 

Sajikan..

Hidup berkesadaran dengan melakukan mindfulness in cooking. Cukup masak yang simpel-simpel. 

Atau selain memasak teman-teman juga bisa melatih hidup mindful dengan melakukan aktivitas: menyetrika baju, melukis, menggambar, dan menjahit. Jangan terlalu pedulikan hasilnya. At least teman-teman sudah berusaha.

Dengan terbiasa melakukan ini, insya Allah kita jadi bisa lebih fokus, dan mengurangi pikiran negatif yang tidak perlu.

Sumber gambar:
Dokumentasi pribadi

Senin, 13 April 2020

Iftirosy Mengusir Corona dan Kerja dari Rumah


Oleh Duddy Fachrudin 

Seorang bocah cilik dengan lantangnya berkata kepada corona: 

Hey corona, siraku ya gawe pegawean isun 
Isun pengen sekola bae beli bisa 
Pegawean diliburaken 
Apa-apa diliburaken 

Siraku... mana lunga 
Aja mene-mene maning 

Hei corona, kamu tuh buat pekerjaan aku 
Aku mau sekolah saja tidak bisa
Pekerjaan diliburkan 
Apa-apa diliburkan 

Kamu tuh ya, sana pergi 
Jangan ke sini lagi

Jika setiap orang disurvei terkait keberadaan corona, maka semua setuju jika corona menjauh, memudar, menghilang dari muka bumi. 

Gara-gara corona semuanya menjadi stres: 

Cemas keluar rumah 
Bosan di rumah aja 
Penghasilan tak punya 
Parno kalau ada yang batuk dan bersin seenaknya 

Tabungan menipis dan terpaksa puasa makan 
Ga bisa lagi jalan-jalan 
Ga bisa lagi nonton film bersama teman 

Kerja di rumah ga bisa fokus dan banyak gangguan 
Kerja di rumah sendirian 
Kerja di rumah malah tidur berkurang 

Semuanya berubah dari biasanya. Tak semestinya begini. Corona sana pergi! 

Lagi-lagi jiwa kita marah, tak menerima yang ada. 

Berusaha memejamkan mata, lalu menarik nafas dengan lembut, dan berdoa: 

Tuhan, kuatkan aku untuk mengubah hal-hal yang dapat aku ubah. Ikhlaskan aku untuk menerima hal-hal yang tidak dapat aku ubah. Dan jernihkan pikiran serta hatiku untuk dapat membedakan keduanya. 

Setelahnya stretching sejenak melepaskan ketegangan. Ah, lalu menikmati sajian buah-buahan. 

Hati terasa tenang karena tak berusaha mengendalikan. Segalanya diletakkan: stres, cemas, dan ketakutan. 

Jiwa tak lagi carut marut. Wajah tiada berkerut. 

Diri menyelam dalam tahannuts. 

Melakukan dudi (duduk diam) iftirosy. 

Rabbighfirlii 
Warhamnii 
Wajburnii 
Warfa'nii 
Warzuqnii 
Wahdinii 
Wa'afinii 
Wa'fuannii 

Diawali dengan Tuhan ampuni aku dan diakhiri dengan Tuhan maafkanlah aku (yang suka mengeluh). 

Kerja di rumah nir stres dan tanpa keluhan. 

Mari atur napas untuk kembali pada prioritas. Usahakan tak terlalu multitasking agar tak menjadi pusing. Membuat jeda untuk mengisi energi cinta. Say hello menyapa teman yang selama pandemi jadi berjauhan. Dan mengawal diri untuk esok hari dengan tidur lebih awal. 

Sumber gambar: 

Senin, 09 Maret 2020

Amartya... Percik Sadar di Pusar Syahwat yang Berkelindan dengan Hasrat (Bagian 1)



Oleh Tauhid Nur Azhar

Mimpi apa saya? Di malam yang mendadak basah ini saya juga mendadak gelisah, resah, dan gundah...

Apakah ini nyata? Demikian sebaris tanya bak running text terus saja berulang di dalam benak saya seolah menjadi cameo pengisi ruang. 

Ya undangan kehormatan Dhian, seorang akademisi ISI Surakarta, membuat saya terdampar dan terkapar lemas di pantai-pantai sadar tak berbalut lagi selembar nalar. 

Sungguh sajian malam ini kurang ajar... Asu, kata Mas Butet, yang semalam duduk tepat di depan saya. 

Diawali terbukanya gerbang mistika yang penuh dengan mustika lewat mantra musika Kua Etnika yang menggetarkan sukma, dimulailah sebuah perjalanan spiritual menuju gua garba cinta dan asal muasal manusia. 

Mbak Silir dengan intonasi yang bisa semilir sekaligus berhembus kencang menghilir, membuai gendang telinga untuk larut dalam rima demi rima yang dibangkitkan dari pusara cerita oleh sang penyulap, kata Landung Simatupang anak Batak asli Jogja. 

Marinta Si Anak Matahari yang mewarisi radiasi hasil fusi saripati Tanah Karo dengan puser bumi tanah Jawa, Solo, membungkus kasunyatan dalam aliran gairah syahwat nalar nan gawat sampai tak terasa ada yang mengerut dalam cawat. Sirna lah nafsu yang berbaju hasrat. Lahirlah sejuta tanda tanya nan menggoda, meski sebagian besarnya tersandera retorika dan akan larut dalam pekatnya haeno tiga dunia nyata. 

Kasunyatan...yang nyata sesungguhnya yang maya. Yang lapar sesungguhnya indera. Yang kuasa sesungguhnya raga yang menjadi daya wadag adalah boga. Dan hidup adalah maha daya yang tak terperdaya oleh cinta maya. 

Adalah air, adalah rasa, adalah eter yang mengisi setiap jengkal ruang semesta. Persetan dengan Schopenhauer dengan majas idea nya. Persetan dengan Heidegger yang terlalu centil dengan ajaran Husserl tentang fenomena...

Belajarlah mencari apa yang terlukis dan tertulis di jiwa. Dan Jawa adalah Jiwa yang bermata, Mata Jiwa. Mata yang menembus sifat fana dan berkelindan dengan para malaikat yang baka. 

Wujud, qidam, baqa... eksistensi materi adalah bagian dari konstruksi hati yang mencari. Yang dicari tak pernah pergi, tapi kita mencintai proses mencari. Karena esensi mencari adalah mengenali yang hakiki. Mengagumi dan mengamati dari setiap sudut persepsi.

Halaman Selanjutnya >>>

Sumber gambar:
https://funnyjunk.com/channel/wallpapers/A+collision+of+dark+and+light/pLstDcY/

Kamis, 16 Januari 2020

ἐν παντὶ μύθῳ καὶ τὸ Δαιδάλου μύσος (Bagian 2, Habis)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Dan dendam melahirkan kecemasan kronis. Kata "kronis" tersebut sejatinya diambil dari nama Kronos. 

Sakit hati yang berkronologis. Kronos yang menikahi Rea dihantui kecemasan bahwa keturunannya juga akan mengkhianati dirinya. Ia memakan semua anaknya, kecuali Zeus yang disembunyikan Rea dan ditukar batu. 

Maka hanya batu dan Zeus yang tak lekang oleh siklus dendam berkesinambungan. 

Lalu mengapa manusia terlahir dengan luka yang siap untuk menganga karena pusaran dosa? 

Bukankah kita suci dan terlahir dalam kondisi nan fitri, tapi mengapa kita begitu terpesona pada daya tarik yang kekuatannya akan membuka kembali luka lewat jalan duka. 

Kehilangan karena mencari yang telah dimiliki. Kelelahan karena mengejar pada yang berlari sejengkal saja di belakang kita: masalah. 

Sebenarnya apapun itu nama sandingannya secara metonimia, masalah adalah masalah. Ia selalu akan membersamai kita saat ini dan sesaat kemudian segera bermetamorfosa menjadi masa lalu, bukan?

Maka masalah yang tersisa pastilah sejengkal di belakang, dan ia akan terus ikut berlari selama kita terus berlari. 

Bahkan maslah takkan pernah menjauh sedikitpun, kecuali kita berhenti dan berbalik untuk menghadapi. 

Sayangnya bagi sebagian besar dari kita, konsep itu masih terus betah menjadi sekedar wacana yang terangkum dalam kalimat inspiratif nan kontemplatif dari para "coach" kehidupan. 

Sejujurnya sayapun masuk kategori kelompok pelari, yang sesekali mencoba berani untuk berhenti, belajar menghadapi, dan... pada akhirnya memilih untuk melanjutkan balap lari dengan masalah yang kalau demikian tentu tidak akan pernah kalah, meski juga tak punya peluang untuk menang. 

Kondisi semacam ini tak perlu terlalu berimajinasi tinggi untuk mengetahui hasil akhirnya. Sudah jelas kita akan terkapar kelelahan dan ditimbuni masalah yang telah menyertai kita di sepanjang "pelarian"...


Sumber gambar:

ἐν παντὶ μύθῳ καὶ τὸ Δαιδάλου μύσος (Bagian 1)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Sejarah peradaban manusia terlahir dari luka. Tentang khianat pada realita. Tentang ketakutan Kronos akan arti niscaya hingga ia ingin menciptakan keadaan nirkala.

Timeless... tanpa waktu. 

Dan Kronos pun rela memakan semua anaknya dari Rea karena tersandera dalam kutukan masa lalu. 

Masa lalu yang tak terbunuh oleh waktu. Malah masa lalu itu bertumbuh seiring dengan semesta yang menua. Semesta dan sejarah dari segalanya. 

Dalam karyanya Theogonia. Asal usul segala sesuatu diceritakan oleh Hesiodos. 

Dia mulai dengan Khaos, suatu entitas yang tak berbentuk dan misterius. Dari Khaos ini muncullah Gaia atau Gê (Dewi Bumi) serta beberapa makhluk dewata primer lainnya, di antaranya adalah Eros (Cinta), Tartaros (Perut Bumi), Erebos (Kegelapan), dan Niks (Malam). 

Niks bercinta dengan Erebos dan melahirkan Aither (Langit Atas) dan Hemera (Siang). Tanpa pasangan pria (partenogenesis), Gaia melahirkan Uranus (Dewa Langit) dan Pontos (Dewa Laut). 

Uranus kemudian menjadi suami Gaia. Dari hubungan mereka, terlahirlah para Titan pertama, yang terdiri dari enam Titan pria, yaitu Koios, Krios, Kronos, Hiperion, Iapetos, dan Okeanos, serta enam Titan wanita, yaitu Mnemosine, Foibe, Rea, Theia, Themis, dan Tethis. 

Karena satu dan lain hal Gaia berselisih pandang dengan Uranus yang mengisolasi anak-anak mereka yang buruk rupa (Cyclops, raksasa bermata satu). Gaia murka dan meminta Kronos menyiksa ayahnya yang "kabur" dari kenyataan dan tak ingin terperangkap oleh keadaan. Karena Uranus dianggap Kronos--anaknya sendiri, sebagai pengecut, maka Kronos memotong penis Uranus. 

Maka setiap kisah mitos pastilah mencemari Daidalos... beratnya menanggung derita dunia yang menua dengan begitu banyak noda nista dan begitu banyak semburan ludah berbisa dari kata-kata beracun yang mematikan.

Sumber gambar:

Rabu, 14 Agustus 2019

Manusia Tidak Seperti Daun yang Bahagia dalam Diamnya (Bagian 3, Habis)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Lalu apapun hasilnya, kita berhak untuk bahagia.

Mengapa?

Karena itulah proses yang berkelindan dengan rasa syukur karena kita ada dan berada. Yah daripada habis tenaga untuk terus bertanya tentang mengapa dan bagaimana.. jalani saja dulu pertanyaan itu, toh di ujungnya kunci jawaban tersedia kok.

Bahagia itu gratis, kecuali bahagia yang sudah jadi komoditas dan bersifat transaksional.

Jenis bahagia yang kedua butuh modal, beresiko dan berbahaya juga. Kenapa? Karena komoditas punya life cycle dan transaksional amat bergantung pada dinamika nilai tukar. 

Awas lo, nanti belum balik investasinya sudah keluar produk bahagia model baru loh.. ga kebeli deh.. sedih merana deh.. galau deh.. 

Makanya mungkin sekarang banyak orang galau, salah satunya mungkin kehabisan modal buat beli kebahagiaan kali ya? 

Padahal bahagia di dunia ini adalah kunci untuk bahagia di akhirat loh.. kan ada dalam doa yang kita semua hapal dan lancar membacakannya 😊

Sumber gambar:

Manusia Tidak Seperti Daun yang Bahagia dalam Diamnya (Bagian 2)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Karena hidup itu sebuah perjanjian yang harus ditepati. Karena ruang itu harus dijalani. Karena umur itu harus dihabiskan sendiri. Karena kalau tidak kita habiskan kan tetap habis sendiri.

Bagaimana cara kita menghabiskannya? Ya sama seperti makan, sama-sama harus dihabiskan dan disyukuri. Apa yang terjadi pada saat kita makan? 

Syaraf-syaraf keren berujung papila, berbuhul gema gustatoria, bersimpul kelindan dengan serabut fasial dan trigeminal akan mengolah dan membawa rasa yang menimbulkan suka, juga cita, dan daya untuk merasakannya kembali. Begitulah makan, prosesnya diawali dengan kebutuhan biologi, mekanismenya diwarnai kenikmatan, dan diakhiri dengan kebermanfaatan. 

Seharusnya demikian pula hidup dan kehidupan. Lahir dan hadir secara hayati adalah keniscayaan. Dipungkiri pasti utopi. Ditolak pasti cuma bisa sebatas kehendak. Hendak menolak hal yang nyata takkan tertolak. 

Itulah mengapa hidup harus dijalani, ditepati, dinikmati, dan disyukuri. Seperti daun yang lebih dari separuhnya pasti tak mengerti mengapa ia sampai harus berada di bumi. Sebaliknya kita, lebih dari separuhnya sepertinya mengerti tentang arti hadir, berada, dan menjalani "kini" yang dilahirkan "lalu" dan akan melahirkan "akan". 

Maka biarkan hidup mengalir, mengambang, dan tertiup kemana angin bertiup karena pasti angin pun ada yang mengatur dan mengendalikannya bukan. 

Apakah hanya Buys Ballot yang dapat melihat itu? Angin hanya keniscayaan yang lahir dari interaksi sebab-akibat. Sebab ada ruang bertekanan rendah dan ada yang bertekanan tinggi, akibatnya terjadi perpindahan massa udara melintasi media atmosfera. Gitu aja kok repot ya? 

Ikut saja sama yang punya skenario ya. Yang punya banyak kejutan ajaib semudah menambah kurang tekanan di seantero bumi sesuka dan semaunya, la wong yang punya kok

Maka ini saatnya mikir dan bertanya.. nah ada waktunya kan? Apa mikir dan pertanyaannya? "Lalu kita bisa apa ?" Nah itu pertanyaan saya, mungkin anda juga sama ya? Kalau kita bertanya secara retoris seperti itu, apa perlu dijawab? 

Karena baik anda, saya, dan juga mereka pasti sudah tahu jawabannya. Ya ndak bisa apa-apa. Karena ndak bisa apa-apa yang usaha dan doa saja apa-apa yang bisa kan? 


Sumber gambar:

Manusia Tidak Seperti Daun yang Bahagia dalam Diamnya (Bagian 1)


Oleh Tauhid Nur Azhar

Melanjutkan renungan kayu dan api yang saling meniadakan karena tiada pada hakikatnya adalah ada yang sejati, pagi ini saya ingin bertanya lebih pada diri sendiri.

Mengapa berada menjadi begitu penuh drama dan diwarnai kepemilikan dan rasa kehilangan? 

Apakah daun juga bertanya mengapa ia diberi stomata? Mengapa ia begitu butuh cahaya? Mengapa ia harus menghisap CO2 yang jelas bukan semata dihasilkan dari ulahnya? Mengapa pula ia butuh air hingga di sekujur tubuhnya dijaluri oleh pembuluh xylem dan phloem? 

Iya tidak tahu mengapa ada cairan bernama giberelin dan auksin yang seolah memaksa dirinya untuk terus bertumbuh dan meliuk mengikuti arah datangnya cahaya. 

Mengapa cahaya? Ingin ia berteriak dan bertanya, mewakili triliunan daun sedunia... tapi untuk apa? 

Untuk apa bertanya jika hanya kau sendiri yang akan tahu jawabannya. Tentu pada waktunya. Lalu untuk apa juga kita bertanya? Dan berteriak tak terima? 

Jamak sebenarnya. Kita dipersyarafi dan merasakan begitu banyak nyeri, derita, juga nestapa. Berimbang dengan nikmatnya guyuran cinta, tawa, gembira, dan tentu saja bahagia. Tapi mengapa? 

Toh bahagia itu bila dalam terminologi kimia fasanya adalah liquid dan bersifat termolabil yang volatil. Terkena terpaan panas sedikit saja, maka ia akan menguap dan menghablur entah kemana. Mungkin di ketinggian tertentu ia akan kembali menyublimasi dan menjadi kebahagiaan di hati orang lain. 

Ya , orang lain. Bukan kita. Maka bahagia menjadi bagian dari proses transaksional yang dimasukkan dalam ranah ekonomi matematika. Bahkan kadang diukur dengan indikator psikometrika. Bisa juga pada gilirannya dikemas dan dirapihkan pasca disetrika. 

Kebahagiaan menjadi komoditas. Sama seperti akal dan kecerdasan yang menyisakan sejumlah tanya.

Manusia tidak seperti daun yang bahagia dalam diamnya.

Membuka tutup stomata, memeluk cahaya, dan mengubah air serta CO2 menjadi gula dan O dua, lalu tumbuh, ruku ke arah sang surya-foto taksis namanya, berbuah dan segera saja segenap entitasnya larut dalam semangat tulus untuk melayani, memberi, dan sekedar berbagi. 

Inilah ikhlas di level sangat tinggi. Inilah jalan Salik untuk mengerti. Bertanya pada diri sendiri, lalu menjalani pertanyaanmu sendiri, dan kau akan menemukan jawaban jika engkau terus berjalan. 

Mengapa? 

Sumber gambar:

Selasa, 13 Agustus 2019

Dialog Imajiner Den Mas Yudho


Oleh Tauhid Nur Azhar

Seperti kayu yang mengikhlaskan dirinya menjadi abu ketika api perlu urup untuk menguripi.

Pengorbanan bukanlah kesia-sian, melainkan kesadaran tertinggi untuk memahami arti "hadir" dan mencintai.

Ada, Berada, dan Tiada semua hanyalah makna yang dibingkai kata-kata. Direnda menjadi rajutan perca dalam teater kala yang tepinya disulami bordir sementara.

Maka apa salahnya menjadi abu?

Apa salahnya mencintai api yang lalu melumat aku?

Karena aku, sang kayu, tahu. Tanpa aku tak ada kamu (api), dan tak ada panas yang lahir dari rahim ikhlas.

Bukankah semesta fana ini semata hanyalah lingkaran panas (baca tenaga) yang membangkitkan raga (baca; makhluk)?

Dan tak ada yang kuasa mencegah apapun yang telah menjadi kehendak-Nya.

Maka kayu, api, abu, dan kamu.. ya kamu.. yang tetap ada, karena ada yang rela tiada, hanyalah semata wayang berjiwa yang jumawa seolah digdaya dalam menguntai rasa menjadi cerita.

Meski punya nalar, kita kerap tak sadar bahwa semua cerita ditulis sekehendak penulisnya. Dan Sang Penulis adalah Qulillâ humma mâlikal mulki.

Wa tukhrijul hayya minal mayyiti wa ma tukhrijul mayyita minal hayya... Ada yang pergi dan mati untuk lahir dan hadirnya kehidupan, demikian pula sebaliknya. 

Dan pada gilirannya semua hanyalah sebaris ingatan tanpa penubuhan. Menjadi ada karena tiada, dan sementara menjadi tanda bahwa setiap ada akan menjadi tiada kecuali yang Satu jua...

Sumber gambar: 
Dokumen pribadi

Selasa, 28 Agustus 2018

Merdeka dari Penjara Pikiran Melalui Puisi


Oleh Duddy Fachrudin

Puisi sudah menjadi suatu hal yang wajib ada dalam kelas atau sesi intervensi mindfulness. Ia adalah bahasa metafora yang membuat kita menjelajah ke dalam samudera untuk merajut makna. Puisi pula yang melunakkan jiwa-jiwa yang keras, yang belum merdeka dari belenggu rasa dan penjara pikiran.

Maka, karena itu pula Mark Williams, seorang psikolog klinis dan salah satu penulis buku "Mindfulness-Based Cognitive Therapy for Depression" melantunkan Hokusai Says karya Roger Keys dengan indahnya di sebuah channel youtube.

Hokusai says Look carefully.
He says pay attention, notice.
He says keep looking, stay curious.
He says there is no end to seeing.
He says Look Forward to getting old.
He says keep changing, you just get more who you really are.
He says get stuck, accept it, repeat yourself as long as it’s interesting.
He says keep doing what you love.
He says keep praying.

He says every one of us is a child, every one of us is ancient, every one of us has a body.
He says every one of us is frightened.
He says every one of us has to find a way to live with fear.
He says everything is alive –shells, buildings, people, fish, mountains, trees.

Wood is alive.
Water is alive.

Everything has its own life.
Everything lives inside us.

He says live with the world inside you.
He says it doesn’t matter if you draw, or write books.

It doesn’t matter if you saw wood, or catch fish.
It doesn’t matter if you sit at home and stare at the ants on your veranda
or the shadows of the trees and grasses in your garden.

It matters that you care.
It matters that you feel.
It matters that you notice.
It matters that life lives through you.

Contentment is life living through you.
Joy is life living through you.
Satisfaction and strength is life living through you.
Peace is life living through you.

He says don’t be afraid.
Don’t be afraid.

Look, feel, let life take you by the hand.
Let life live through you.

Puisi menyembuhkan sekaligus menumbuhkan hati yang telah larut dalam kesedihan dan kekecewaan. Ia mengikis kecemasan serta kekhawatiran. Dan meneduhkan jiwa yang sedang gundah tak tentu arah.


Maka, kami merayakan diri melalui puisi.

Sebuah kedai kopi menjadi saksi, bahwa kami telah melepaskan diri dari penjara pikiran. Memproklamirkan kemerdekaan untuk kembali menjadi manusia sesuai fitrahnya. Dimana kejernihan hati dan pikiran diutamakan untuk bertualang di jalan kehidupan.

Kesabaran dan kebersyukuran, serta cinta kasih sebagai landasan bertindak dengan kesadaran. Dan tentu ikhlas menerima apapun yang terjadi dan menghadapi yang akan terjadi.

Kami ikhlas menjalani saat ini, di sini.

Sumber gambar:
Kak Oka Ivan dan 372 Dago Pakar

Minggu, 19 Agustus 2018

Mindfulness Event: Merdeka Dari Penjara Pikiran


Oleh Duddy Fachrudin

Kekecewaan, kemarahan, kecemasan, kesedihan, kebencian, rasa malu, ketakutan, rasa bersalah berlebihan, kesombongan, iri, dengki, dan prasangka negatif yang terus membelenggu membuat kita sesungguhnya "belum merdeka" dari kehidupan ini.

Saatnya kita menjadi pandai mengelola rasa dan pikiran.

Mari belajar bersama memerdekakan diri dari penjara pikiran, pada hari minggu, 26 Agustus 2018 pukul 09.00-12.00 wib @Kopi372 Dago Pakar, Bandung ☕🌳

Event asik ini memiliki 3 kegiatan:

1. Sesi mindfulness
2. Musikalisasi puisi
3. Launching komunitas Mindfulnesia

Bersama Kang Duddy & Tim Mindfulnesia.

Siapa yang bisa hadir? Anda yang ingin hidupnya lebih baik, ingin terus meningkat secara mental, dan pastinya yang menyukai psikologi 💖💖💖

Daftar sekarang juga karena tempat terbatas ke:
Hesti: 0812 1435 777

Investasi IDR. 150K* dan sudah termasuk seminar kit, e-certificate, snack & coffee.

*Semua keuntungan dari event ini akan disumbangkan kepada korban gempa Lombok