Tampilkan postingan dengan label Film Mindfulness. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Film Mindfulness. Tampilkan semua postingan

Selasa, 08 November 2022

Oogway, Karakter Paling Brengsek di Kung Fu Panda







Oleh Duddy Fachrudin

Tahun depan, tepatnya di bulan Maret Kungfu Panda 4 rilis. What? Seriously? 

Kungfu Panda sudah sangat keren dengan ketiga filmnya. Terbukti dengan penilaian di situs IMDB yang memberi skor di atas 7 untuk kisah petualangan Po yang kocak, inspiratif, sekaligus filosofis. Dan yang terpenting teka-teki mengapa Oogway memilih Si Panda Gemoy itu menjadi Dragon Warrior telah terjawab di film yang ketiga.

Kungfu Panda sudah sangat bagus. Setidaknya menurut saya. Dan karena itu tidak berharap ada kelanjutannya.

Baiklah, namun berita tersebut sudah tersebar, bahkan menjadi trending topic di Twitter bulan Agustus yang lalu. Semoga petualangan berikutnya menyajikan kisah yang "Wooooaaaah", seperti reaksi Po ketika mendapatkan suatu pembelajaran baru dari Shifu maupun Oogway.

Master Shifu dan Master Oogway. Kedua guru Po ini punya karakter yang berbeda. Shifu yang serius dan serba terencana, sementara Oogway lebih kalem, intuitif, dan kadang-kadang konyol, plus brengsek juga. Namun karena kebrengsekan Oogway, Kungfu Panda menghadirkan makna bagi penontonnya.

Sebut saja ketika dia tiba-tiba menunjuk Po yang jatuh dari langit sebagai Pendekar Naga, sementara 5 calon yang yang telah disiapkan akhirnya menjadi sia-sia. Karena itu pula Shifu protes kepadanya bahwa jatuhnya Po persis di depan Oogway sebagai kebetulan belaka. Oogway sudah mau memilih Tiger sebagai pewaris Manuskrip Rahasia. Itulah yang ada dalam benak Shifu.

Bayangkan anda di posisi Shifu saat itu lalu melihat keputusan Oogway. Pasti bingung, kesal, kecewa, marah, menolak dan tidak menerima. Brengsek bukan Oogway ini?

Kebrengsekan Oogway berlanjut saat Shifu diminta melatih Po yang "hanya kebetulan" untuk menjadi Dragon Warrior. Lalu Si Kura-Kura ini dengan enaknya mengatakan kepada Shifu di suatu malam di bawah Pohon Persik, "You must continue without me." Dan kemudian Oogway menghilang alias moksa.

Brengsek bukan. Dia yang nunjuk Po, Shifu yang melatih, tapi kemudian dia menghilang. Ngasih kerjaan itu namanya.

Dan saran Oogway kepada Shifu yang begitu campur aduk pikiran dan perasannya itu sebelum moksa hanyalah: "You must believe..." atau dengan redaksi lain, Shifu, kamu harus percaya bahwa Si Gendut Panda yang suka makan itu dapat memenuhi takdirnya sebagai Pendekar Naga yang ditunggu-tunggu keberadannya dan bisa menjadi solusi memberikan kedamaian bagi semua penduduk Valley of Peace.

Assseeem tenan iki Oogway.

Tapi untungnya Shifu yang berarti Guru tersebut mau belajar.

Meski syuuulit menerima keputusan Oogway yang brengsek, ia perlahan membangun raport alias hubungan yang harmonis dengan Po. Pada akhirnya Master Shifu bisa melatih Po dengan cara yang unik dan berbeda. Bahkan ketika Po diminta menguasai inner peace, Po berhasil. Lalu saat Po akhirnya ditugaskan untuk mengajar kungfu dan melatih chi-nya, ia pun bisa.

Memang, hal-hal ajaib dapat bermula dari kebrengsekan. Dan tulisan ini pun mungkin sesuatu yang brengsek bagi anda.

Hikmahnya, terbukalah dengan berbagai pengalaman. Kalau kata mindfulness: kembangkan sikap beginners mind dan jangan terlalu terburu-buru menilai atau menghakimi.

Anak anda, murid anda, bawahan anda, klien anda bisa memenuhi takdir terbaiknya melalui anda.

How? You must believe...

Kamis, 02 September 2021

Mindful Couple: Hal Terpenting yang Wajib Dilakukan Sebelum Mengenal Pasangan



Oleh Duddy Fachrudin

Perceraian (lagi). 

Mengelola sebuah pernikahan tak semudah jatuh cinta lalu mengatakan i lup yu semata. Dan juga bukan karena aku kamu (baca: kita) terdapat kesamaan lalu membuat janji suci dalam sebuah ikatan. Karena... pernikahan sejatinya adalah manajemen ketidakcocokan. 

Maka belajar saling mengenal pasangan adalah suatu keniscayaan: 

Yaa ayyuhan naasu inna khalaqnaakum min zakariw wa unsaa wa ja'alnaakum syu'ubaw wa qabaa 'ila lita'aarafu, inna akramakum 'indallahi 'atqaakum, innallaaha 'aliimun khabir. (Al-Hujurat)

Namun, mengenal pun bukan hanya tertuju pada pasangan. Mengenali diri seringkali dilupakan dan dinomorduakan.  

Blind self, saat buta tentang diri artinya di saat itu tidak menyadari sepenuhnya diri. Karena jarangnya memberi perhatian, kita tidak mengetahui dan mengenali pikiran, dorongan-dorongan, kebiasaan-kebiasaan, dan keinginan-keinginan, yang pada akhirnya kita "seolah" tidak memiliki pilihan dalam mengambil keputusan. Reaktif berdasarkan pikiran yang melintas dengan super cepat dalam kepala.


Dialektika kesadaran semestinya dibangun menembus lapis-lapis ego. Tapi... seringnya membangun mekanisme pertahanan akhirnya luput dari kewaskitaan. 

Tanpa disadari, waktu terus berlalu  menjadi bom waktu yang meledak tanpa ampun menyisakan rasa malu. Bukannya refleksi diri, tapi saling menghakimi penuh caci maki. 

Awalnya cinta berujung benci. 

Begitulah cerita sang jiwa berliku luka antara rasa dan logika. 

Sumber gambar: 

Senin, 02 Agustus 2021

Mindfulness ala Psikologi Jawa (Bagian 1)




Oleh Duddy Fachrudin 

Das Leben der Anderen atau The Lives of Others memenangkan Academy Award (OSCAR) tahun 2007 untuk nominasi Best Foreign Films. Situs Rottentomatoes memberikan skor 93%, sementara IMDB merating 8,4 sudah cukup membuktikan bahwa film berasal dari Jerman ini memiliki kualitas cerita yang tidak biasa.

Sebelum tembok Berlin runtuh, Jerman Timur atau Republik Demokratik Jerman (RDJ) dikuasai oleh Uni Soviet. Stasi yang merupakan Intelijen dan Polisi Rahasia bertebaran di masyarakat dan memata-matai siapapun yang dianggap mencurigakan sebagai pembelot atau pengkhianat.

Das Leben der Anderen berkisah tentang seorang Stasi berwatak dingin namun kesepian yang mengawasi seorang penulis drama teater. Rumah sang penulis disadap dan segala gerak geriknya diikuti.

Selama proses mengintai banyak hal yang dijumpai olehnya. Drama kisah cinta penulis dengan kekasihnya, pergolakan hidupnya, hingga fakta alasan dibalik penugasan spionase yang diberikan atasannya. Ia juga mendengarkan alunan sonata for a good man melalui piano yang dimainkan oleh sang penulis.

Pengamatan yang dilakukannya menimbulkan pergolakan batin. Ia menyadari bahwa sang penulis memang melakukan hal yang tidak semestinya, yaitu menulis suatu hal yang menjadi rahasia negara dan diterbitkan di sebuah majalah di wilayah Jerman Barat. Namun tulisan itu mengandung kebenaran dan memang layak diketahui oleh orang lain di seluruh dunia. Ia pun memahami alasan dibalik penugasan spionase yang diberikan atasannya, yaitu demi kepentingan naik jabatan dan mengambil teman wanita sang penulis dengan cara yang picik.

Proses niteni secara objektif perlahan mulai mengikis sisi gelapnya, dinginnya, kakunya pribadi dirinya sebagai seorang stasi. Perlahan ia bertransformasi menjadi seorang manusia yang memiliki skala prioritas mengedepankan hati nurani dan menjunjung kebenaran dan kejujuran.

The Lives of Others memang berkisah tentang menjadi manusia. Melepaskan topeng diri memerlukan prasyarat laku bernama pengamatan. Dalam bahasa Jawa, mengamati atau mengawasi disebut wawas. Banyak manusia yang “lupa” bahwa dirinya adalah manusia yang memiliki potensi hanif (lurus) dan penuh dengan kasih sayang. 

Mereka senantiasa dibutakan oleh kebahagiaan semu yang melekat di dunia. Bahkan untuk sekedar jeda, mengamati diri dan situasi adalah bagian dari ibadah terpuji.

Bukankah Allah Swt., berkata, wa fii anfusikum afalaa tubsiruun (QS. Adz-Dzariyat: 21), wal tandzur nafsun maa qaddamat lighad (QS. Al Hasyr: 18), dan berkali-kali berpesan kepada manusia untuk memperhatikan tanda-tanda serta penciptaan langit dan bumi.

Dalam kaidah mindfulnes, melakukan pengamatan adalah langkah pertama yang perlu dilakukan seorang individu. Proses ini dilatih setiap hari dalam berbagai kondisi, baik saat duduk, berdiri (bergerak), maupun berbaring.

Dengan wawas secara intensif, ia mempelajari, menelaah, kemudian menyadari seutuhnya pikirannya, perasaannya, gerak-gerik niatnya, sensasi tubuhnya, perilakunya, hingga kebiasaan-kebiasannya. Ia menyadari sekelilingnya, dunia makro yang beraneka ragam, penuh dengan pilihan yang dapat menjerumuskan, menyesatkan, atau meningkatkan derajat ketaqwaannya sebagai manusia. 


Sumber gambar:

Rabu, 12 Agustus 2020

Ubah Dunia dengan Mendengar



Oleh Duddy Fachrudin 

“Dulu gue tuh, berdoa, memohon, meminta, berharap dari mulai yang aneh-aneh sampai yang paling sederhana. 

Meminta hanya untuk sehat aja kok... tapi kenyataannya yang dihadapi sekarang adalah penyakit kanker. Hodgkin’s lymphoma... sejak itu nggak lagi mau meminta. 

Do’a sekarang untuk mendengar dan merasakan energi Yang Maha Kuasa... Hanya keheningan yang membuat kita mendengar sebenarnya...”

Sebuah monolog yang menyentuh dari seorang karakter bernama Meimei yang diperankan Cut Mini dalam ending film Arisan 2. 

Bagi saya, monolog ini sangat menohok kesadaran sekaligus melucuti ego saya yang sering kali meminta ini itu kepada Tuhan.

Berdo’a memang harus, bahkan Allah Swt. meminta kita untuk berdo’a kepada-Nya. Dengan begitu kita sebagai hamba-Nya ini senantiasa merapat dan mendekat kepada-Nya. 

Namun kadang selama berdo’a kita lupa untuk berdialog, mendengar, dan merasakan kehadiran-Nya. 

Kita berdo’a hanya karena memang minta ini itu berupa kebutuhan duniawi.

Aktivitas dunia yang serba sibuk, padat, dan ramai semakin membuat kita lupa akan mendengar, termasuk mendengar tubuh kita sendiri. 

Tubuh berkata “Sudah cukup, aku butuh istirahat. Aku tidak kuat lagi digunakan untuk bekerja. Aku benar-benar butuh istirahat.” 

Sayang orang yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya tidak mendengar jeritan tubuhnya. Kesehatan diabaikan dan akhirnya sakit bahkan tidak jarang meninggal.

Maka kita perlu merenungkan kembali kata-kata Dalai Lama yang menganggap manusia adalah hal yang membingungkannya. 

Mengapa? 

Beliau menjawab, “Karena manusia mengorbankan kesehatannya demi uang. Lalu ia mengorbankan uangnya demi kesehatan. Manusia sangat khawatir dengan masa depannya sampai-sampai tidak menikmati saat ini.”

Sumber gambar:

Senin, 06 Juli 2020

11 Film Asyik Tentang Mindfulness



Oleh Duddy Fachrudin 

All this anger, man... It just begets greater anger.

Kemarahan memunculkan kemarahan yang lebih besar. 

Premis tersebut tesaji dalam film Three Billboards Outside Ebbing, Missouri, sebuah kisah tentang ketidakrelaan, kurangnya penerimaan, kemarahan, dan ambisi yang meletup-letup dari seorang ibu atas kematian remaja putrinya. 

Pusaran konflik tak hanya pada kehidupan dirinya dengan para polisi yang menurutnya "tidak cakap" dalam menangani kasus anaknya. Sang ibu bernama Mildred ini pun memiliki masalah dengan dirinya sendiri yang suka minum alkohol. Kemudian seorang polisi yang rasis, dan kepala polisi yang rapuh karena kanker. 

Banyak sekali hikmah terkait mindfulness dalam film ini, seperti belajar untuk tidak reaktif, tidak menghakimi, mengembangkan kedermawanan, penerimaan, dan belajar untuk melepas (letting go) dari masa lalu. 

Three Billboards Outside Ebbing, Missouri yang memenangi berbagai penghargaan di OSCAR 2018 merupakan satu dari 11 film asyik tentang mindfulness yang sayang untuk dilewatkan. Berikut daftar ke-11 film yang bisa kita tonton di saat jeda dari kesibukan sekaligus upaya untuk mengembangkan kemampuan mindfulness kita.

  1. Capernaum (2018, IMDB: 8,4)
  2. 27 Steps of May (2019, IMDB: 8,2)
  3. Spiderman: Far From Home (2019, IMDB: 7,5)
  4. Seven Years in Tibet (1997, IMDB: 7,1)
  5. Peaceful Warrior (2006, IMDB: 7,3)
  6. How to Train Your Dragon (2010, IMDB: 8,1)
  7. Le Grand Voyage (2004, IMDB: 7,2)
  8. A Street Cat Named Bob (2016, IMDB: 7,3)
  9. Three Billboards Outside Ebbing, Missouri (2017, IMDB: 8,2)
  10. The Lives of Others (2006, IMDB: 8,4)
  11. Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (2020, IMDB: 7,5)
Semuanya bagus dan sarat akan pembelajaran. Namun jika boleh memilih highly recommended, tiga terbaik maka pilihannya jatuh pada Le Grand Voyage, sebuah road movie perjalanan haji seorang ayah dan anaknya menggunakan mobil dari Prancis. Lalu The Lives of Others, kisah tentang polisi intel di era Jerman Timur yang melakukan pengamatan pada kehidupan seorang penulis. Dan tentu saja Three Billboards Outside Ebbing, Missouri. 


Sumber gambar: 

Kamis, 24 Oktober 2019

Mbah Moen dan Metafora Perjalanan Akbar


Oleh Duddy Fachrudin

Wafatnya Mbah Moen di waktu subuh di Tanah Suci Selasa yang lalu mengingatkan pada sebuah film mindfulness bertema road movie berjudul Le Grand Voyage (Perjalanan Akbar).

Sebuah kisah perjalanan haji menggunakan mobil dari Prancis ke Makkah al-Mukarramah yang berjarak 5000 kilometer. 

Berbagai cerita sekaligus konflik mewarnai ayah dan anak yang memiliki karakter yang bertolak belakang selama perjalanan tersebut. Namun dari konflik tersebut masing-masing berusaha mengenal dan memahami. Menerima dan juga memaafkan.

Hingga suatu ketika sang anak bertanya, "Kenapa papa tidak naik pesawat saja ke Mekkah? Bukankah lebih praktis?"

Ayahnya menjawab melalui metafora yang cantik: 

"Air laut baru kehilangan rasa asin setelah ia menguap ke langit. Dengan begitu ia menemui kemurniannya... Inilah mengapa lebih baik naik haji dengan berjalan kaki daripada naik kuda. Lebih baik naik kuda daripada naik mobil. Lebih baik naik mobil daripada naik kapal. Lebih baik naik kapal daripada naik pesawat."

Perjalanan haji ibarat perjalanan air laut menuju langit yang kemudian menjadi murni, tidak lagi tercampur butiran garam.

Maka proses "menjadi murni" bisa dicek melalui pengamatan ke dalam jiwa mengenai tujuan akhir perjalanan hidup manusia. Melepas segala hal yang selama ini melekat. Hanya tersisa sekuntum rindu untuk bertemu.

Di akhir film, sang ayah melepas raga saat melaksanakan puncak ibadah tersebut. Anaknya yang begitu berlebihan dalam kehidupan duniawi dan alpa mengingat Tuhan menangis meringis. Pedih. Ia yang selama ini berkonflik dengan ayahnya dan tidak menunjukkan birrul walidaini itu perlahan menyadari segala kebodohan perilakunya. 

Air mata yang jatuh menjadi tanda bahwa ia sedang berproses menuju suatu kebaikan (al-birr). 

Dan al-birr tersebut bertransformasi menjadi mabrur. 

Kemurnian jiwa. Menuju cinta. Menuju cahaya.

Sumber gambar:

Rabu, 10 Oktober 2018

Bunuh Dirilah Sehingga Kau Bercahaya


Oleh Duddy Fachrudin

"Terserah, apakah ini dosa, heroisme, atau justru pengecut. Bahwa saya mau bunuh diri! Karena saya tidak mau membunuh orang lain, seberapa sakitpun hati saya oleh pengkhianatan dan penghinaan manusia. Tapi yang saya bolehkan untuk dibunuh hanyalah diri saya sendiri. 

Saya bersyukur perjalanan saya untuk bunuh diri sudah selesai dan tuntas.

Beberapa lama saya mencampakkan om-om dan mas-mas semua ke dalam kegelapan. Karena saya memang gelap. Hati saya gelap, pikiran saya gelap.., kehidupan saya di sini dan di belakang saya juga gelap.

Dan puncak kegelapan saya adalah semua orang seantero negeri ini menyebarkan fitnah bahwa Rayya adalah bintang yang gemerlap dan bercahaya..."

Monolog sunyi nan inspiratif menghentak kesadaran ini di ucapkan dengan lembut oleh Rayya, seorang bintang, artis terkenal yang kemudian mengalami transformasi jiwa.

Ia, dengan segala kemegahannya tak terima ketika dicampakkan oleh seorang laki-laki yang nyatanya telah beristri. Egonya tersakiti, berontak menolak kalah dari derita.

Egonya yang tinggi termelekati dengan rupa-rupa duniawi. Maka sakitlah ia, saat pikiran dan rasa tak kunjung menerima. 

Aku seorang artis besar, bahkan aku dapat membeli laki-laki yang diinginkanku.. Begitulah Rayya.

Untungnya, Arya, seorang biasa nan bijaksana datang menjadi cermin baginya.

Rayya yang mengalami gejolak jiwa ingin bunuh diri. Dan Arya membantunya... menolongnya untuk benar-benar membunuh dirinya--menghancurkan egonya.

Film Rayya, Cahaya di Atas Cahaya bukan hanya menyuguhkan keindahan alam di sepanjang perjalanan mereka berdua, bertukar kata dari ujung barat Jawa hingga Bali.

Film ini mengajak kita untuk melakukan perjalanan jiwa, mencari jati diri, dan kemudian menemukan mutiara terindah yang bersemayam dalam diri manusia.

Kelak, mereka yang telah menemukannya, hatinya bercahaya.

Arya, bersama orang-orang sederhana telah memantulkan cahaya kepada Rayya, sehingga "dirinya" telah hancur berkeping-keping.

Kemudian Rayya melanjutkan monolognya:

"Budhe pengasuh anak-anak Salam. Tua, tuli, mengabdi kepada pendidikan kemanusiaan di pelosok kesunyian. Di hadapan beliau, Rayya hanya perawan kencur yang kolokan.

Ibu-ibu yang berjualan di pasar. Dengan ringan meletakkan dunia ini di telapak tangannya dan menertawakan Rayya yang menyangka bahwa menjadi bintang adalah segala-galanya.

Si Slamet di perempatan jalan. Menari-nari gembira, menjogetkan rasa syukur yang tanpa batas dan tanpa syarat.

Nenek penjual karak. Aku pikir yang ia junjung di atas kepalanya itu adalah wadah makanan jualannya. Ternyata yang ia junjung adalah martabat.

Ibu-ibu dan anak-anak pekerja pemecah batu. Yang berkantor di gedung terik matahari. Telah menipu saya mentah-mentah. Karena di balik tangan dan jari jemari mereka yang lemah tersembunyi jiwa yang agung dan mental yang tangguh.

Merekalah cahaya yang sesungguhnya. Merekalah cahaya di atas cahaya. Sekarang, sejalan kita berjuang menaklukkan kegelapan. Bersama kita belajar memantulkan cahaya di atas cahaya."

Inilah Rayya, Cahaya di Atas Cahaya, a road movie bertema mindfulness terbaik versi mindfulnesia.id, yang mengajak kita "membunuh diri" kita, melepaskan kelekatan dunia, menjadi manusia bahagia yang bercahaya.

Menuju Cahaya - Hari Kesehatan Mental Sedunia, 10 Oktober 2018


Sumber gambar:
http://videoezyindonesia.blogspot.com/2014/03/new-release-vei-rayya-cahaya-di-atas.html

Jumat, 31 Agustus 2018

39 Film Asik yang Membuat Kita Lebih Memahami Mindfulness


Oleh Duddy Fachrudin

Perhatian, kesadaran, penerimaan, kerelaan untuk melepas, hening, ketenangan, selaras dan seimbang, rasa ingin tahu, percaya, cinta dan kasih sayang, kesabaran, kebersyukuran, perjalanan, kejernihan, pikiran mengembara, kemelekatan, kebahagiaan, sederhana, konsisten, pencarian diri, saat ini, dan kedamaian merupakan konsep-konsep yang berhubungan dengan mindfulness.

Kita dapat menjumpai nilai dan makna tersebut dalam film-film berikut. Ya, inilah deretan film yang direkomendasikan bagi kita yang sedang belajar mindfulness. Belajar untuk hidup lebih mindful.
  1. The Secret Life of Walter Mitty (2013, IMDB: 7,3)
  2. 12 Angry Men (1957, IMDB: 8,9)
  3. Kung Fu Panda (2008, IMDB: 7,6)
  4. Arisan 2 (2011, IMDB: 6,5)
  5. Okuribito/ Departures (2008, IMDB: 8,1) 
  6. Nae Meorisokui Jiwoogae/ A Moment to Remember (2004, IMDB: 8,2)
  7. The Karate Kid (2010, IMDB: 6,2)
  8. Eat Pray Love (2010, IMDB: 5,7)
  9. Lord of The Rings: The Fellowship of The Ring (2001, IMDB: 8,8) 
  10. Star Wars: Episode III - Revenge of the Sith (2005, IMDB: 7,6)
  11. Frozen (2013, IMDB: 7,5)
  12. Trolls (2016, IMDB: 6,5)
  13. Rectoverso (2013, IMDB: 7,2)
  14. A Quiet Place (2018, IMDB: 7,7)
  15. Filosofi Kopi (2015, IMDB: 7,2)
  16. The Sixth Sense (1999, IMDB: 8,1)
  17. Welkkeom to Dongmakgol/ Battle Ground 625 (2005, IMDB: 7,8)
  18. Mencari Hilal (2015, IMDB: 7,9)
  19. Dum Laga Ke Haisha (2015, IMDB: 7,5)
  20. Always-San-Chome No Yuhi/ Always-Sunset on Third Street (2005, IMDB: 7,8)
  21. 3 Idiots (2009, IMDB: 8,4)
  22. Kung Fu Panda 2 (2011, IMDB: 7,2)
  23. Into the Wild (2007, IMDB: 8,1)
  24. The Matrix (1999, IMDB: 8,7)
  25. Rayya, Cahaya di Atas Cahaya (2012, IMDB: 7,7)
  26. Manjhi: The Mountain Man (2015, IMDB: 8,0)
  27. Tai-Chi Master (1993, IMDB: 7,3)
  28. Her (2013, IMDB: 8,0)
  29. Patch Adams (1998, IMDB: 6,7)
  30. Se7en (1995, IMDB: 8,6)
  31. Posesif (2017, IMDB: 7,5)
  32. Kung Fu Panda 3 (2016, IMDB: 7,1)
  33. Ip Man 2 (2010, IMDB: 7,6)
  34. Taare Zameen Par/ Like Stars on Earth (2007, IMDB: 8,4)
  35. Forrest Gump (1994, IMDB: 8,7)
Honorable Mention
  1. Deadpool 2 (2018, IMDB: 7,9)
  2. Madre (2013, IMDB: 7,9)
  3. Harmoni/ Harmony (2010, IMDB: 7,5)
  4. Zombieland (2009, IMDB: 7,7)
Daftar di atas bukan berupa pemeringkatan (ranking). Namun jika boleh memilih 4 film terbaik yang paling recommended ditonton pertama kali, maka pilihan itu jatuh pada 12 Angry Men, Se7en, Okuribito/ Departures, dan Rayya, Cahaya Di Atas Cahaya. 

Enjoy the movies. Enjoy the journey.
Sumber gambar:
http://mosaicmovieconnectgroup.blogspot.com/2010/08/departures-okuribito-passion-and.html